Suku Ambon : Sejarah dan Rumah Adatnya

Indonesia adalah negara kepulauan yg memiliki wilayah luas dgn aneka macam macam keberagaman budaya, mulai dr suku bangsa, rumah budbahasa, agama, ras, etnis maupun bahasa tempat. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, Indonesia memiliki sekitar 1.340 suku bangsa. Suku Jawa mulai dr pecahan tengah sampai timur Jawa merupakan etnis atau suku terbesar dengan  85,2 juta jiwa atau sekitar 40,2 persen dr jumlah penduduk Indonesia.

Kelompok suku atau etnis terbesar kedua ialah Sunda, yg berasal dari  belahan barat Jawa & memiliki jumlah penduduk 36,7 juta, atau 15,5 persen. Suku Batak menjadi suku terbesar ketiga dgn jumlah  8,5 juta orang yg berasal dr Sumatera cuilan tengah utara atau 3,6 persen. Terbesar keempat, bersama dgn suku Makassar, Bugis, Minahasa & Gorontalo, yakni Sulawesi. Jumlah terbesar keempat sendiri merupakan campuran dr 208 suku bangsa Sulawesi & terbesar kelima adalah suku Madura. 

Dalam artikel kali ini kita akan membicarakan salah satu suku yg ada di Indonesia, yakni Suku Ambon.

Sejarah Suku Ambon

Suku Ambon menempati pulau Ambon, Saparua, Hitu di Maluku. Padahal, mereka berasal dr Pulau Seram, seperti halnya kalangan suku lain yg lebih dulu menduduki Pulau Maluku Tengah. Menurut penduduk lokal, kata Ambon atau Ambong dlm bahasa Ambon berasal dr kata ombong yg mempunyai arti embun dlm bahasa Ambon. Dipercaya bahwa nama ini digunakan alasannya adalah puncak Pulau Ambon sendiri sering tertutup embun.

Suku Ambon yakni suku paling terkenal & kuat dr suku-suku Maluku yang lain. Pada masa penjajahan Portugis, mereka mulai memperluas pengaruhnya. Karena itulah, ungkapan orang Ambon sering dikacaukan dgn Kepulauan Maluku. Setelah kehadiran orang Eropa sehabis penyebaran Islam, orang Ambon dibedakan oleh pertentangan antara Islam & Kristen.

Orang Ambon sungguh religius. Populasi Kristen & Muslim diantara orang Ambon jumlahnya sama. Islam diperkenalkan oleh penjualArab & Jawa, tetapi agama Kristen tiba dlm dua gelombang. Kekristenan gelombang pertama yakni Katolik Roma yg dibawa oleh Portugis & lalu Protestantisme yg diperkenalkan oleh Belanda sejak zaman VOC.

Meskipun kedua agama ini yaitu agama utama suku Ambon, mereka  masih mempraktikkan beberapa akidah orisinil pemujaan spiritual leluhur yg dianut sebelum kedua agama itu tiba. Persaingan & tabrakan antara Kristen & Muslim memuncak pada akhir kurun ke-19.

Rumah Adat Suku Ambon

Rumah etika Ambon disebut Baileo & dipakai untuk pertemuan, musyawarah & upacara budpekerti yg disebut Seniri Negeri. Rumah itu berbentuk panggung & dikelilingi oleh Serambi. Atapnya besar & tinggi, terbuat dr daun rumbia & dindingnya terbuat dr batang rumbia yg disebut gabagaba.

Rumah adat Ambon Baileo ini diseleksi sebagai bangunan perwakilan provinsi Maluku, karena rumah budbahasa Maluku ini merupakan satu-satunya bangunan bersejarah yg menerangkan budaya Shiwalima. Bahasa utama yg dituturkan oleh orang Ambon yaitu bahasa Ambon atau Ambon Melayu, salah satu bahasa Austronesia.

Bahasa ini bekerjsama dialek Melayu yg lahir dr perkembangan bahasa tanah (bahasa ibu) yg sungguh dipengaruhi bahasa Melayu. Menurut kalangan Melayu, Ambon tergolong dlm kelompok Shiwalima. Penggunaan bahasa Ambon dgn dialek Melayu oleh orang Ambon, dilatarbelakangi oleh perdagangan & kolonialisme.

Saat ini, bahasa Ambon tak cuma dipakai oleh suku Ambon, namun pula dgn bahasa Indonesia selaku basis bahasa untuk seluruh Maluku. Masyarakat Ambon merupakan kepingan dr penduduk yg menjunjung tinggi kebudayaan & tak serta merta meninggalkan budaya ini ditengah era terbaru.

Salah satu budaya dr Suku Ambon yaitu upacara adat. Upacara cuci negeri (nae baileu) adalah salah satu bentuk kebudayaan Suku Ambon. Dalam ritual ini, negeri Suku Ambon mesti disucikan dgn membersihkan rumah, kebun & baileo lalu makan & minum bareng .

  Cara Menyebutkan Angka dalam Bahasa Minang

Masyarakat suku setempat percaya bahwa jikalau ritual ini tak dilaksanakan, peristiwa kemungkinan akan terjadi. Demikian pula, jikalau ritual ini tak dikerjakan dgn sengaja, panen akan gagal. Oleh alasannya adalah itu, masyarakat dengan-cara rutin menyelenggarakan ritual ini untuk menghindari segala bencana & untuk lebih mendekatkan diri pada sang pencipta & leluhurnya.