Seperti
yang telah diketahui, Indonesia mempunyai beberapa kabinet pemerintahan guna
membantu Presiden melakukan pemerintahan dgn beberapa acara kerja yang
menjadi wewenang anggota kabinet. Ada beberapa kabinet yg terbentuk setelah Indonesia
resmi menolak pembentukan negara Republik Indonesia Serikat.
Kabinet-kabinet ini memiliki perbedaan masing-masing dlm masa kekuasaannya, sehingga memperlihatkan pengaruh yg berlainan pula pada penduduk . Salah satu kabinet yg pernah ada setelah masa pembubaran Republik Indonesia Serikat atau kabinet pada masa demokrasi liberal adalah Kabinet Wilopo. Namun, kabinet ini cuma berkuasa selama satu tahun lebih dikarenakan oleh beberapa faktor.
Latar Belakang Terbentuknya Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo merupakan kabinet ketiga sehabis pembubaran negara Republik Indonesia Serikat. Kabinet ini terbentuk sesudah berakhirnya Kabinet Soekiman yg sebelumnya menandatangani persetujuan untuk menerima tunjangan ekonomi & persenjataan dr Amerika Serikat atas dasar Mutual Security Act (MSA).
Persetujuan ini memunculkan beberapa tafsiran bahwa Indonesia sudah memasuki Blok Barat, sehingga bertentangan dgn tujuan politik luar negeri Indonesia yg bebas aktif. Kemudian Masyumi & PNI (Partai Nasional Indonesia) pula menentang tindakan Soekiman sehingga mereka mempesona dukungannya pada kabinet tersebut. Adanya pertentangan ini menciptakan DPR kesudahannya memutuskan untuk menggugat Sukiman & terpaksa mesti mengembalikan mandatnya pada Presiden.
Pada
tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojoskarto dr PNI dan
Prawoto Mangkusasmito selaku formatur yg diperintahkan oleh Presiden untuk
menciptakan kabinet baru yg berpengaruh & mendapat dukungan berpengaruh dr para anggota
badan legislatif.
Namun,
nyatanya usaha kedua tokoh ini rampung menemui kegagalan karena tak dapat
memilih & menyepakati siapa pun kandidat-calon yg akan tergabung dalam
kabinet baru. Sehingga, pada tanggal 19 Maret kesannya kedua formatur ini
mengembalikan mandatnya pada Presiden Soekarno dgn menunjuk Mr. Wilopo
(anggota PNI) sebagai formatur baru. Dan, dua ahad setelahnya tepatnya pada
30 Maret Mr. Wilopo mengajukan susunan kabinetnya yg berjumlah 18 orang dan
tersusun atas:
- Empat orang dr anggota PNI (Partai
Nasional Indonesia) - Empat orang dr anggota Masyumi
- Dua orang dr PSI
- Satu orang dr masing-masing partai
PKRI (Partai Katholik Indonesia), Parkindo (Partai Nasrani Indonesia), Partai
Buruh, & PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) - Dan, tiga orang sisanya dari
golongan tak berpartai.
Penyebab Jatuhnya Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Kabinet ini berkuasa mula dr tanggal 19 Maret 1952 sampai 02 Juni 1953. Yang menimbulkan kabiner ini tak mampu bertahan lama yaitu karena Kabinet Wilopo dianggap bersalah atas penyelesaian persoalan tanah perkebunan di Sumatera Utara yg dikenal dgn Peristiwa Tanjung Morawa, dimana dilema ini milik modal yg membuat pers & pihak badan legislatif bereaksi serta munculnya mosi tak yakin dr Serikat Tani Indonesia kepada Kabinet Wilopo.
Peristiwa Tanjung Morawa ini dijadikan sarana oleh kelompok anti kabinet & pihak oposisi yang lain untuk mencela pemerintah. Akibatnya, Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya pada Presiden pada tanggal 02 Juni 1953. Selain insiden Tanjung Morawa, ada beberapa aspek lain yg mengakibatkan Kabinet Wilopo selsai. Berikut ini faktor-aspek penyebab jatuhnya Kabinet Wilopo:
- Krisis Ekonomi
Saat Kabinet Wilopo berkuasa, Indonesia mengalami masalah ekonomi yg cukup serius sampai timbul krisis ekonomi. Krisis yg terjadi ini disebabkan karena jatuhnya barang ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat yg menyebabkan pemasukan negara semakin menyusut.
Permasalahan ini kian memburuk karena para petani mengalami gagal panen. Hal ini tentu menghipnotis penurunan devisa kas negara yg diakibatkan oleh berkurangnya pemasukan sehingga memerlukan biaya yg besar untuk mengimpor beras & menyanggupi keperluan lainnya.
- Munculnya Gerakan Separatisme & Provinsialisme
Faktor berikutnya yg menyebabkan Kabinet Wilopo jatuh yakni munculnya gerakan separatisme & provinsialisme. Dua gerakan ini menjadi ancaman bagi keutuhan suatu negara.
Gerakan separatisme merupakan gerakan yg ingin memperoleh kedaulatan atau kemerdekaan & memisahkan diri dr negara, sedangkan provinsialisme ialah sekelompok orang yg cuma mementingkan wilayahnya tanpa memedulikan kepentingan nasional.
Dalam masa Kabinet Wilopo, beberapa wilayah mirip di Sumatera & Sulawesi merasa tak puas dgn pemerintahan yg ada sehingga muncullah gerakan separatisme & provinsialisme.
- Munculnya Sentimen Kedaerahan
Pada tahun-tahun awal kemerdekaan, sentimen kedaerahan lumayan banyak terjadi dimana warganya merasa tak puas dgn pemerintahan yg ada.
Daerah-tempat sentimen ini pula menuntut untuk diperluasnya hak otonomi tempat sehingga pemerintah harus mengambil langkah yg tepat untuk menghadapinya. Dalam hal ini, Kabinet Wilopo tergolong kabinet yg kurang mempunyai kinerja elok sehingga sentimen kedaerahan cukup tinggi.
- Reorganisasi (Profesionalisasi Tentara)
Reorganisasi atau upaya profesionalisasi prajurit memunculkan pro kontra di golongan partai politik. Reorganisasi ini menimbulkan konflik yg terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952, di mana terdapat konflik di tubuh angkatan darat (serdadu) & polisi sipil (DPR) lantaran upaya pemerintah untuk menempatkan Tentara Nasional Indonesia selaku alat sipil yg membuat golongan partai politik merasa terancam kedudukannya.
- Adanya Peristiwa Tanjung Morawa
Penyebab yg paling terkenal jatuhnya Kabinet Wilopo merupakan lantaran adanya peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa ini mengenai duduk perkara tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Perkebunan tersebut yaitu perkebunan milik orang ajaib atau imigran gelap yg menggarap tanah-tanah tersebut dengan-cara ilegal, mencakup kelapa sawit, teh, & tembakau.
Mengetahui hal ini, pemerintah segera mengambil tindakan untuk memindahkan para penggarap ilegal ini dgn memberinya ganti rugi serta menyediakan lahan pertanian lain. Namun, dlm upayanya pemerintah terhalang oleh Barisan Tani Indonesia (BTI) yg termasuk subunit G30S/ PKI.
Hingga pada 16 Maret 1953, pemerintah terpaksa mentraktor area perkebunan tersebut dgn dikawal pasukan polisi. Akan tetapi, anggota BTI tetap bertekad menggagalkan rencana ini sehingga mengerahkan massa lebih banyak. Bahkan, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan namun tetap tak dihiraukan sehingga peperangan berdarah tak dapat dikesampingkan.