Pertumbuhan suatu kota-kota besar di dunia melaju sungguh pesat sesudah revolusi industry. Tatkala itu, nyaris di seluruh faktor kehidupan terkena dampak atas perubahan ini. Pabrik-pabrik yg dahulunya terisikan oleh tenaga-tenaga jago insan, & menjelma kedahsyatan mesin modern. Ada imbas dr hal ini, dimana pergantian dr tenaga insan menjadi tenaga mesin dapat menimbulkan pengganguran, yg berikutnya akan menjadi permasalahan sosial di perkotaan.
Di bidang pertanian pun tidak sedikit yg memakai perlengkapan terbaru, mirip bajak, alat penggiling padi, pupuk bikinan & sebagainya. Namun, disisi lain tempat perkotaan pula sudah banyak diisi oleh bermacam-macam industry balasan revolusi industry ini. Dengan digantikannya tenaga manusia di bidang pertanian, kian menyempitnya lahan pertanian, & gengsi mendorong pengangguran yg ada di Desa.
Dalam hal ini perlu dimengerti, tatkala attracting forces sangat mendominasi proses perpindahan penduduk dr Desa ke Kota tersebut, daripada dr peranan propelling foces. Daya tarik (attracting forces) yaitu potensi yg berada pada daerah tujuan yg berperan menawan suatu gerakan menuju ke arahnya, sementara itu daya pendorong (propelling forces). (Sabari Hadi, 2006:256)
Dengan pesatnya perkembangan industry mendorong pula pesatnya pertumbuhan di kota, sebab pusat-pusat industry cenderung berada di pinggiran kota. Pertumbuhan kota makin merata, & merambat akibat pertumbuhan teknologi nantinya yg akan disertai oleh pertumbuhan penduduk, acuan hidup yg condong berganti, permintaan hidup yg semakin meningkat pada akhirnya membuat perubahan dlm kehidupan sosial.
Persoalan yg ada di Desa inilah, yg menciptakan kondisi sebaliknya dgn pembangunan yg pesat & timbul berbagai industry, sehingga banyak didatangi oleh para urbanit dr Desa. Dengan kian, menambah jumlah penduduk yg tinggal di Kota, maka bertambahnya penduduk yg tinggal di Kota maka daya tamping lahan untuk bertempat tinggal di Kota pun kian sempit.