Rempah – rempah adalah komoditas perdagangan unggul yg bisa menciptakan banyak keuntungan. Bahkan sejak zaman dahulu, kekayaan alam ini sudah banyak diperebutkan. Rempah – rempah berharga tinggi di pasaran Eropa sehingga bangsa Eropa tergiur untuk mendapatkannya lebih banyak lagi. Indonesia selaku negeri yg kaya akan rempah – rempah menjadi target empuk, utamanya semenjak awal penjajahan Belanda di Indonesia. Para pedagang Eropa sudah usang mengincar Kepulauan Nusantara karena terkenal akan kesuburannya & tanah yg mudah ditanami oleh flora apapun.
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yakni sebuah komplotan jualan atau kongsi jualan Hindia Timur yg dibentuk oleh Belanda & didirikan pada 20 Maret 1602. VOC pula dijuluki negara didalam negara sebab menguasai Indonesia berkat hak istimewa VOC yg diberikan oleh pemerintah Belanda. VOC memiliki hak monopoli untuk beraktivitas di bidang perdagangan di Asia semenjak awal penjajahan Belanda di Indonesia. VOC dianggap sebagai perusahaan pertama bersistem pembagian saham & pula sebagai perusahaan multinasional pertama.
Salah satu hak oktroi atau hak istimewa dlm sejarah VOC Belanda yaitu bahwa VOC berhak untuk memiliki pasukan tentara sendiri, mempublikasikan mata duit sendiri & berwenang untuk bernegosiasi dgn negara lain, bahkan berhak menyatakan perang. Tujuan utama dibentuknya VOC yakni untuk menyebabkan bencana pada musuh & untuk keselamatan tanah air. Pada dikala itu Belanda bersaing dgn Portugis & Spanyol untuk menguasai jual beli di Asia. Selama berkuasa, kebijakan VOC Belanda banyak sekali yg menyengsarakan rakyat Indonesia.
Kebijakan VOC Secara Umum
- Menguasai pelabuhan & mendirikan benteng untuk melancarkan usaha monopoli jual beli sebagai akibat penjajahan.
- Melakukan politik devide et impera atau politik adu domba untuk memecah belah & menguasai kerajaan – kerajaan di Indonesia.
- Mengangkat seorang Gubernur Jenderal untuk memperkuat kedudukannya di kawasan jajahan yakni salah satu potongan dr kebijakan VOC Belanda.
- Mempraktekkan hak oktroi yg diberikan oleh pemerintah Belanda sepenuhnya yg sangat merugikan bangsa Indonesia. Sebab hak tersebut seolah memberi VOC kekuasaan yg tak terbatas selaku kepanjangan tangan dr pemerintah sentra Belanda. Hak tersebut meliputi hak monopoli, hak untuk mencetak uang, mendirikan benteng, melaksanakan perjanjian, & membentuk pasukan prajurit.
- Kebijakan VOC Belanda dengan-cara biasa untuk membangun markas di Batavia, dipindahkan dr pangkalan sebelumnya di Banten & Ambon. Markas gres ini diperlukan bisa menyanggupi semua kebutuhan & kepentingan VOC di Hindia Belanda. JP Coen menetapkan untuk memindahkan markas VOC karena di Banten terjadi pertikaian dgn etnis Cina, Banten & Inggris. Sedangkan Maluku tak memadai untuk dijadikan sebagai kantor sentra alasannya terlalu kecil. Jayakarta terpilih alasannya memiliki gudang & loji VOC semenjak tahun 1610, & setelah sukses menguasainya, nama kota tersebut diubah menjadi Batavia.
- Melakukan pelayaran Hongi (Hongi Tochten) yg menjadi suatu kejadian perampasan, perampokan, pelecehan seksual, perbudakan & pembunuhan bagi rakyat Maluku. Pelayaran ini ialah hasil kebijakan Pieter Booth, Gubernur Jenderal VOC pertama. Tatkala Belanda sukses menguasai Ambon pada 1605, pelayaran Hongi dilakukan untuk mengawasi jalannya monopoli jual beli rempah – rempah di Maluku.
- Kebijakan VOC Belanda mencakup hak ekstirpasi, yaitu hak untuk memusnahkan tumbuhan rempah – rempah yg melebihi ketentuan yg ada. Bagi rakyat, hak ini menjadi ancaman yg mematikan harapan akan kelebihan sumber penghasilan.
- Kebijakan VOC Belanda berikutnya yaitu keharusan untuk menyerahkan hasil bumi mirip lada, kayu bagus, beras, ternak, nila, gula & kapas.
- Kebijakan VOC Belanda pula menerapkan Prianger Stelsel sejak 1723, aturan yg mengharuskan rakyat Priangan untuk menanam kopi & menyerahkan kesudahannya pada VOC.
- Mendapatkan monopoli perdagangan pala di Hindia dgn cara brutal seperti pada peristiwa Pembantaian Banda 1621. Pala yaitu komoditas yg cuma ada di Banda, & untuk menerimanya JP Coen memakai cara yg keras & brutal yakni menghalau & melenyapkan penduduk asli pulau Banda.
Kebijakan VOC Dibawah Daendels
- Daendels membuat kebijakan VOC Belanda dlm bidang birokrasi pemerintahan dgn membubarkan badan legislatif pendamping gubernur jenderal & menggantinya dgn dewan penasihat. Daendels pula membagi pulau Jawa menjadi 9 prefektur & 31 kabupaten. Kepala prefektur adalah residen yg membawahi beberapa orang bupati. Bupati diangkat selaku pegawai pemerintah Belanda & diberi penghasilan. Daendels pula membentuk sekretaris negara (Algemene Secretarie).
- Kebijakan VOC Belanda di masa Daendels dlm bidang aturan dgn membentuk tiga jenis peradilan. Satu untuk orang Eropa, pribumi & untuk orang timur abnormal.
- Kebijakan VOC Belanda selanjutnya di bidang militer yaitu tatkala Daendels membangun jalan raya Anyer Panarukan sebagai fasilitas kemudian lintas bagi pertanian & perekonomian. Jumlah pasukan angkatan perang pula ditambah menjadi 20 ribu orang dr 3 ribu orang, membangun pabrik senjata di Gresik & Semarang, pangkalan angkatan bahari di Ujung Kulon & Surabaya & pula benteng – benteng pertahanan.
- Korupsi diberantas tanpa pandang bulu tergolong pada orang Eropa dgn pembentukan Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rakenkaer) tetapi konon Daendels sendiri malah melaksanakan korupsi di bidang penjualan tanah pada swasta.
- Kebijakan VOC Belanda pula mempublikasikan uang kertas & memperbaiki honor pegawai. Menetapkan pajak in natura & sistem penyerahan wajib untuk hasil bumi pada pemerintah Kerajaan Belanda dgn harga yg sudah diputuskan.
Kebijakan VOC Zaman Van den Bosch
- Pasca terjadinya defisit keuangan pemerintah Belanda, para pejabat di bawah pimpinan Van den Cappellen mulai melakukan sejumlah kebijakan di bidang internal & eksternal yg dikenal dgn Kebijakan Pintu Terbuka. langkah awal yakni dgn mengangkat Johannes van den Bosch selaku Gubernur Jenderal gres setelah T.S. Raffles (1811 – 1816).
- Van den Bosch mengawali kebijakan VOC Belanda gres berbentukpelaksanaan tanam paksa karena kondisi keuangan Belanda yg memburuk. Sistem ini pada dasarnya menargetkan perkembangan hasil pertanian dr kawasan jajahan atau kawasan yg terkena pengaruh tanam paksa biar mampu mengembangkan keadaan keuangan Belanda. Dampak tanam paksa menjadi kurun yg paling mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia pada masa penjajahan Belanda & tidak boleh setelah muncul berbagai kritik dr dlm negeri & mancanegara Belanda.
Kebijakan VOC Belanda meliputi aneka macam bidang sebab mereka pada dasarnya diberikan kebebasan untuk mengurus kawasan jajahan dgn caranya sendiri. VOC kerap disebut selaku negara di dlm negara, berkat hak oktroi yg dimilikinya. Mereka berhak menciptakan peraturan di aneka macam bidang untuk mendukung kelangsungan perjuangan dagangnya, & dgn demikian mendatangkan pendapatan yg besar untuk kas Belanda.
Begitu pula kebijakan yg dibikin pada zaman Daendels, yg membiarkan perkembangan perbudakan seperti yg tampakpada kerja rodi di proyek jalan raya Anyer Panarukan. Begitu pula akhir penjajahan Belanda pada zaman van den Bosch yg sama sekali tak membuat keadaan rakyat Indonesia lebih baik, melainkan menjadi makin sengsara. Tidak hanya kekayaan alam Indonesia yg dikeruk habis – habisan, tetapi rakyat pula mengalami penderitaan yg amat besar yg tak bisa dibayangkan oleh generasi masa kini.