Berkerut dahinya melihat Indayati. [. . . ]

Bukan karena hari masih agak gelap, melainkan cedera di pipinya membuat parasnya membesar besar. Wajah Indayati hilang cantiknya. Bahkan sebaliknya berubah awut-awutan, entah berapa hari baru mampu pulih sediakala.

Karena tak mengenali lagi paras Indayati, pamannya pun mengajukan pertanyaan heran dgn bahasa santun & tututan yg lembut,
“Sinten niki nggih?”¹⁾
Indayati duka, menjawab dgn susah & terisak,” Paklik Naryo, kulo niki Indayati.”²⁾
“Opo?”³⁾ seru pamannya, tercengang. Buru-buru ia mengambil alih anak laki-laki yg digendong Indayati, menggendongnya. Lalu menyalakan lampu serambi depan. Kemudian memanggil istrinya, “Bu iki lo Indayati.”⁴⁾
¹⁾ Siapa ini ya?
²⁾ Paman Naryo, saya ini Indayati
³⁾ Apa?
⁴⁾ Bu, ini ada Indayati.
Kalimat yg sempurna untuk melengkapi kutipan teks novel tersebut ialah
Dia tak mengenali keponakannya ini.
Pembahasan:
Kata kunci pada kutipan novel tersebut ialah berkerut dahinya. Kata kunci tersebut bermakna tokoh Paklik Naryo berpikir saat kehadiran seorang wanita. Tokoh Paklik Naryo tak mengetahui keadaan Tokoh Indayati sebab sungguh lusuh & berantakan.
  Bakat kesenimannya tidak terbatas pada karya sastra.