close

5 Kebijakan Voc Di Bidang Politik Dan Pengaruhnya

Veerenigde Oost-Indische Compagnie atau umumdisingkat dgn VOC ialah sebuah perusahaan dagang milik Kerajaan Belanda dgn konsentrasi jual beli di rempah-rempah mengingat harga rempah sangat tidak murah di masa itu. Secara bahasa VOC, bermakna kongsi dagang hindia timur. Masa penjajahan Belanda di Indonesia cukup lama. Mereka melakukan semuanya demi mengeksploitasi sumber daya alam & sumber daya manusia di Indonesia. Perlakuan mereka pada masyarakatIndonesia sangat semena-mena.

Tak heran kalau banyak pahlawan dr tanah air melakukan perlawanan. Demi melancarkan semua kepentingannya & demi menahan perlawanan kaum pribumi, VOC melaksanakan banyak seni manajemen di aneka macam bidang. Salah satunya di bidang politik. Tapi sebelum masuk ke kebijakan VOC, akan lebih baik membaca sejarah VOC Belanda. Berikut akan kita diskusikan kebijakan VOC di bidang politik.

1. Mengangkat Gubernur Jenderal

Pengangkatan Gubernur Jenderal membuat lebih mudah tujuan VOC di Indonesia. Bisa dikatakan, Gubernur Jenderal VOC merupakan perpanjangan tangan atau perwakilan Kerajaan Belanda di Indonesia. Jika dianalogikan, bisa dikatakan Gubernur Jenderal menyerupai seperti presiden di Indonesia. Tiap Gubernur Jenderal mempunyai kebijakan khas tersendiri. Berikut adalah daftar Gubernur Jenderal VOC beserta kebijakannya.

  • Pieter Both yg menjabat mulai 1609 sampai 1614. Kebijakannya disebut Pelayaran Hongi yg konsentrasi di bidang laut & ekonomi. Pelayaran Hongi adalah upaya VOC melaksanakan monopoli dagang dgn cara mengharuskan rakyat untuk menjual semua rempah pada VOC. Pelayaran Hongi pula melaksanakan kontrol. Jika jumlah rempah terlalu banyak maka akan dimusnahkan biar harga jualnya tetap mahal. Hak ini disebut dgn Hak Ekstirpasi. Mereka melakukan patroli pelayaran di kawasan Maluku alasannya waktu itu sentra VOC berada di sana. Mereka pula mendirikan banyak pelabuhan untuk memperkiat pelayarannya.
  • Jan Pieterzoon Coen yg menjabat mulai 1619 hingga 1623 & berlanjut pada 1627 hingga 1629. Kebijakan bersifat politiknya yakni memindahkan pusat VOC ke Jayakarta. Kebijakan bersifat ekonomi yaitu mewujudkan monopoli perdagangan lada.
  • Herman Wilhelm Daendels yg menjabat pada 1808 hingga 1811. Waktu itu di Eropa sedang berkecamuk Perang Napoleon sehingga Daendels perlu menjaga Jawa dr kemungkinan serangan musuh. Kebijakannya yg populer yaitu memberlakukan metode kerja paksa bernama Rodi yg fokus bergerak di bidang infrastrukur & pertahanan militer. Kerja paksa ini membuat jalan raya dr Anyer hingga Panarukan. Sekarang kita mengenalnya sebagai jalur pantura.

2. Mencampuri Urusan Para Bangsawan

Untuk menanamkan pengaruhnya, VOC selalu mencampuri urusan para aristokrat. Sudah biasa bila VOC ikut-ikutan permasalahan bangsawan. Mereka aktif dlm menanamkan dampak & janji bantuan, aktif dlm menciptakan perjanjian dgn para raja, keluar masuk istana & politik devide et impera. Perjanjian dgn VOC memang sekilas terlihat menguntungkan di permulaan waktu atau dengan-cara jangka pendek tapi sungguh merugikan tatkala jangka panjang. Lama-usang para ningrat sadar bahwa VOC memanfaatkan kepentingan sesaat para bangsawan sebelumnya membunuhnya dgn perjanjian yg sungguh merugikan kerajaan. Bahkan dlm beberapa kasus, dominasi raja malah menyusut karena dominasi VOC terlalu kuat. Sehingga sejatinya VOClah yg berkuasa atas lingkungan kerajaan tersebut.

3. Politik Devide et Impera

Politik devide et impera yakni politik VOC untuk mengatur tanah jajahan. Secara bahasa mempunyai arti pisah & taklukkan tapi kita mengenalnya dgn politik memecah-belah. Satu pihak yg bertikai didukung oleh VOC untuk melawan darah biru yg lain. Sehingga pada praktiknya pribumi melawan pribumi. Politik devide et impera ini cukup efektif untuk menangkal bersatunya & kebangkitan pribumi yg memiliki potensi mengancam pendudukan VOC. Sehingga dlm praktiknya pribumi melawan pribumi demi kepentingan & ambisi langsung. Jika pribumi mampu bersatu, maka akan terjadi perang besar seperti Perang Jawa di periode Pangeran Diponegoro yg sangat merugikan VOC & kas keuangan Belanda. Contoh korban politik devide et impera yakni kisah Sultan Haji, kisah Perang Paderi & dongeng usaha Pangeran Antasari. Begitu darah biru yg disokong VOC menang, VOC akan memperlakukan ningrat tersebut mirip bonekanya.

4. Memberlakukan Hak Oktroi

Hak Oktroi yakni hak istimewa yg diberikan oleh Belanda pada VOC. Hak ini sangat menguntungkan VOC di banyak bidang. Di bidang ekonomi & finansial, VOC diizinkan melaksanakan monopoli rempah, membuat & mengedarkan uang sendiri. Di bidang militer, VOC boleh mendirikan benteng & mempunyai tentara sendiri. Tentara-prajurit inilah yg digunakan untuk menghadapi perlawanan pribumi. Di bidang politik, VOC boleh menciptakan perjanjian dgn para raja, mengangkat & menurunkan penguasa lokal. Di bidang tenaga kerja, VOC mampu merekrut & memecat pegawai.

5. Pemindahan Markas Besar ke Batavia

Kebijakan pemindahan markas ke Batavia ini terjadi tatkala Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen. Markas permulaan VOC berada di Maluku. ia merasa Maluku terlalu kecil sebagai markas besar & kurang mampu memenuhi semua keperluan di tanah jajahan. Kemudian ia terpesona pada Banten. Tapi sesudah menimbang-nimbang beberapa hal, Banten tak lagi mempesona alasannya adalah pertentangan dgn Inggris, Cina & orang Banten sendiri. Coen tetap menginginkam supaya Jawa sebagai kantor sentra alasannya adalah lebih gampang untuk mengurusi banyak hal. Akhirnya Coen memilih Jayakarta selaku markas besarnya. Di sana pula ada banyak loji & pergudangan. Tentu saja pangeran di sana menolak kehadiran Belanda. Hingga akhirnya meletuslah peperangan antara Belanda melawan sang pamgeran. Pangeran pun kalah & VOC sukses mengusor sang pangeran. Diubahlah nama Jayakarta menjadi Batavia.

Demikian berita perihal kebijakan VOC di bidang politik. Kebijakan VOC di bidang politik perlu diketahui karena kebijakan-kebijakan inilah yg menindas, mengeksploitasi, memperbudak & membunuh nenek moyang kita. Beginilah akibat dr kolonialisme & imperialisme. Tak heran jikalau Bung Karno membenci paham ini. Penindasan ini baru berhenti tatkala para kaum humanis Belanda menuntut sehingga diberlakukanlah politik etis. Politik etis ini terjadi masa Hindia Belanda.

Bubarnya VOC tak lantas menyelesaikan penderitaan rakyat Indonesia. Kini namanya berkembang menjadi Hindia Belanda & masih menanggung akhir penjajahan. Contohnya periode Van den Bosch dan dampak tanam paksa. Cukup banyak tempat yg terkena efek Tanam Paksa.

  35 Candi Peninggalan Agama Hindu Di Indonesia