Wayang Kulit Sebagai Media Komunikasi & Sosialisasi

Semar
SURABAYA – Menggelar Wayang Kulit dgn lakon Semar Pamong Sejati, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemdikbud) akan menyosialisasikan program kementerian pada 2023.
Wayang kulit diseleksi dgn pertimbangan antara lain alasannya seni ini mampu menjadi media komunikasi tradisional untuk menyampaikan beberapa kebijakan kementerian dengan-cara persuasif. Selain pula pergelaran wayang kulit merupakan potongan dr upaya untuk melestarikan  kesenian tradisional.
Wayang kulit ialah seni tradisional Indonesia yg meningkat utamanya di Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang  yang pula menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, diiringi oleh musik gamelan yg dimainkan sekelompok nayogo & tembang yg dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik layar yg yang dibuat dr kain putih, di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong) (Wikipedia Indonesia)
Menurut kitab Centini, disebutkan bahwa wayang mula-mula sekali diciptakan oleh raja Jayabaya dr kerajaan Mamenang/Kediri. Sekitar kurun ke 10 raja Jayabaya berupaya menciptakan gambaran dr roh leluhurnya & digoreskan di atas daun lontar . Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dr gambaran relief kisah Ramayana pada candi Penataran di Blitar.  
puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=DKV04060103
Pada ketika mulai berdirinya kerajaan Islam (1526 M), pertunjukan wayang kulit mulai disesuaikan dgn muatan-muatan yg bernafaskan islami
Pagelaran Wayang Kulit
Sunan Kalijogo contohnya, memilih kesenian & kebudayaan selaku fasilitas untuk berdakwah. Ia sungguh toleran pada budaya setempat. Ia beropini bahwa masyarakat harus didekati dengan-cara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi.
Beberapa lagu ciptaannya yg terkenal ialah Ilir-ilir & Gundul-botak Pacul. lakon Layang Kalimasada & Petruk Dadi Ratu (“Petruk Makara Raja”).
Punokawan Semar Gareng Petruk Bagong
 Gambar dr aneka macam sumber