Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo sukses ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
Setelah bergabung dgn Kartosuwiryo, Amir Fatah lalu diangkat selaku komandan pertemburan Jawa Tengah dgn pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk merusak gerakan ini, Januari 1950 dibuat Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letnan Kolonel Sarbini.
Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yg dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini sukses dihancurkan pada tahun 1957 dgn operasi militer yg disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dr Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi besar lengan berkuasa sebab pemberontakan Batalion 426 di Kedu & Magelang/ Divisi Diponegoro.
Didaerah Merapi-Merbabu pula telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yg dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini pula dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di kawasan Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
Pemberontakan DI/TII di Aceh terselesaikan dgn kombonasi operasi militer & musyawarah. Hasil konkret dr musyawarah tersebut merupakan pulihnya kembali keamanan di kawasan Aceh.
Tuntutan itu ditolak alasannya adalah banyak diantara mereka yg tak menyanggupi syarat untuk dinas militer.
Pemerintah mengambil budi menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik selaku Pejabat Wakil Panglima Tentara & Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dgn menjinjing persenjataan lengkap & menyelenggarakan pengacauan.
Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia & menyatakan sebagai bagian dr DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia.