Dieng merupakan suatu daerah dataran tinggi yg terkenal akan pemandangan terindah di Jawa Tengah selain peninggalan lain berupa candi di Klaten. Menjadi serpihan dr Kabupaten Banjarnegara, Dieng pula menyimpan sejumlah bangunan peninggalan sejarah yg berharga berupa candi. Berikut ini merupakan klarifikasi seputar candi di Dieng:
1. Candi Arjuna
Candi Arjuna merupakan candi yg terletak di wilayah paling utara dr Kompleks Percandian Arjuna. Candi yg namanya diambil dr tokoh pewayangan tersohor Mahabarata ini bercorak hindu. Berdiri menghadap ke arah barat, Candi Arjuna memiliki candi perwara yaitu Candi Semar tepat berdiri di hadapannya. Candi yg dibangun oleh salah satu penguasa berdasarkan silsilah Kerajaan Mataram Kuno ini masih sering dikunjungi wisatawan sembari menikmati keindahan Pegunungan Dieng maupun berpartisipasi dlm pekan raya seni & budaya berjulukan Dieng Culture Festival yg diadakan dengan-cara tahunan.
Pahatan relief Candi Arjuna hampir mirip candi hindu yg lain, seperti adanya anak tangga yg mempunyai pegangan berhias kepala naga di ujungnya serta hiasan kalamakara di atas pintu menuju bilik candi. Pintu ini paling menjorok ke depan & beratap lancip ibarat rumah limas. Beberapa sisi candi pula mempunyai ruang berukir yg agak menjorok ketimbang dinding, disebut pula bilik penampil yg lazimmenyimpan arca hindu. Meskipun arca-arca beraliran hindu Syiwa ini sudah dipindahkan, hadirin masih bisa menyaksikan bingkai berukir bunga kertas di sampingnya selaku ciri seni dr India & gesekan kalamakara di setiap potongan atas bilik penampil.
Di dlm bilik candi, terdapat yoni ibarat meja untuk meletakkan sesaji & lingga untuk mengalirkan air yg jatuh dr atap candi. Untuk potongan atap, Candi Arjuna memiliki atap piramid bertingkat tiga dgn puncak hampir melengkung atau tak terlalu lancip yg sudah mulai rusak. Menurut sejarah Candi Arjuna, terdapat banyak sekali candi di sekitarnya yg dibangun serentak serta memiliki jenis batu yg mirip, seperti Candi Semar, Candi Srikandi, & lain-lain. Candi ini pula masih menjadi tempat ibadah penduduk setempat serta dipercaya sebagai tempat suci untuk upacara cukur rambut gimbal.
2. Candi Gatotkaca
Sama mirip Candi Arjuna, Candi Gatotkaca pula beraliran hindu yg terletak di seberang Museum Dieng Kailasa. Candi ini menjadi candi yg paling kuat bertahan daripada kelompok candi Gatotkaca yg dulunya terdiri atas Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Setyaki, Candi Petruk, Candi Gareng, & Candi Gatotkaca sendiri. Candi yg dibangun pada masa pemerintahan Ratu Sima ini konon dahulu mempunyai sebuah telaga di bawah bukit tempat candi berada yg dinamakan Telaga Balai Kambang. Namun sayangnya dikala ini telaga tersebut sudah tak terlihat sebab tumbuhan & rumput liar yg semakin banyak.
Untuk memasuki bilik candi, terdapat anak tangga berukuran kecil tanpa pegangan tangga yg mengarah menuju pintu candi di dinding sisi barat. Pintu candi berhias kalamakara tanpa rahang bawah di serpihan atasnya. Candi yg ditopang oleh batur setinggi 1 meter ini pula mempunyai bilik penampil sebagai relung yg menjorok sedikit ke arah luar dr dinding timur, selatan, & utara candi. Di dlm candi, terdapat yoni untuk menaruh penerangan di sudut ruangan tetapi tak ditemani dgn lingga, tak seperti beberapa candi di Bali seperti Candi Tebing Tegallinggah.
Jika dilihat dr luar, Candi Gatotkaca berdenah bujur kandang dgn model tubuh balok yg serupa dgn atapnya sekaligus. Namun bantu-membantu atap ini bertingkat & meruncing yg disebut amalaka atau ratna tetapi bagian puncaknya sudah hancur sehingga nyaris sama lebarnya dgn tubuh candi. Saat ini, kepingan atap yg terlihat hanyalah atap berupa empat balok dr bata yg serupa tetapi letaknya semakin ke tengah kian menjorok ke depan.
3. Candi Dwarawati
Candi di Dieng selanjutnya adalah candi dwarawati. Berbeda dgn Candi Arjuna atau Candi Gatotkaca yg letaknya kaya jalan masuk & lebih terbuka, Candi Dwarawati terletak pada lokasi yg agak tersembunyi tepatnya di lereng Gunung Prahu. Pengunjung mesti melalui ladang kentang & pemukiman warga setempat untuk mampu menyaksikan bangunan candi. Selain Candi Dwarawati, di area ini pula didapatkan candi lain mirip Candi Parikesit, Candi Margasari, & Candi Pandu namun bebatuan candi-candi ini tak bisa didapatkan atau tinggal reruntuhannya saja.
Dibuat pada abad ke 8 Masehi, bangunan candi terbilang mirip dgn model dr India sehingga mungkin memiliki keterkaitan tertentu. Penamaan candi berpagar kawat setinggi 1 meter ini pula diambil dr ibukota Kerajaan Dwarata di India yakni Dwarawati. Sebagai peninggalan bercorak Hindu Syiwa, dahulu didapatkan arca Ganesha, arca Durga, & arca Agastya pada relung arca candi tetapi seluruhnya sudah dipindah ke Museum Kailasa. Bangunan setinggi enam meter ini cuma menunjukkan bata penyusun tanpa relief mendetail tertentu dgn susunan bata yg agak mirip dgn Candi Gatotkaca, contohnya anak tangga yg kecil tanpa pipi tangga, atap tersisa berupa kubus, & lain sebagainya.
4. Candi Puntadewa
Candi yg dikenal selaku candi tertinggi (sekitar 2,5 meter) di Kompleks Candi Arjuna ini mempunyai penamaan yg diambil dr putra tertua Pandawa dlm dongeng Mahabarata. Tingginya yg terlihat mencolok dibandingkan dengan keempat candi di sekitarnya, mirip Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandi, & Candi Sembrada yg ketinggiannya hampir mirip. Hal ini pula mencerminan kepemimpinan sosok putra pertama & budi atau keadilan bagi kerabat-saudaranya. Mampu bertahan sampai ketika ini, Candi Puntadewa dibuat dr watu andesit yg kokoh tetapi langka keberadaannya.
Candi peninggalan Wangsa Sanjaya ini memiliki batur tanpa relief serta tangga kecil yg dilengkapi dgn pipi tangga. Setelah melewati tangga, pengunjung akan menjumpai pintu serta bilik penampil bermotif kertas tempel. Namun, ruangan atau bilik candi terbilang sempit & tak terdapat arca melainkan hanya yoni. Untuk menyaksikan pahatan candi, hadirin harus menyaksikan di penggalan luarnya yakni jendela di sisi kanan, kiri, & belakang candi yg berbingkai dekorasi serupa dgn serpihan pintu. Sementara atap candi tak utuh, tepatnya hanya berbentuk satu kubus yg lebih kecil di serpihan tengah atas tubuh candi.
Uniknya, Candi Puntadewa memiliki candi perwara atau perhiasan hanya berupa tumpukan dua buah watu bulat dgn kerikil puncak berujung lancip. Tumpukan batu-batu pembentuk candi perwara yg dipercaya bisa menjaga candi ini berada di tengah susunan kerikil membentuk bujur sangkar yg terletak di depan candi. Candi perwara yg amat sederhana ini tentu berlawanan dgn bangunan lain mirip dlm sejarah Candi Penataran yg memiliki unsur kelengkapan candi perwara.
5. Candi Bima
Candi Bima merupakan salah satu Candi di Dieng yg terkenal akan keunikan arsitekturnya & menjadi situs terbesar yg didapatkan di area Dataran Tinggi Dieng. Sama halnya dgn Candi Dwarawati, Candi Bima menganut versi bangunan yg mirip dgn India yg ditandai dgn adanya tiga tingkatan mendatar bukannya model bangunan Jawa Tengah. Untuk mengakses candi yg terletak di atas bagan bujur sangkar ini, pengunjung harus melewati area persawahan. Kawasan candi ini mudah tertimpa musibah dr persawahan serta mempunyai struktur batuan & tanah tempat lokasi candi yg telah lapuk. Namun pemerintah rupanya pernah melaksanakan upaya penting seperti pemugaran ulang pada tahun 2012 silam untuk mempertahankan keutuhan candi.
Pengaruh India terlihat dr banyak sekali aspek penyusun candi. Misalnya ditemukannya beberapa relung ibarat tapal kuda serta motif aneka macam hiasan pada menara yg berasal dr India Selatan sampai bentuk candi sendiri berupa mangkuk yg ditangkupkan atau disebut Sikhara dr India Utara. Sementara penggalan atap terdiri atas lima tingkat mengecil ke atas yg berhias pelipit padma ganda & relung bagi arca yg dinamakan kudu. Arca berupa relief kepala dgn kuncup berhias ini dipercaya tak dimiliki oleh candi lain di Indonesia.
Selain tubuh candi yg tak mempunyai relief, ketiadaan prasasti pula menyisakan misteri pembangunan candi. Hal ini pun menyebabkan perdebatan pertimbangan mengenai keberadaan peradaban tersendiri di Dieng tetapi tak tersohor seperti peradaban tertua di dunia, sebelum masuknya efek Mataram Kuno beraliran Hindu. Pendapat ini didukung oleh bilik penampil yg tak kaya relief & tak ada arca di dlm relung candi yg letaknya agak terasing ini. Namun di sekeliling candi terdapat bekas berdirinya pagar pengeliling sehingga mampu menjadi bukti lokasi upacara Pradaksina.
Karena langkanya ornamen candi seperti arca kudu di potongan atapnya, nyaris setiap tahun didapatkan kasus pencurian dimana banyak orang ingin mencuri penggalan candi atau melaksanakan kejahatan lain yg bersifat memperburuk kondisi candi. Mulanya terdapat 24 buah arca kudu tetapi saat ini cuma bersisa 13 buah. Hal ini rentan terjadi alasannya adalah minimnya tenaga kerja untuk pengawasan, cuaca yg terlalu acuh taacuh, & letak antar candi di situs ini yg berjauhan sehingga pengawasan sulit dijalankan dengan-cara terintegrasi.
6. Candi Setyaki
Menjadi salah satu candi di Kompleks Candi Gatotkaca, Candi Setyaki mempunyai bentuk khas yg tetap mempesona khususnya sesudah melalui proses pemugaran. Saat ini, Candi Setyaki tersusun atas batuan gres dgn model candi atap terbuka & relatif pendek sehingga hadirin bisa melihat langit kalau memasuki bilik candi maupun melihat potongan dalamnya dr terlihat atas. Begitu pula candi perwara di sekitarnya hanya berupa sisa reruntuhan yg membentuk sisi empat dgn sedikit anak tangga. Karena usia yg terlalu tua, banyak bangunan mirip Candi Jago dlm peninggalan Kerajaan Singosari pula beratap terbuka sebagian.
Candi Setyaki telah diteliti sebagai peninggalan bercorak hindu yg dibangun pada periode ke 8 sampai 9 Masehi. Candi yg tak memiliki pagar pembatas ini memiliki goresan Kartikeya pengendara merak yaitu putra Dewa Syiwa namun sudah agak rusak, sedikit goresan binatang singa & kijang di tubuh bawah candi serta segelintir relief lain pada hiasan pintu candi. Pada salah satu pipi candi terdapat dekorasi makara di serpihan bawah yg hampir rusak. Bilik penampil candi pula tak memiliki arca lagi. Beberapa sejarawan mengungkapkan bahwa dulunya candi ini dimanfaatkan selaku tempat istirahat maupun tempat tinggal.
7. Candi Srikandi
Candi di Dieng yg terakhir ialah candi srikandi. Candi Srikandi merupakan salah satu peninggalan dinasti Sanjaya yg memiliki relief hindu yaitu Tri Murti yg meliputi Dewa Wisnu di sisi utara, Dewa Syiwa di kepingan timur, & Dewa Brahma di sisi selatan candi. Dalam agama hindu, pembangunan beberapa candi di Yogyakarta bermaksud untuk dipersembahkan pada Tri Murti.
Bangunan periode ke 8 hingga 9 Masehi ini memiliki batur setinggi setengah meter & ruangan atau bilik yg kosong. Sebenarnya terdapat relief pada dinding candi yg berupa kubus ini selain Tri Murti tetapi sudah tak bisa dimengerti baik sebab erosi, ketuaan batu penyusun candi, maupun ulah tangan hadirin. Pelataran menuju tangga pula sudah hancur serta pintu candi tersusun atas batuan yg terlihat renta.