Contoh Konflik di Masyarakat : Antara Oknum Polisi ‘Smackdown’ Mahasiswa dalam Perspektif Sosiologi

– Apa saja contoh pertentangan yg ada di penduduk dlm kehidupan sehari-hari ? Nah pertentangan ini bisa ananda lihat pada teladan agresi demo yg sedang heboh, yakni oknum polisi ‘smackdown’ mahasiswa. 

Bagaimana ulasannya, yuk simak dgn memakai pendekatan sosiologi, berikut penjelasannya. 

Penulis : Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Padang (UNP) Novran Juliandri Bhakti

Demo Mahasiswa Berujung Konflik

Baru-baru ini kita dihebohkan pada sebuah insiden yg melibatkan oknum polisi & individu mahasiswa pada 13 Oktober 2021. 

Kejadian tersebut terjadi di Kabupaten Tangerang pada saat peringatan HUT Kabupaten Tangerang, lebih tepatnya dikala menyuarakan aspirasi (demo) di Kantor Bupati Tangerang.

Yang menjadi buah bibir oleh penduduk , khususnya di sosial media (Twitter & Instagram) yaitu insiden tersebut diwarnai kebisingan.

Dan suatu agresi oknum polisi brigadier NP yg membanting/smackdown pada salah satu penerima aksi yakni MFA. 

Bagaimana kita menjawabnya dlm perspektif selaku sosiologi? Saya akan menjajal masuk pada suatu teori pertentangan milik Karl Marx untuk mendalami kasus ini.

Sama-sama kita pahami bahwa, Karl Marx adalah salah satu tokoh dr sekian banyak tokoh sosiologi yg mencetuskan teori pertentangan. 

Beliau menyebutkan konflik yg terjadi di masyarakat yaitu berkaca pada zamannya, adanya suatu kekuasaan yg dimiliki oleh segelintir orang terhadap kepemilikan alat buatan. 

Menurut Marx, bila alat produksi dikuasai oleh beberapa orang saja maka kesenjangan ekonomi & timbulnya kelas sosial. 

  Teori Konflik dalam Perspektif Ralf Dahrendorf, Ada 3 Tipe Kelompok

Kesenjangan di kelas sosial tersebut, ia beri nama dgn kelas proletar & borjuis. Dua ungkapan ini sudah tak abnormal lagi bagi teman-teman semua, terkhusus sobat-sobat yg mempelajari ilmu sosial. 

Kelas proletar ini ditujukan pada kelas rendahan & pekerja, sedangkan borjuis ditujukan pada kelas petinggi,penguasa, & pemegang alat bikinan. 

Marx memiliki pandangan bahwa ada beberapa faktor kehidupan sosial yg mampu mengakibatkan konflik yaitu: 

  1. Masyarkat selaku arena yg didalamnya terdapat aneka macam bentuk kontradiksi;

  2. Negara dipandang selaku pihak yg terlibat aktif dlm berpihak pada kekuatan yg mayoritas;

  3. Paksaan (correction) dlm wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memilihara forum-lemba sosial, mirip milih langsung (property), perbudakan (slavery), kapital yg menyebabkan ketidaksamaan hak & potensi .

  4. Negara & aturan dilihat sebagai alat penindasan yg dipakai oleh kelas yg berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka;

  5. Kelas-kelas dianggap sebagai golongan sosial mempunyai kepentingan sendiri yg berlawanan satu sama lain, sehingga konflik tak terelakkan lagi.  

Teman-sobat pembaca, bisa menyaksikan poin 2, 4, & 5. Menurut perspektif saya itu merupakan permulaan dr timbulnya pertentangan yg terjadi di Kantor Bupati Tangerang tersebut. 

Poin kedua, menyaksikan bahwa negara dlm hal ini pemerintahan lebih sering pro pada orang-orang di atas yg mempunyai jabatan. 

Sedangkan masyarakat, nasib & aspirasinya sering terabaikan oleh pemerintah sendiri. Untuk poin keempat, pemerintah dlm membuat hukum dianggap sebagai alat yg menindas, bukan untuk mengontrol apa lagi menunjukkan keteraturan sosial di tengah penduduk . 

Maka dr itu, mahasiswa-mahasiswa tersebut melaksanakan aksi demo untuk menuntut hak-hak masyarakat yg telah disalahkan oleh kelas yg berkuasa (kapital). 

Dan poin terakhir, setiap kalangan penduduk niscaya mempunyai tujuan & kepentingan masing-masing, akibat kepentingan inilah terjadinya cekcok. 

  7 Bentuk Integrasi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat

Mahasiswa menyuarakan keadilan, aparat kepolisian mengamankan. Dua hal yg bertolak belakang dengan-cara kepentingannya, sehingga bentrok mahasiswa & polisi ini pun tak mampu terelakkan.

Dapat diinterpretasikan bahwa, Marx membuat konsepnya mengenai teori pertentangan yakni penguasa pada hakikatnya sangat menindas, & penindasan tersebut mesti dilawan dgn pergerakan. 

Marx tak setuju dgn teori struktural fungsional, yg mana penduduk itu saling membutuhkan & saling menciptakan kestabilan. 

Hal tersebut pula mampu kita kaji dengan-cara lebih mendalam, bahwa Mahasiswa MFA itu memiliki tujuannya dlm memberikan aspirasi, disisi lain brigadier NP pula memiliki wewenang & tujuan dlm mengendalikan ketertiban aksi demo tersebut. 

Kedua tujuan tersebut sangat bertolak belakang, sehingga insiden ini sangat mungkin terjadi & akan terus terjadi. 

Mengapa? Karena yg namanya kepentingan & tujuan akan terus dibela & menjadi cara berpikir seseorang dlm bertindak.

Jika menyaksikan video insiden tersebut, sungguh disayangkan langkah-langkah yg dijalankan oknum polisi tersebut sangat tak humanis. 

Bagi teman-sobat yg telah menonton video kejadiannya, mungkin akan terdengar suara benturan badan ke trotoar yg sungguh keras. 

Jujur pribadi saya sedikit takut melihat itu, dgn benturan keras tersebut sangat bisa menyebabkan cedera yg lebih serius. 

Opini ini bukan dr saya saja, melainkan pula opini-opini netizen baik itu di Instagram & Twitter. Tweet dgn tagar #polisisesuaiprosedur #polisitegashumanis & #polisibantingmahasiswa, #PercumaLaporPolisi, sangat viral beberapa hari ini.

Tindakan mirip ini memang tak lazim & harus diusut sampai tuntas. Kita selaku negara demokrasi yg menerapkan Pancasila.

Jangan hingga lupa pada sila ke-5 yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” 

Kejadian tersebut sungguh memperburuk citra polisi di mata penduduk , yg pada karenanya kepercayaan masyarakat pada Polisi Republik Indonesia sebagai institusi & polisi selaku pelayan penduduk menjadi rendah. 

  Kebijakan Asas Tunggal Pada Ideologi Pancasila

Tindakan tegas perlu diberikan pada oknum, & korban mesti diberikan medical check-up hingga membaik. Sekian, Terimakasih. 

Sumber Rujukan:

Rius. 2014. Marx Untuk Pemula. Yogyakart: Resist Book.

US Nurlayl. (2015). Teori Konflik Sosial Dalam Perspektif Karl Marx. Digilib UIN Surabaya, 42–43. http://digilib.uinsby.ac.id/2560/5/Bab 2.pdf