Kekuasaan, Seksualitas di Kalimantan Barat Berlangsung 1967 – 1999 ?

Kualitas sumber daya insan, berasal dr masakan, etika, & moral di masyarakat. Hal ini terlihat dgn kualitas sumber daya manusia. Hidup selaku sampah, & buruh pelabuhan pastinya seperti tontonan dr hasil genetika seksualitas kedua orang bau tanah mereka.

Hidup dgn kapasitas kedokteran Indonesia, utamanya di Pontianak,  Kalimantan Barat 2008 yg begitu menjijikan pastinya ada diantara suku Batak – Dayak – & Jawa. Begitu pula dgn Tionghoa, dgn ekonomi politik pun dilangsungkan, guna menerima pendapatan, & lainnya, dengan-cara kolektif.

Hal ini untuk mengelak perbuatan mereka kepada Tuhan & tembok agama Kristen,  pendidikan, & pekerjaan, berlanjut pada dilema kekerasan rumah tangga adalah seksualitas, & kebrutalan hidup mereka selaku makan orang pada nenek moyang mereka di masa kemudian di pertentangan budaya di Kalimantan.

Hidup di tembok gereja, menerangkan bagaimana mereka hidup di Indonesia, tak memiliki aib baik etnik yg disebutkan tadi di masyarakat. Berbagai hal terkait dgn aspek kehidupan budaya & agama, yg menjijikan dr hasil ekonomi rakyat, pajak, & ekonomi keluarga, & upah masyarakat pekerja tak layak diberikan 80an – 2008, Pontianak.

Datangnya orang pribumi urbansiasi perkotaan ekonomi Jakarta, & Jawa menjelaskan bagaimana mereka hidup dgn seksualitas menjijikan itu di penduduk Batak – Jawa Sihombing, seorang perompak kapal di masyarakat, guna menyandang dokter, tanpa aib pula.

Berbagai logika sehat, menjadi sejarah kehidupan agama & budaya mereka yg dibentuk dengan-cara terencana, pada konflik seksualitas di Pontianak – Kapuas Hulu. Tidak memiliki aib kepada etika & moral mereka di masyarakat. Terutama kedua orang tua, & keluarga mereka selama hidup di Pontianak.

  Sistem Desa Berdasarkan Potensi Masyarakat

Hal ini menjelaskan bagaimana konflik etnik, dijalankan oleh Orang Dayak – Tionghoa & Jawa serta Batak di Kalimantan Barat, melalui ekonomi politik perkotaan, & kuburan menjadi peletakan mereka selama hidup & mati. Serta pendidikan, & peyampaian kelas sosial di masyarakat.

Pada masa pemerintahan Gubernur Oevang Oeray 1967, & Cornelis M.H 2008 menyadang gelar yg berlindung dibalik tembok aturan lokal & akhlak, tampak bagaimana menyaksikan dilema mereka di masa kemudian.

Sejarah kebrutalan para suku di Indonesia menjelaskan hal tersebut, selama masa Golkar & PDI Perjuangan, dibalik tembok agama, & aturan Indonesia, sebagai produk hukum yg dibuat menurut hasil perebutan kekuasaan, & seksualitas di Lokal, Indonesia.