Propinsi Aceh yg menjadi propinsi paling barat di Indonesia memiliki dongeng sejarah tersendiri. Aceh yg ada di ujung utara pulau Sumatra memiliki jejak peradaban yg telah berusia berabad – kurun lamanya dianggap sebagai tempat mulainya penyebaran agama Islam di Indonesia & pula penting dlm penyebaran Islam di Asia Tenggara. Kesultanan Aceh pada era ke 17 yaitu negara terkaya, paling berpengaruh & sejahtera di area Selat Malaka. Sehingga, sejarah Aceh mencatat kebebasan berpolitik & adanya penolakan serta perlawanan keras kepada kendali penjajah aneh, salah satunya sejarah perang Aceh melawan Belanda.
Bangunan Bersejarah Di Aceh
Sebagai hasil dr latar belakang yg luar biasa tersebut banyak bukti sejarah yg hingga kini masih ada di Aceh. Dari mulai zaman kerajaan hingga masa penjajahan Belanda di Indonesia, salah satu daerah yg menawarkan perlawanan sengit yaitu Aceh. Masyarakat Aceh mampu mengetahui sejarahnya sendiri melalui berbagai bukti peninggalan bersejarah di indonesia yg tersebar di seluruh tempat Aceh, yg akan menunjukan bagaimana eksistensi peradaban Aceh di masa lalu.
1. Benteng Anoi Itam
Peninggalan dr masa penjajahan Jepang ini dibangun antara 1942-1945 & dulunya digunakan selaku tempat penyimpanan aneka macam jenis senjata milik Jepang. Letaknya di Ujong Kareung, Sukajaya, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam di pantai timur Sabang berdampingan dgn pantai Anoi Itam. Berdasarkan posisinya benteng ini dibangun selaku tempat pertahanan, karena tertimbun dlm tanah hingga yg tampak hanya cuilan atap berupa tapal kuda.
2. Masjid Raya Baiturrahman
Salah satu argumentasi kenapa Aceh mendapat julukan Serambi Mekah yaitu keberadaan masjid ini. Dikenal sebagai salah satu masjid terindah di Asia Tenggara, letaknya ada di pusat kota Banda Aceh sehingga sungguh gampang dijangkau. Disini ialah titik pusat dr semua aktivitas di Aceh utamanya yg bernapaskan keagamaan. Masjid Baiturrahman dibangun pada masa kekuasaan Iskandar Muda tahun 1022 Hijriah atau 1612 M sehingga menjadi salah satu peninggalan kerajaan Aceh & penggalan dr sejarah kerajaan aceh.
3. Benteng Indra Patra
Peninggalan agama Hindu – Budha ini digambarkan sebagai Trail Aceh Lhee Sagoe, yakni konstelasi yg berupa segi tiga menghubungkan tiga benteng besar. Benteng utamanya seluas 4900 meter persegi. Didirikan pada posisi yg strategis jauh sebelum Islam masuk ke Aceh di tahun 604 M oleh Putra Raja Harsya dr India yg melarikan diri dr pengejaran bangsa Huna.
Salah satu dr ketiga benteng itu berjulukan Indra Patra, peninggalan kerajaan Hindu pertama di Aceh yg berkembang di tempat pesisir utara Aceh Besar. Kedua benteng lainnya yakni Indra Puri & Indra Purwa. Benteng yg menjadi peninggalan sejarah dr masuknya agama Hindu dr India ini kemudian direbut oleh Kerajaan Islam Aceh & dipimpin oleh laksamana perang perempuan dr Aceh yg sungguh terkenal namanya yaitu Laksamana Malahayati. Letaknya di Pantai Ujong Batee, Desa Ladong, Jalan Krueng Raya, Kab. Aceh Besar.
4. Masjid Tua Indrapuri
Masjid ini ialah lokasi penobatan Sultan Aceh terakhir yaitu Tuanku Muhammad Daudsyah pada 1978. Dulu masjid ini berfungsi sebagai benteng pertahanan tatkala melawan Belanda di masa Sultan Iskandar Muda. Konstruksinya sama dgn bangunan masjid Tuha yang lain di Indonesia, tetapi perbedaannya bahwa masjid ini dibangun sempurna di atas bekas bangunan candi. Ketahui pula sejarah museum tsunami Aceh yg terletak di bersahabat pemakaman bersejarah Kerkhoff Peucut.
5. Taman Sari Gunongan
Bangunan bersejarah di Aceh ini berbentuk gunung & berwarna putih dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636) menurut pemintaan permaisurinya,Putroe Phang atau Putri Kamaliah selaku pengobat rindu pada kampung halamannya, Pahang di Malaysia. Pahang yakni salah satu negeri yg pernah ditaklukkan oleh Iskandar Muda. Bangunan ini setinggi 9,5 meter dgn tiga tingkat. Tingkat pertama letaknya diatas tanah hingga tingkat tertinggi berupa tiang bermahkota di pusat bangunannya denga material kerikil gamping, pasir & kapur. Bentuknya mirip bunga putih yg sedang mekar & melambangkan ketulusan cinta, dgn dinding yg berukir bunga.
6. Rumoh Aceh
Satu lagi bangunan bersejarah di Aceh berupa rumah panggung bertinggi tiang sekitar 2,5 hingga 3 meter, memiliki tiga atau lima ruang & satu ruang utama yg disebut rambat. Rumoh dgn tiga ruang terdapat 16 tiang, rumoh berisi lima ruang mempunyai 24 tiang. Rumah ini yaitu simbol & ciri khas dr Aceh yg kini sungguh jarang dijumpai & banyak Benda Bersejarah di Indonesia yang mampu ditemui.
Padahal tak hanya selaku tempat berteduh, rumoh ini pula mempunyai fungsi lainnya. Pada kepingan bawah rumoh yg disebut yubmoh umumnya dipakai untuk penyimpanan banyak sekali macam benda mirip alat penumbuk padi (jeungki) & tempat menyimpan padi(berandang), tempat bermain anak – anak atau tempat bermain bayi. Contoh rumoh aceh yg telah dilestarikan sebagai peninggalan sejarah ada di museum negeri aceh yg merupakan pecahan dr sejarah museum Aceh.
7. Benteng Kota Lubok
Benteng memiliki peranan yg besar pada zaman lampau yg masih kerap terjadi pertempuran dgn berbagai alasan. Di Kota Lubok yakni tepatnya di suatu bukit dgn ketinggian 40 meter dpl, terdapat benteng yg berdiri pada era ke 12 M. Benteng Kota Lubok ini mempunyai banyak kisah masa kemudian selaku pecahan dr Kerajaan Lamuri.
Yang menurut inovasi para peneliti merupakan benteng tertua yg didirikan pada masa Kerajaan Lamuri atau Lamreh dikala ini, yg pula merupakan kerajaan paling bau tanah di Aceh. Saat ini benteng ini tak terawat, dikelilingi ilalang yg tinggi – tinggi & membuatnya kurang menarik. Bentuk permulaan benteng ini tampaknya menyerupai aksara L, & di penggalan tengahnya masih ada sisa benteng yg masih berdiri kokoh. Di pecahan barat ada bangunan yg bentuknya ibarat aksara O. Hingga saat ini masih belum ada informasi niscaya mengenai asal usul benteng ini.
8. Sentral Telepon Belanda
Ini yakni sisa peninggalan sejarah pada masa penjajahan Belanda yang lain di Aceh. Pada tahun 1903 ini yakni satu – satunya layanan komunikasi yg dimiliki oleh Belanda tatkala menjajah Aceh. Seiring waktu, pada tahun 1931 sentral telepon mulai bertambah fungsinya sebagai kantor pelayanan telepon untuk umum. Sewaktu penjajahan diambil alih Jepang, fungsi sentral telepon untuk kebutuhan militer dikembalikan. Sentral Telepon menjadi milik Indonesia sepenuhnya sampai menjelang tahun 1960 berganti fungsi kembali menjadi maskar komunikasi militer Kodam I/Iskandar Muda. Setelah itu bangunan bersejarah di Aceh ini berganti fungsi kembali mirip kantor KONI. Media Aceh Post
9. Mercusuar Willems Toren
Menara setinggi 85 meter di desa Meulingge, Kecamatan Pulo Aceh, Kab. Aceh Besar ini dibangun untuk dijadikan hadiah bagi Raja Willem III dr Belanda pada tahun 1875. Pemberian nama Willems Toren untuk menghormati sang raja karena dianggap berjasa besar dlm membentuk kolonialisme Belanda di Asia. Pada mulanya bangunan ini hanya akan digunakan sebagai lampu suar selaku belahan dr pembangunan Pelabuhan Sabang yg menjadi lintasan selat Malaka & Samudera Hindia, pula membantu arah kapal – kapal aneh yg mampir ke Pulau Weh, Sabang. Menara ini masih dipakai hingga kini.
10. Peninggalan Kerajaan Linge
Kerajaan ini diresmikan pada tahun 1025 M oleh Adi Genali, yg mempunyai empat orang anak berjulukan Empuberu, Sibayak Linge, Merah Johan & Merah Linge. Kerajaan ini terletak di Gayo, Aceh Tengah ialah penguasa dr wilayah di Aceh yg mempunyai kekuasaan paling luas di masanya. Linge menjadi salah satu Kerajaan Utama yg mendukung berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam. Raja pertama Kerajaan Aceh Darussalam yaitu orang Gayo orisinil dikenal dgn gelar Sultan Ali Mughayatsyah, ia pula merupakan anak kandung Reje Linge. Konon dr sinilah permulaan mula silsilah kerajaan Aceh Darussalam & sejarah kesultanan Aceh Darussalam.
Keberadaan bangunan bersejarah di Aceh tak semuanya telah dikenali & sudah didata selaku bangunan yg perlu dilestarikan. Beberapa yg telah diketahui bahkan berada dlm keadaan yg tak lagi utuh alasannya adalah tergerus cuaca & zaman. Masih ada kemungkinan sangat besar bahwa di Aceh terdapat banyak peninggalan sejarah lain yg belum didapatkan, & mudah-mudahan suatu ketika bisa terungkap untuk memperkaya kisah sejarah bangsa khususnya untuk rakyat Aceh.