13. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia ( PKI ) di Madiun

Pemberontakan PKI di Madiun

PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yg terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dgn diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dgn didukung pula oleh Menteri Pertahanan ketika itu, Amir Sjarifuddin.
Pada dikala itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), & tak pernah disebut selaku pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru kejadian ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.

Bersamaan dgn itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yg ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat & agama.

Masih ada kontroversi mengenai kejadian ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yg mendalangi kejadian ini bantu-membantu yaitu rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).


Tawaran tunjangan dr Belanda

Pada permulaan konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan perlindungan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan suasana tersebut untuk melakukan serangan total kepada kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri tergolong Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yg dituduh telah condong berpihak pada AS.

Latar belakang

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yg membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri & golongan sosialis. Selain tergabung dlm Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) pula terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yg diprakarsai oleh Dayno, yg tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dlm kelompok diskusi ini tak hanya dr kelompok sipil mirip D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian pula dr kalangan militer & bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian pula menjadi Komandan Wehrkreis III, & menjadi Presiden RI), Letnan Kolonel Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief & Kapten Untung Samsuri.

  Multikulturalisme dan Kesederajatan

Pada bulan Mei 1948 bareng Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dr Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta & secepatnya menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis & komandan pasukan bergabung dgn Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.

Aksi saling menculik & membunuh mulai terjadi, & masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yg mengawali. Banyak perwira Tentara Nasional Indonesia, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun & sekitarnya yg diculik & dibunuh.

Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) & kendaraan beroda empat 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh & mayatnya dibuang di dlm hutan. Demikian pula dr. Muwardi dr golongan kiri, diculik & dibunuh. Tuduhan eksklusif dilontarkan, bahwa pihak lainlah yg melakukannya. Di antara yg menjadi korban pula yaitu Kol. Marhadi yg namanya kini diabadikan dgn Monumen yg berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun & nama jalan utama di Kota Madiun.

Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI ketika itu, tergolong Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dgn akidah Harry S. Truman, Presiden AS yg mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah efek komunis, maka negara-negara tetangganya akan pula akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dlm permainan kartu domino. Oleh sebab itu, ia sangat gigih dlm memerangi komunis di seluruh dunia.

  Tatanan Sosial Kehidupan Baru

Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan konferensi diam-diam di hotel “Huisje Hansje” Sarangan, bersahabat Madiun yg didatangi oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) & Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yg mewakili Amerika dlm Komisi Jasa Baik PBB). Dalam konferensi Sarangan, yg belakangan dikenal selaku “Perundingan Sarangan”, diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyepakati Red Drive Proposal (tawaran pembasmian kelompok merah). Dengan tunjangan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna mendapatkan sumbangan untuk kepolisian RI. Campbell yg menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya ialah anggota Central Intelligence Agency – CIA

Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 lewat radio di Madiun telah memberitahukan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yg mengatakan bahwa pada ia mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) & sudah terjadi pemberontakan PKI. ia bahwa FND dibentuk selaku perlawanan kepada ancaman dr Pemerintah Pusat.

Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dlm pidato yg disiarkan lewat radio menyerukan pada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yg pada waktu itu disebut selaku Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), & di zaman Orde Baru.


Akhir pertentangan

Kekuatan pasukan penunjang Musso digempur dr dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yg diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dr Divisi Siliwangi, sedangkan dr timur diserang oleh pasukan dr Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yg diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.

  Moscow Dan Jakarta

Panglima Besar Sudirman memberikan pada pemerintah, bahwa Tentara Nasional Indonesia mampu menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dlm waktu 2 ahad. Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dlm waktu singkat.

Tanggal 30 September 1948, kota Madiun mampu dikuasai semuanya. Pasukan Republik yg datang dr arah timur & pasukan yg datang dr arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos & melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tak mampu secepatnya ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan & pasukan penunjang Musso tewas atau mampu ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto.

Sufyan Juliyanto
Kelas : IX.1. SMPN Mg.Sakti
Tugas

Menyusun Ringkasan Mata pelajaran IPS SMP Negeri Megang Sakti Maret 2023