Teori Interaksionisme Simbolik Charles Horton Cooley

– Apa itu teori interaksionisme simbolik? Simak penjelasannya berikut ini! 

Memahami Interaksi Masyarakat

Keberadaan individu di masyarakat menyebabkan lahirnya suatu proses sosial yg kita kenal dgn interaksi sosial. 

Interaksi sosial yaitu relasi timbal balik antar individu, individu dgn golongan, atau antar kelompok. 

Interaksi memiliki dua syarat utama yakni, komunikasi & kontak sosial (Soekanto, 2017). 

Komunikasi bisa berupa komunikasi verbal atau berbentuk verbal, & bisa pula berupa non verbal.

Seperti tulisan atau simbol-simbol. Kontak pula terbagi dua, berupa kontak langsung mirip berjabat tangan, pelukan, dll & kontak tak eksklusif mirip kedipan mata, lambaian dll.

Kedua syarat itu bila mampu wujudkan dlm berhubungan dgn individu lain maka ia dapat disebut interaksi sosial. 

Namun sifat insan sebagai makhluk yg inovatif menyebabkan adanya makna dlm setiap interaksi. Nah ini berkaitan dgn salah satu teori sosiologi yakni. interaksionisme simbolik. 

Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme Simbolik merupakan salah satu teori yg berada dlm paradigma definisi sosial (Ritzer, 2016). 

Definisi sosial merupakan paradigma yg mempelajari langkah-langkah-langkah-langkah insan atau kekerabatan diantaranya dgn tak memisahkan struktur & pranata sosial yg ada. 

Paradigma ini dipelopori oleh Max Weber. 

Ia mengatakan mempelajari perkembangan suatu pranata dengan-cara khusus dr luar tanpa mengamati.

Tindakan manusianya sendiri memiliki arti sama dgn mengabaikan sisi-sisi prinsipil dlm kehidupan sosial (Ritzer, 2016). 

Kembali pada interaksionisme simbolik, teori yg mulanya dikembangkan di Chicago sampai diketahui dgn ajaran Chicago atau Chicago School. 

  Teori Sosiologi Talcott Parsons AGIL, Contoh Fenomena Sosialnya

Dua orang tokoh utamanya ialah Charles Horton Cooley & John Dewey yg bahwasanya pertama mengembangkan teori di Universitas Michigan. 

Dewey pindah ke Universitas Chicago & kemudian berbagi paham tersebut kebanyak tokoh-tokoh lainnya.

Oxford Dictionary of Sociology menyebutkan bahwa Interaksionisme Simbolik berkonsentrasi pada arti (subjektif) yg hadir melalui interaksi insan. 

Hal tersebut bisa saja ada dlm bentuk-bentuk dasar interaksi manusia contohnya, komunikasi, tindakan, dll. 

Tentu saja menjadi pertanyaan kenapa manusia tak berterus terang? 

Nah berikut beberapa pola penulis tuliskan sebelum menerangkan lebih rinci lagi perihal interaksionisme simbolik ini. 

1. Kedipan mata seorang lelaki pada perempuan yg gres dikenalnya dapat diinterpretasikan selaku sapaan “Hai elok, bolehkah gue mengenalmu?”

2. Dosen yg mencoret-coret ajuan skripsi mahasiswanya, meletakkannya di atas meja & menyuruh mahasiswa tersebut.

Menjemput ke ruangan nya tanpa pernah bertemu dgn dosen itu menyiratkan bahwa sang dosen kurang puas dgn karya mahasiswa tersebut.

Sehingga ia harus memahami coretan itu sebagai sebuah koreksi yg mesti diperbaiki. 

3. Tanda merah & biru di suatu dispenser memperlihatkan mana air yg hangat & masbodoh

4. Simbol pria & wanita di depan pintu toilet memperlihatkan mana toilet yg boleh dimasuki laki-laki atau wanita.

Atau kalau ada dua simbol tersebut diletak bersama artinya pria/perempuan diperbolehkan untuk memasukinya.

Interaksionisme simbolik dipengaruhi oleh dalil-dalil dasar

1. Manusia yakni makhluk yg pandai memainkan, memanipulasi, & mengolah simbol.  

2. Simbol lahir begitu kompleks dlm interaksi sosial alasannya adalah saling terhubung. Artinya simbol yg satu bisa memancing simbol yang lain. Begitu seterusnya.   

3. Individu selalu terkait dgn dunia sekitarnya (individu lain, penduduk , dll)

  Teori Tentang Nilai Kerja Dan Nilai Lebih

4. Interaksi merupakan belahan penting dlm membuat dunia sosial.  

Teori interaksionisme simbolik kemudian muncul mirip yg dituliskan dlm Oxford Dictionary of Sociology diatas. 

Simbol yg maksud tentu bukan simbol yg kita pertimbangkan selama ini, yakni suatu tanda (sign/symbol/icons).

Akan namun suatu makna yg simbolik (meaning) yg di hadir dlm interaksi. Keempat pola tadi tak semua merupakan suatu interaksi yg mempunyai makna simbolik. 

Simbol yg terlihat terperinci tentu saja ada di poin 3 & 4 namun yg dimaksud dlm simbol dlm interaksionisme simbolik ialah pada poin 1 & 2. 

Mengapa? Seperti yg sudah dikemukakan oleh penulis mengutip teori interaksionisme simbolik.

Bahwa interaksi yg hadir harus mempunyai suatu arti/makna simbolik yg diarahkan pada individu lain sehingga ia pun menangkap simbol tersebut. 

Penulis mengambil suatu konsep dlm komunikasi biar pembaca semakin paham alasannya adalah tak banyak dosen.

Yang menerangkan teori ini dgn gampang atau malah terlalu mudah sehingga menghilangkan unsur-unsur penting. 

Keberhasilan suatu komunikasi dlm konteks berinteraksi dipengaruhi 4 hal yakni komunikator, komunikan, pesan, & feedback. 

Suatu interaksi mesti memiliki sedikitnya 2 aktor yg terlibat dengan-cara aktif. Seorang yg memberi pesan akan direspon oleh orang yang lain. Respon tersebut disebut feedback. 

Antara pesan & feedback keduanya bisa saja mengandung suatu makna alias simbol-simbol nonfisik yg diarahkan biar sang peserta “simbol” dapat memberikan suatu reaksi.

Nah, kita kembali pada syarat interaksi & keterkaitannya dgn 4 unsur komunikasi diatas. Suatu interaksi tentu memerlukan paling sedikit 2 orang atau aktir. 

Aktor tersebut mesti mempunyai pesan & bila pesannya di balas maka komunikasi mereka mesti mempunyai feedback. Begitu pula dgn interaksionisme simbolik. 

Harus ada dua orang aktor yg menunjukkan pesan & feedback alias simbol-simbol non fisik tadi sehingga ia bisa memberikan suatu reaksi. 

  Habermas : Bertindak Rasionalitas untuk Menuju Masyarakat Komunikatif Pasca Covid-19

Balik pada contoh, perempuan di poin no 1 ia bisa saja mengabaikan sang lelaki atau ia mendapatkannya.

Dengan sebuah simbol “senyum” mengambarkan ia siap untuk didekati, boleh meminta nomor ponselnya atau lain sebagainya. 

Begitu pula dgn sang mahasiswa (poin 2), ia mau mengerjakan koreksi tersebut & kembali meletakkan proposalnya.

Dimeja yg sama setelah merevisinya (simbol) supaya kembali diperiksa atau tak dgn mengabaikan dosennya. 

Poin 3 & 4 tentu tak bisa dikategorikan sebagai interaksionisme simbolik alasannya adalah selain tak ada pemeran kedua.

Tak ada pula tanggapanatau simbol berikutnya yg timbul, & reaksinya pun terus saja sama baik masuk ke kamar mandi, atau minum air acuh taacuh. 

Versi teori ini cukup banyak sebab kemudian ia diturunkan dgn terlalu banyak teoritisi. Charles Horton Cooley sendiri.

Kemudian mencetuskan teori looking glass self (cermin diri) yakni penduduk sebagai cermin individu untuk menganggap dirinya.

Herbert Blumer dgn interaksionisme simbolik yg menyatakan langkah-langkah insan tak diputuskan oleh kelakuannya sendiri melainkan dipengaruhi masyarakat.

George Herbert Mead dgn karya Mind, Self, & Society yg menyatakan kehidupan sarat dgn pertukaran simbol-simbol.

Itulah tadi klarifikasi Teori Interaksionisme Simbolik. Jadi gak heran kalau seorang sosiolog bisa menginterpretasi terlalu banyak simbol.

Yang ada alasannya adalah ia tak mendapatkan mentah-mentah suatu tindakan individu dlm penduduk . Semoga berguna!

Penulis Artikel : Sandewa Jopanda

Referensi Bacaan :

Soekanto, Soerjono. 2017. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Ritzer, George. 2016. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penerjemah Ali Mandan. Jakarta: Rajawali Pers