Kesehatan, Budaya Dan Agama Pada Sistem Pertanahan Di Pontianak

Politik seksualitas menjadi identitas mereka di Indonesia tepatnya di Kota Pontianak, bagaimana mereka hidup & bertahan hidup dgn moralitas, pendidikan rendah, di Indonesia. Hal ini menerangkan bahwa pembuangan di Indonesia, dr hasil seksualitas, & rencana kejahatan medis memang acap kali dilakukan pada metode birokrasi.

Pada tahun 1990an, tepatnya bagaimana pertentangan agraria, & mereka  yang hidup tak mempunyai tanah, namun memiliki kulit gelap, mirip orang Batak, & berlindung dibalik tembok agama Nasrani & Protestan, yg sebelumnya selaku buruh kapal, petani, pendidik yg tak memiliki bobot alhasil masuk pada tata cara birokrasi guna bertahan hidup di Pontianak – Jakarta.

Orang Batak – Tionghoa (keburukannya) & Melayu tepatnya di RT 003 lewat jaminan kesehatan, terang sudah terjadi sebelumnya merupakan oknum & sindikat, ada pula marga Bong hasil genetikanya, tak melakukan pekerjaan kerjaanya tidur, nanti tobat berdasarkan agama (Islam – Kristen – Protestan – Budha, Indonesia) yg di yakini. 

Itu yakni citra dr hewan yg di hidup di Pontianak, hasil dr asimilasi budaya & agama hasil seksualitas ekonomi Pontianak. Maka, dlm menjelaskan siapa mereka di Pontianak, & bagaimana drama kehidupan sosial, & ekonomi berlanjut di sini dgn banyak sekali hal terkait dgn kudeta, ekonomi, kesehatan & pendidikan menerangkan hal tersebut dgn apik.

Metode planning kejahatan medis memang terjadi pada masa itu, termasuk pada masa Orde Baru & Reformasi, hal ini menjelaskan bahwa aneka macam hal terkait dgn kepentingan ekonomi seksualitas dr hasil pembuangan mereka selaku hewan sebelumnya diberbagai wilayah yg ada di Indonesia.

Apa yg menawan di kaji dlm hal ini, tatkala mereka berbuat kejahatan, namun polisi itu berbohong, & berperan terhadap pertentangan sosial, makan & minum alasannya tak bekerja, & hidup pada kekerasan dibuat di jalan, pertokoan, marah – marah pada penduduk Tionghoa Gajah Mada tepatnya.

  Teori Sosial Yang Dapat Di Golongkan Sebagai Teori Kritik

Itu menjadi citra kepada etniksitas Batak Sihombing – Siregar (bukan siapa – siapa itu) – Tionghoa pedagang, & Melayu (birokrasi). Berlindung dibalik tembok agama Kristen – Protestan, sebab sejahat masa kemudian sebagai makan orang & demokrasi di Indonesia. 

Merupakan tukang porot & pemeras itu, menerangkan karakteristik masyarakat Batak – Tionghoa – Dayak di lingkungan Pontianak, RT 003, & sistem pendidikan & pertanahan di sini, sudah menjadi sindikat, pada birokrasi. 

Karena bila terkena panas (warna kulit & kemaluaan, peler setempat – Tionghoa) pekerjaan sia – sia itu yg terjadi berdasarkan agama kristiani, namun orang Batak – Jawa – Dayak – Melayu hitam, & tak jujur dlm bekerja.

Pada masa Gubernur Sutarmidji pada periode 2018 – 2023 ini, menjelaskan berbagai hal terkait berita, kekerasan & konflik sosial yg dibentuk oleh sekelompok orang, yg tak memiliki moralitas & pendidikan yg rendah. 

Budaya etnik Batak Siregar – Tionghoa – Dayak – Jawa  (MRPD Pancasila), pada sistem perkampungan Pontianak kota menjelaskan hak tersebut pada eksistensi mereka hidup di masyarakat sebagai sampah, itu faktanya, hasil partai politik PDI Perjuangan itu.