Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan buddha bercorak maritim yg mengatur jual beli di jalur utama Selat Malaka. Sriwijaya memiliki hubungan yg erat dgn Jawa, utamanya sebab relasi raja-rajanya yg berasal dr Jawa. Kemunculan Sriwijaya pada era ke-VI masehi sendiri masih mengakibatkan sejumlah pertanyaan sebab eksistensinya yg lebih lambat dibandingkan kota-kota di Asia Tenggara, mengenang perdagangan antara Romawi-India-Cina telah berkembang pesat. Sementara posisi Sriwijaya di pesisir Sumatra Timur merupakan belahan dr jalur utama tersebut.

Sebagai kerajaan bercorak maritime, Sriwijaya menjalin hubungan baik dgn India & Cina. Sriwijaya diketahui selaku sentra pembelajaran agama Buddha di Nusantara. Kerajaan ini cukup sering mengirimkan perwakilan ke Kekaisaran Cina sebagai bentuk ketundukan & jaminan keamanan. Sriwijaya disangka menguasai wilayah hingga ke Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, bahkan Madagaskar.

Letak Kerajaan Sriwijaya

Letak dr Sriwijaya sendiri masih dipersoalkan hingga ketika ini. Pendapat yg cukup populer adalah yg dikemukakan oleh G. Coedes pada tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Meskipun pertimbangan ini pula problematis karena sedikitnya inovasi arkeologis di Palembang. Sementara J.L. Moens contohnya, merekonstruksi peta Asia Tenggara memakai gosip-isu Cina & Arab menyimpulkan bahwa Sriwijaya tadinya berpusat di Kedah, kemudian berpindah ke Muara Takus. Soekmono, dlm pendapat lain memberikan Jambi selaku lokasi yg tepat bagi pusat Sriwijaya alasannya lokasinya yg terlindung alasannya ada di dlm teluk namun menghadap langsung ke bahari lepas.

Sampai dgn hari ini, Palembang masih dianggap sebagai sentra Sriwijaya dgn banyak perdebatan. Jambi, Kedah, Chaiya (Thailand Selatan), & bahkan Jawa sempat dinyatakan selaku sentra Sriwijaya alasannya inovasi dr masing-masing peneliti. Beberapa andal sampai pada kesimpulan bahwa Sriwijaya yg dianggap bercorak maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. Hal ini mungkin saja terjadi, mengingat teori Mandala yg diungkapkan oleh Robert von Heine-Geldern yg menyatakan bahwa pusat dr kerajaan-kerajaan antik Asia Tenggara adalah raja itu sendiri & pengaruhnya. Bukan kekuasaan teritorial, maupun ibukota kerajaan mirip halnya yg terjadi di Eropa, contohnya.

Pendiri Kerajaan

Pendirian Sriwijaya pula merupakan belahan yg sukar dipecahkan oleh peneliti sebab dlm sumber-sumber yg ditemukan tak ada struktur genealogis yg tersusun rapi antar raja Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama Dapunta Hyang, & prasasti Talang Tuo (684 Masehi) memperjelasnya menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua prasasti ini ialah klarifikasi tertua mengenai seseorang yg dianggap sebagai raja atau pemimpin Sriwijaya.

  Akal Sehat Demokrasi : Ketika Gereja Masuk Dalam Konferensi Keuskupan Indonesia

Berdasarkan prasasti Kota Kapur (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatra belahan selatan, Bangka & Belitung, bahkan hingga ke Lampung. Bukti ini pula menyebutkan bahwa Sri Jayanasa bahkan menjajal untuk melancarkan ekspedisi militer menyerang Jawa yang dianggap tak mau berbakti pada maharaja Sriwijaya, peristiwa ini terjadi pada waktu yg kurang lebih bersamaan dgn runtuhnya kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat & Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yg mampu saja terjadi karena serangan yg dilancarkan oleh Sriwijaya.

Raja-raja Sriwijaya

Telah disampaikan sebelumnya bahwa struktur genealogis raja-raja Sriwijaya banyak terputus & cuma disokong bukti-bukti yg dianggap kurang besar lengan berkuasa. Berikut yaitu nama raja-raja Sriwijaya yg sedikit banyak disepakati oleh para jago setelah Dapunta Hyang Sri Jayanasa

  1. Sri Indrawarman

    Penerus dr Sri Jayanasa didapat dr isyarat prasasti Ligor A (775 Masehi) yg ditemukan di Thailand Selatan menyebut raja Sriwijaya ibarat Indra yg membangun kuil di Ligor, serta Hsin-t’ang-hsu, catatan sejarah Dinasti Sung dr masa ke-11 menyatakan seorang Raja Sriwijaya mengirim utusan pada 724 M.

  2. Raja Dharanindra

    Setelah kekuasaan Sri Indramarwan, poros kekuasaan Sriwijaya beralih ke Jawa yakni Kerajaan Medang yg berpusat di Mataram, Jawa Tengah. Dharanindra muncul dr prasasti Ligor B & prasasti Nalanda di India dgn gelar “Sailendrawamsatilaka Sri Wirawairimathana” atau Permata Keluarga Sailendra. Sailendra sendiri adalah wangsa yg tengah berkuasa di Jawa. Beberapa jago menyimpulkan bahwa Sriwijaya pada tahun-tahun penulisan bukti ini sudah jatuh ke dlm kekuasaan Sailendra dr Jawa. Boleh jadi itulah argumentasi kenapa struktur genealogis Sriwijaya terputus sampai munculnya Balaputradewa selaku raja, dikarenakan masuknya Sriwijaya ke dlm kekuasaan Jawa yg menjadikannya tak lebih dr wilayah koloni semata.

  3. Raja Samaratungga

    Ada dua usulan perihal Samaratungga, apakah ia anak atau cucu dr Dharanindra. Krom berpendapat bahwa ia adalah anaknya, sementara Slamet Muljana berpendapat bahwa ia yaitu cucunya. Samaratungga tak gemar berperang, & menentukan fokus pada kerajaannya. Salah satunya menuntaskan pembangunan Candi Borobudur di Muntilan, Jawa Tengah. Samaratungga mempunyai putri bernama Pramodhawardani, yg kemudian dinikahkan dgn Rakai Pikatan untuk meminimalisir goresan antara agama Hindu & Budha di Kerajaan Medang.

  4. Rakai Pikatan

    Rakai Pikatan bersama Pramodhawardani merupakan anak dr Samaratungga, sementara Balaputradewa yakni pamannya atau adik Samaratungga. Akibat satu & lain hal kemudian memperebutkan kekuasaan & menimbulkan terusirnya Balaputradewa kembali ke Sumatra, tanah kakek & leluhurnya. Balaputradewa membangun kembali kekuasaan Sriwijaya di Sumatra yg mempunyai arti terpecahnya Wangsa Sailendra menjadi dua kepingan.

  5. Balaputradewa

    Balaputradewa mengawali kembali Sriwijaya pada abad ke-IX Masehi, menciptakan pelacakan sejarahnya menjadi lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Hubungan dgn Raja Dewapaladewa dr Benggala, India pula dijelaskan dlm Prasasti Nalanda. Di mana Balaputradewa mendukung Pendidikan pendeta Buddhis di Nalanda. Raja ini mengawali kegemilangan Sriwijaya menjadi penguasa jual beli di Melayu, meninggalkan keterkaitannya dgn Jawa.

  6. Sri Udayadityawarman

    Tidak banyak yg dimengerti dr Sri Udayadityawarman selain Kitab Sejarah Dinasti Sung mencatat bahwa pada tahun 960 M & 962 M, nama raja Sriwijaya berdasarkan J.L. Moens dapat disamakan dgn Sri Udayadityawarman.

  7. Sri Culamaniwarman/Cudamaniwarmadewa

    Merupakan raja yg pada kekuasaannya membangun hubungan baik dgn kerajaan besar Cola di India & Kekaisaran Cina. Hal ini dikarenakan bahaya serangan dr Jawa pada tahun 922 M (Prasasti Hujung Langit), meski begitu Sriwijaya kembali berkuasa ditunjukkan dgn pengiriman utusan ke Cina kembali pada tahun 1003 M. Di mana Sri Cudamani Warmadewa membangun suatu candi di salah satu komplek Muara Takus yg diberi nama “cheng-tien-wan-shou” atau Candi Bungsu. Pembangunan ini sebagai bentuk hadiah & kesetiaan kepada Kekaisaran Cina yg menjadi pelindung Sriwijaya.

  8. Sri Marawijayatunggawarman. Pada tahun 1008, delegasi dr Sriwijaya datang kembali dgn nama rajanya yaitu “Se-Li-Ma-La-Pi” yg kemudian disamakan dgn Sri Marawijayatunggawarman putra dr Sri Culamaniwarman. Raja ini pada sekitar tahun 1016 menyerang Raja Jawa yg sebelumnya menyerbu Palembang, Dharmawangsa Teguh. Serbuan itu kemudian meruntuhkan kerajaan Medang. Sri Marawi kemudian digantikan oleh putranya.
  9. Sri Sanggramawijayatunggawarman

    Nama ini dikenali lewat Prasasti Tanjore (1030 M) yg menyatakan bahwa Sriwijaya telah takluk pada serbuan Rajendracoladewa dr Kerajaan Cola. Meski begitu, Sriwijaya masih berdiri & mengirimkan delegasi pada Dinasti Sung pada tahun 1028. Kerajaan Cola kembali menyerang Sriwijaya pada tahun 1068, namun tak dijajah & Sriwijaya dapat berkuasa kembali. Catatan terakhir dr Cina perihal utusan Sriwijaya yakni pada tahun 1178, nama Sriwijaya tak pernah lagi timbul sampai periode ke XIII yg menyebutkan bahwa San-Fo-Tsi sebagai kerajaan yg besar & berpengaruh. Namun beberapa jago menyatakan bahwa Sriwijaya yg dinyatakan pada kurun ke-XIII selaku pusat perdagangan & pelayaran yaitu potongan dr Kerajaan Melayu Dharmasraya alasannya adalah Singasari mengantarkan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 yg memastikan Sumatra sudah dikuasai Kerajaan Melayu & bukan Sriwijaya.

Masa Kejayaan & Kemunduran

Balaputradewa dianggap selaku raja yg menjinjing Sriwijaya ke puncak kegemilangannya. Namun intinya, Sriwijaya mengalami masa kekuasaan yg gemilang sampai ke generasi Sri Marawijaya. Hal ini dikarenakan raja-raja setelahnya disibukkan dgn peperangan dgn Jawa pada 922 M & 1016 M. Dilanjutkan oleh Kerajaan Cola pada tahun 1017 & 1025 serta menawan raja Sri Sanggramawijaya. Pada masa kekuasaan Balaputradewa sampai dgn Sri Marawijaya, Sriwijaya menguasai Selat Malaka yg merupakan jalur utama perdagangan antara India & Cina.

Sumber-Sumber Arab & Persia menyatakan bahwa Sriwijaya dikuasai oleh maharaja yg kaya-raya. Menghasilkan barus, gajah, cengkih, cendana, & pala. Sri Culamani menguasai Sumatra Timur & Semenanjung Melayu. Memasuki kala ke-XI kekuasaan Sriwijaya mencakup Jawa, bahkan beberapa sumber menyatakan Ceylon, Madagaskar, & Thailand potongan selatan. Sriwijaya terkenal dgn kapal-kapal pengawal pedagang, & membunuh semua orang yg singgah tanpa izin. Secara kultural, Sriwijaya bermetamorfosis pusat pembelajaran Buddha karena menjadi konferensi antara pendeta India & China yg berlayar. Pendeta-pendeta Budha menjadi salah satu sumber mengenai keberadaan Sriwijaya mirip I-Tsing, Sakyakirti, Dharmakrti, & Atisa.

Kemunduran Sriwijaya tak lain ialah karena tiga kali serangan Kerajaan Cola sehingga melemahkan kekuasaan di Selat Malaka. Hal ini menciptakan kekuatan-kekuatan lain bermunculan untuk menggantikannya. Salah satunya ialah Jambi yg pada tahun 1082 mengantarkan utusannya sendiri ke Cina. Memasuki periode ke-XIII sebuah kerajaan di Sumatra kembali menguasai kawasan selat tetapi para hebat menyatakan bahwa itu yakni Melayu Dharmasraya yg disokong dgn adanya Ekspedisi Pamalayu dr Singasari yg dicatat dlm kitab Pararaton.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Peninggalan-peninggalan yg menyatakan kerajaan Sriwijaya yakni antara lain :

  • Prasasti Kedukan Bukit (682 M)

    Bukti pertama pendirian kerajaan Sriwijaya & berisi informasi pertama tentang rajanya Dapunta Hyang.

prasasti peninggalan kerajaan sriwijaya kedukan bukit

Prasasti Kedukan Bukit
Sumber gambar: Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, Balai Pustaka

  • Prasasti Talang Tuo (684 M)

    Berisi informasi lebih lanjut tentang nama raja pertama Sriwijaya yg lebih terperinci. Yaitu Dapunta Hyang Sri Jayanasa

  • Prasasti Ligor, Thailand (775 M)

    Berisi keterangan perihal kekuasaan Sriwijaya di Ligor & pendirian kuil. Menjelaskan perihal nama Raja Sri Indrawarman & Dharanindra.

  • Prasasti Kota Kapur (686 M)

    Berisi kutukan terhadap mereka yg membangkang kepada Sriwijaya.

  • Prasasti Telaga Batu

    Berisi kutukan-kutukan bagi mereka yg tak ingin mematuhi perintah Raja. Pengkhianat, kepetangan dr penguasa wilayah di dlm mandala Sriwijaya, bersekutu menentang Sriwijaya, serta tak patuh pada apapun yg menjadi keputusan maharaja Sriwijaya.

prasasti telaga batu

Prasasti Telaga Batu
Sumber gambar: munas.kemdikbud.go.id

  • Prasasti Leiden (1005 M)

    Prasasti ini memperlihatkan hubungan baik antara Kerajaan Sriwijaya dgn Kerajaan Cola/Coramandel dr tempat Tamil, India cuilan selatan.

  • Candi Muara Takus

    Komplek peninggalan Sriwijaya yg salah satunya merupakan bangunan selaku bentuk hadiah & ketundukan pada kaisar Cina.

  • Prasasti Nalanda, India (860 M)

    Pusat pembelajaran agama Budha di India, yg merupakan lokasi pembelajaran agama Budha yg terkenal & dikunjungi pendeta dr seluruh dunia. Balaputradewa tercatat Namanya selaku raja yg mendukung sarat acara pembelajaran di Nalanda.

Artikel: Kerajaan Sriwijaya

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.

Alumni Sejarah FIB UI