Indonesia merupakan negara kepulauan yg besar, terdiri dr pulau – pulau besar & kecil yg terpisah oleh lautan. Salah satu pulau paling besar di Indonesia yaitu Kalimantan, yg tentunya mempunyai sejarah tersendiri dlm masa penjajahan Belanda di Indonesia. Sejarah perlawanan rakyat pada masa penjajahan Belanda di Indonesia tersebut sebagai kepingan dr sejarah berdirinya bangsa Indonesia pula terjadi di Kalimantan Selatan, tepatnya di kota Banjarmasin. Wilayah Kesultanan Banjar pada dikala itu yaitu kurun ke 19 mencakup kawasan Propinsi Kalimantan Selatan & Kalimantan Tengah.
Kesultanan Banjar tergolong pada sejarah kerajaan islam di Indonesia & pusat kerajaan ini yaitu kota Martapura yg diketahui sebagai kota intan di masa sekarang. Posisi Kesultanan Banjar selaku salah satu kerajaan di Indonesia cukup strategis dlm perdagangan dunia pada saat itu, berasal dr begitu banyak sumber daya alam Kalimantan seperti emas, intan, lada, rotan & kayu damar. Kekayaan alam milik Kesultanan Banjar ini menciptakan Belanda tergiur untuk ikut menemukan laba & kian berusaha untuk menguasai wilayah ini, bahkan melalui berbagai cara seperti paksaan & akal kancil.
Latar Belakang Perang Banjarmasin
Penyebab perang Banjarmasin mampu dilihat dr latar belakangnya pada sejarah perang Banjar. Untuk melindungi kekuasaannya yg tak sah lantaran merebut tahta dr keturunan Sultan Kuning yg asli & adanya ancaman dr Pangeran Amir sebagai penerus tahta sah, Sultan Tahmidullah II melaksanakan perjanjian dgn Belanda pada tahun 1817 yg berisi penyerahan sebagian daerah Banjar pada Belanda. Wilayah Banjar yg diserahkan tersebut yaitu Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai & Beran. Akibatnya daerah Banjar semakin menyempit & habis.
Kondisi tersebut tentu saja memberi dampak sangat besar pada kehidupan rakyat & bangsawan serta pemimpin Banjar. Gaya hidup Barat yg dibawa Belanda turut memperburuk suasana ekonomi rakyat pada masa itu, tergolong tingginya jumlah pajak yg ditetapkan Belanda yg harus dipatuhi rakyat. Berdasarkan perjanjian – perjanjian yg dibentuk Sunan Nata Alam demi melindungi kekuasaannya yg tak sah inilah, Belanda memiliki hak untuk ikut menertibkan Kesultanan Banjar. Pangeran Amir jadinya ditangkap Belanda & dibuang ke Srilanka.
Penyebab Perang Banjarmasin
Perang Banjarmasin atau perang Banjar ialah perang yg terjadi selaku suatu bentuk perlawanan dr rakyat & Kesultanan Banjar terhadap penjajah kolonial Belanda yg kejam. Perang ini pula diketahui dgn nama Perang Banjar-Barito atau Perang Kalimantan Selatan, berlangsung pada tahun 1859 – 1906. Menurut sumber Belanda, peperangan berjalan lebih singkat yaitu semenjak tahun 1859 – 1863. Konflik dgn Belanda ini dimulai sejak Belanda memperoleh hak untuk monopoli dagang di Kesultanan Banjar menurut sejarah VOC Belanda & mulai mencampuri permasalahan kerajaan. Penyebab dr perang Banjarmasin dengan-cara garis besar antara lain:
1.Penguasaan aneka macam macam perkebunan & pertambangan di Kalimantan Selatan oleh Belanda
Kondisi alam yg kaya akan sumber – sumber daya menciptakan Belanda tergiur & mengharapkan kekayaan alam tersebut untuk mereka sendiri. Hasil – hasil perkebunan & pertambangan yg berlimpah mirip watu bara, intan, lada, emas, rotan & kayu damar beserta rempah – rempah merupakan kekayaan alam milik penduduk Banjar yg tak ternilai. Pada dasarnya, Belanda ingin menjadi penguasa tunggal di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan. Itu sebabnya mereka berupaya habis – habisan untuk mengambil alih kekuasaan & sumber daya alam dr Kesultanan Banjar & rakyatnya.
2. Belanda turut campur dlm persoalan Kesultanan Banjar
Penyebab perang banjarmasin berikutnya yakni taktik Belanda
yang digunakan untuk menguasai & menduduki satu kawasan yakni dengan
mengacaukan penguasa sebelumnya. Masuknya Belanda dlm politik kerajaan,
prospektif daerah & jabatan pada orang – orang tertentu, & mengadu
domba antara pejabat tinggi Kesultanan yg kuat. Pada zaman tersebut,
Raja Sulaiman erat dgn Belanda & menerima janji cantik dr Belanda
sehingga ia menyerahkan kekuasaan dr banyak wilayah di Kalimantan Selatan
terhadap pihak Belanda. Wilayah – kawasan tersebut menjadi senjata bagi pihak
Belanda untuk semakin menjadi – jadi mencampuri masalah kerajaan.
3. Campur tangan Belanda dlm pemilihan Sultan
Wafatnya Sultan Muda Abdurrahman, cucu Raja Sulaiman & putra Sultan Adam Al-Watsiq Billah, pada 1852 M yakni permulaan mula kesemrawutan suksesi kedudukan Raja di Kesultanan Banjar. Ketiga orang putranya diadu domba oleh Belanda untuk berebut kekuasaan. Pangeran Hidayatullah adalah pewaris kedudukan Raja sesuai dgn surat wasiat Putra Mahkota, namun Belanda malah mendukung Pangeran Tamdjidillah yg bertabiat buruk, suka berjudi & minum minuman keras selaku raja, sementara Pangeran Prabu Anom diwasiatkan oleh ayahnya untuk menjadi Mangkubumi Kalimantan Selatan. Belanda lewat perwakilannya berjulukan E.F. Graaf Von melantik Pangeran Tamdjidillah menjadi sultan dengan-cara sepihak, & mencampakkan Prabu Anom ke Bandung, Jawa Barat. Pangeran Hidayatullah yg diminati rakyat balasannya dijadikan Mangkubumi dgn syarat memberikan konsesi dr tambang watu bara pada Belanda.
4. Siasat memecah-belah Belanda yg merusak
Penyebab perang Banjarmasin adalah kerusakan pada tatanan
Kesultanan Banjar & keadaan internalnya karena Belanda selalu menghembuskan
pertentangan untuk menemukan keinginannya akan kekuasaan tunggal di Kesultanan
Banjar. Kekacauan di Kesultanan Banjar membuat rakyat tak suka kepada
penjajahan Belanda, terutama karena Belanda menentukan orang yg tak mereka
dukung sebagai Sultan .
5. Kondisi ekonomi rakyat yg memprihatinkan
Monopoli Belanda terhadap kekayaan alam Banjar & penetapan pajak yg tinggi merupakan sumber penyebab dr perang Banjarmasin yg lain. Kondisi demikian membuat rakyat Banjar menderita & hidup dlm kesusahan sehingga mereka membenci eksistensi penjajah Belanda di kawasan mereka. Sejak periode 17, monopoli tersebut telah sungguh merugikan rakyat. Kondisi ekonomi pula menjadi latar belakang sejarah perang Kamang di Sumatera Barat & dlm sejarah perang Banten.
Akibat Perang Banjarmasin
Perang gerilya yg dilancarkan Pangeran Hidayatullah dan
sepupunya, Pangeran Antasari (keturunan Pangeran Amir) menemui hasilnya ketika
Belanda berhasil menyandera Ratu Siti, ibunda Pangeran Hidayatullah. Pangeran
Hidayatullah yg merupakan Sultan sah Banjar dibawa dr Martapura pada 2
Maret 1862 & diasingkan ke Cianjur. Perjuangan untuk mengungguli penyebab
perang Banjarmasin ini kemudian dilanjutkan oleh Pangeran Antasari yg wafat
pada 11 Oktober 1862, namun perang terus berjalan dgn dipimpin oleh putra –
putranya yakni Gusti Muhammad Seman & Gusti Muhammad Said. Perlawanan pada
risikonya berhasil dipatahkan oleh Belanda. Kegagalan perlawanan rakyat dan
darah biru Banjar merugikan eksistensi & kelancaran Kesultanan Banjar & menyebabkan
balasan sebagai berikut:
- Pembubaran Kesultanan Banjar
Kesultanan Banjar dihapus oleh Belanda pada tahun 1860. Belanda tidak ingin mengalami pertentangan lebih lanjut berupa pemberontakan selanjutnya, lantaran itu Kesultanan Banjar dibubarkan beserta semua pemerintahan di bawahnya. Belanda kemudian membentuk pemerintahan baru untuk menertibkan birokrasi & tata cara pemerintahan.
- Seluruh Kalimantan Selatan dikuasai Belanda
Penguasaan pemerintahan pusat daerah Kalimantan Selatan oleh Belanda berarti bahwa Belanda berhasil memperoleh kendali akan pengaturan daerah tersebut tanpa adanya perlawanan besar lagi.
- Penguasaan berbagai sumber daya alam
Dengan menguasai seluruh wilayah Kesultanan Banjar, Belanda berhasil pula mempunyai kekuasaan atas seluruh sumber daya alam di kawasan tersebut & bebas melakukan apa saja yg menciptakan rakyat semakin sengsara.
Rakyat yg merasakan hidup tenteram pada zaman kekuasaan Kesultanan
Banjar, terlepas dr kudeta internal kerajaan mengalami
kesengsaraan yg berlebih sewaktu berada di bawah kekuasaan Balanda. Penyebab
perang Banjarmasin yg gagal diperjuangkan membuahkan kesulitan & kejatuhan
Kesultanan Banjar tatkala dihapuskan oleh Belanda dengan-cara sepihak. Perlawanan gigih
dari rakyat mesti kalah pada persenjataan & taktik yg lebih unggul dari
Belanda pada saat itu.