Gabriel Tarde (2003:66) menyatakan, palsu berasal dr kata imitation memiliki arti peniruan. Walaupun setiap manusia mempunyai pola dasar masing-masing yg bersifat individualis, tetapi tetap saja ada impian untuk memalsukan atau sama mirip orang lain atau kalangan dlm dirinya. Atau dgn kata lain bahwa imitasi yaitu proses seseorang dlm menirukan atau mencotoh orang lain ataupun golongan. Dalam pengertian lain, kita pula dapat menyimpulkan bahwa imitasi ialah bentuk-bentuk kontak sosial primer seseorang atau berbagai kelompok yg menuru, mengikuti atau mencontek sikap orang lain atau golongan lain. Kemudian di dlm ilmu psikologi, imitasi diartikan selaku proses mencar ilmu dr sikap memperhatikan orang lain atau kelompok.
Imitasi mampu pula dianggap seperti sifat “modeling” yg berarti meniru dimana hal ini telah banyak dipelajari oleh aneka macam ilmuwan sosial. Atau kita mampu mendefinisikan imitasi selaku sebuah proses langkah-langkah sosial seseorang dlm memalsukan orang lain entah itu dr penampilan, gaya hidup, prestasi atau segala hal yg dimilikinya. Imitasi ini lazimnya berakar dr lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan pertemanan kemudian menjalar ke lingkungan penduduk . Sedangkan, menurut wikipedia bahasa Indonesia, imitasi adalah proses kognisi untuk melakukan langkah-langkah seperti orang lain dimana dlm prosesnya membutuhlan indera selaku penerima rangsang. Proses mencar ilmu artifisial ini sendiri adayang bersifar positif, namun tak jarang pula mempunyai sisi negatif. Mengapa? Mari kita simak bareng -sama.
Tindakan Imitasi
Tindakan palsu tak selamanya mengarah pada perilaku yg positif. Ada pula beberapa langkah-langkah artifisial yg mengacu pada sikap negatif. Perilaku positif artifisial terjadi apabila yg ditirukan ialah kegiatan-aktivitas sesuai dgn kaidah-kaidah, norma-norma & pula nilai-nilai yg berlaku. Sedangkan perilaku negatif palsu terjadi & menyebabkan bentuk penyimpangan sosial & disintegrasi sosial kalau yg ditirukan ialah hal-hal, aktivitas-acara atau sesuatu yg menyimpang dr nilai-nilai norma & ketentuan akhlak yg ada di dlm kalangan masyarakat.
Seringkali yg mengambil tugas banyak dlm melaksanakan palsu yaitu bawah umur yg menirukan perilaku orang cukup umur. Mereka belum mempunyai jati diri yg berpengaruh sehingga mereka akan cenderung menjajal menirukan apa yg dijalankan oleh orang dewasa atau sedang berusaha menjadi dewasa mirip yg dilihatnya. Kadang pula mereka mesti menghadapi suasana dimana mereka merasa resah kepada apa yg dilaksanakan oleh orang akil balig cukup akal tersebut. Akan tetapi, tak jarang pula mereka terlalu mempunyai harapan yg besar dalm mencontek perilaku dr orang akil balig cukup akal atau yg bisa kita sebut dgn over-palsu.
Contoh Imitasi Positif:
- Anak yg sedari kecil berkembang & berkembang di dlm keluarga yg berbicara lemah lembut dlm kehidupan sehari-harinya, akan terbiasa menirukan gaya berbicara anggota keluarganya yakni dgn suara lemah lembut juga.
- Bentuk hubungan sosial dgn keluaraga sendiri sudah kita lakukan semenjak kecil. Misalkan, di Indonesia sendiri, anak yg terlahir di Solo akan condong berbicara dgn lemah lembut karena memang keluarga mereka sudah biasa berbicara dgn lemah lembut.
- Sebaliknya, anak Indonesia Timur yg memang latar belakang keluarganya adalah seorang nelayan dimana mereka sering memakai bunyi keras untuk berkomunikasi di laut, maka dengan-cara otomatis mereka condong menirukan gaya berbicara orang tua merek yg keras & lantang.
- Seorang kakak yg mampu berprestasi disekolah menjadi panutan adik. Adik tersebut akan pula berhasrat memiliki prestasi yg sama seperti kakanya.
- Mereka akan berusaha mengimitasi beberapa kebiasaan sang kakak yg menurut mereka membuat kakaknya mendapatkan prestasi.
- Misalkan, mereka akan menirukan jam berapa kakaknya berguru, dimana kakaknya mencar ilmu serta bagaimana cara kakaknya mencar ilmu. Atau apabila sang kakak mempunyai prestasi di bidang olahraga, sang adik pula terkadang akan berusaha menggeluti bidang olahraga sama semata-mata untuk menirukan sikap kakaknya.
Contoh Imitasi Negatif :
- Berbagai adegan yg ada di tayangan sinetron Indonesia seringkali kurang diamati oleh pihak terkait. Tak jarang, tayangan-tayangan di televisi mempetontonkan adegan-adegan percintaan bahkan kekerasan yg tak semestinya ditonton oleh anak kecil.
- Bila adegan ini hingga ditiru oleh anak-anak, maka pengaruh yg ditimbulkan pun akan menjadi tak baik. Untuk itu pengawasan & pendampingan tatkala menonton televisi harus dibutuhkan mengingat ada beberapa adegan yg tak layak disantap oleh anak-anak.
- Apabila seorang anak berada dlm lingkungan pertemenana yg suka merokok atau senang bergaul dgn belum dewasa badung. Maka, sikap yg ditiru oleh belum dewasa pula mengitimasi dr sikap sahabat-temannya. Perhatikan selalu lingkungan pertemanan anak supaya mereka tak menjadi salah pergaulan.
Syarat Terjadinya Imitasi
Perilaku palsu bantu-membantu tak berlangsung dengan-cara otomatis. Akan tetapi, sikap ini diawali dr sikap menerima & menghargai perilaku palsu tersebut. Bagaiamana mampu seseorang melaksanakan palsu tanpa menerima & menghargai sikap yg diimitasi? Selain dgn sifat mendapatkan & menghargai, berikut ada beberapa syarat-syarat terjadinya imitasi yg berlawanan dgn syarat terjadinya interaksi sosial, diungkapkan berdasarkan Choros (2003:66) selaku berikut :
- Seseorang yg berimitasi harus mempunyai minat terhadap sesuatu yg diimitasi. Ini merupakan syarat yg pertama & yg peling mendasar.
- Seperti yg telah kita jelaskan di awal, seseorang yg mengitimasi sesuatu harus mempunyai sifat menerima terhadap sesuatu yg akan diimitasi tersebut.
- Selain minat & menerima, kita pula wajib menawarkan pengahargaan sosial yg tinggi terhadap sesuatu yg akan menjadi objek imitasi.
- Dan terakhir, seseorang yg akan melakukan artifisial mesti memiliki pengetahuan yg besar & luas terhadap sesuatau yg dijadikan selaku materi imitasi.
Demikian syarat-syarat yg mendasari terjadinya palsu. Walaupun kita ingin mengimitasi sikap seseorang, akan lebih baik jika kita lebih dulu memilih mana langkah-langkah artifisial yg menunjukkan dampak positif. Agar kita bisa terhindar dr dampak imitasi yg menunjukkan pengaruh negatif. Semoga penjelasan ini mampu memperbesar wawasan pengetahuan kita khususnya dlm bidang ilmu pengetahuan sosial & bermanfaat di kehidupan berikutnya.