Sejak zaman kolonial, Ambarawa sudah menjadi kota militer untuk pemerintah Hindia Belanda. Benteng Willem I yg pula disebut selaku Benteng Pendem diresmikan di sana, tak jauh dr museum kereta api Ambarawa yg dulu yakni stasiun kereta.
Di Ambarawa ada kamp khusus untuk perempuan & anak – anak Belanda tatkala masa penjajahan Jepang di Indonesia. Sebagai kota yg memiliki kamp tawanan perang Ambarawa sudah niscaya akan dihadiri oleh pasukan sekutu.
Setelah Jepang kalah, Pasukan sekutu atas nama Rehabilitation of Allied Prisoers of War and Internees (RAPWI) mengunjungi Ambarawa untuk merehabilitasi tawanan perang & internir.
Ternyata tak hanya tim rehabilitasi yg datang pada 19 Oktober 1945, turut serta dlm rombongan itu pula serdadu sekutu pimpinan Brigadir Bethell, Komandan Satuan Artileri Divisi 23 militer Inggris.
Pasukan itu sebuah brigade gabungan dr satuan – satuan infanteri yg dinamakan CRA’s Brigade. Mereka menerima izin oleh pemerintah RI untuk mengurus tawanan perang di penjara Magelang serta Ambarawa.
Peristiwa di Ambarawa
Sejarah perang Ambarawa atau Palagan Ambarawa yaitu suatu peristiwa perlawanan yg dijalankan rakyat pada sekutu di Ambarawa, Semarang kepingan Selatan, Jawa Tengah.
Latar belakang pertempuran Ambarawa diawali dr orang – orang Indonesia yg menyambut baik kedatangan sekutu terutama oleh pemerintah Jawa Tengah pimpinan Gubernur Mr. Wongsonegoro.
Tetapi diketahui kemudian bahwa NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut masuk dgn sekutu & menjadi penyebab terjadinya peperangan Ambarawa. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat merebut kekuasaan kembali. Situasi memburuk tatkala para mantan anggota KNIL yg menjadi tahanan dipersenjatai oleh NICA.
Belanda merasa masih mempunyai hak menurut perjanjian antara Inggris & Belanda yg disebut Civil Affairs Agreement pada 24 Agustus 1945. Perjanjian itu mengendalikan tentang pemindahan kekuasaan dr British Military Administration pada NICA di Indonesia.
Pada 26 Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yg dipicu oleh prajurit yg tiba di Magelang. Mereka berargumentasi akan mengevakuasi tahanan perang, tetapi justru menduduki Magelang. Kemudian terjadi pertempuan antara pasukan TKR resimen Magelang pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dgn sekutu yg mencoba melucuti senjata TKR.
Pertikaian tersebut reda Ir. Soekarno & Brigjen Bethell berunding di Magelang pada 2 November 1945 untuk membicarakan gencatan senjata kesepakatan solusi pertengkaran pada sejarah perang Ambarawa. Isi perjanjian tersebut adalah:
- Sekutu tetap menempatkan pasukan di Magelang untuk melindungi & mengorganisir evakuasi para tahanan tawanan Jepang.
- Gencatan senjata dikerjakan sesegera mungkin.
- Jumlah pasukan Sekutu akan dibatasi sesuai dgn tugasnya masing – masing.
- Sekutu tak mengakui acara NICA & organisasi di bawahnya & NICA dihentikan melaksanakan kegiatan apapun.
- Jalan raya Ambarawa & Magelang terbuka selaku jalur kemudian lintas Indonesia & Sekutu.
- Pembentukan tubuh penghubung di Semarang, Ambarawa & Magelang untuk menangani kesulitan yg timbul.
Pada 20 November 1945 peperangan kembali terjadi antara TKR pimpinan Mayor Sumarto, rakyat & prajurit Inggris alasannya perjanjian yg tak disepakati. Perjanjian justru dimanfaatkan untuk memperkuat posisi sekutu & mendatangkan bala pertolongan.
Berita akan insiden aksi militer di Surabaya pada 10 November, pula peristiwa tembak menembak yg menewaskan tiga perwira Inggris di Jawa Tengah menciptakan Brigadir Bethell menyalahkan RI. Pada 18 Oktober 1945 ia kemudian menyuruh penangkapan Gubernur Wongsonegoro.
Pasukan sekutu di Magelang ditarik untuk memperkuat pertahanan ke Ambarawa pada tanggal 21 November dgn dilindungi pesawat tempur. Pertempuran kemudian pecah di dlm kota & kampung – kampung di sekitar Ambarawa yg dibom sekutu.
Pasukan TKR bertahan di kuburan Belanda bersama pasukan pemuda dr Boyolali, Salatiga, & Kartasura. Mereka membentuk garis pertempuran di sepanjang rel kereta Ambarawa.
Dari arah Magelang datang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto pimpinan Imam Androngi pada melaksanakan serangan fajar 21 November 1945. Tujuan serangan tersebut adalah untuk menghantam mundur pasukan Inggris di desa Pingit.
Mereka berhasil menduduki desa Pingit & merebut desa – desa lainnya, kemudian meneruskan pengejaran terhadap sekutu. Pasukan menerima perhiasan tiga batalion dr Yogyakarta, yakni Batalion Sugeng 10 dipimpin Mayor Soeharto & Batalion 8 dipimpin Mayor Sardjono.
Sekutu yg terkepung menjajal menerobos dgn menggunakan tank dr arah belakang. Pasukan TKR kemudian mundur ke Bedono supaya tak ada korban jiwa.
Tanggal 21 November 1945 sekutu membisu – membisu mundur ke Ambarawa & diburuoleh resimen Kedu Tengah pimpinan Kolonel M. Sarbini sehabis sejarah museum Jenderal Sudirman Magelang & sejarah museum Jenderal Sudirman Yogyakarta.
Sekutu alasannya kembali dihadang oleh pasukan Angkatan Muda pimpinan Oni Sastrofihardjo & tertahan di Desa Jambu. Pasukan Oni diperkuat oleh perhiasan pasukan gabungan dr Ambarawa, Suruh & Surakarta. Batalyon I Sorjosoempeno kembali menghadang sekutu di Ngipik.
Para komandan pasukan kemudian melakukan rapat kerjasama dgn pimpinan Kolonel Holland Iskandar & membentuk komando bernama Markas Pimpinan Pertempuran di Magelang. Ambarawa dibagi menjadi empat sektor yakni utara, selatan, timur & barat.
Kekuatan pasukan tempur akan disiagakan bergantian. Sekutu menjajal menduduki dua desa di sekeliling Ambarawa. Pasukan pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan desa tersebut tetapi sang Letnan Kolonel tewas.
Setelah gugurnya Letnan Kolonel Isdiman pada 26 November 1945, Kolonel Soedirman pribadi turun ke lapangan & memimpin seni manajemen pertempuran sejarah perang Ambarawa.
Kehadiran Kolonel Soedirman di lapangan memberikan semangat gres bagi pejuang RI. Bala dukungan kemudian terus berdatangan dr Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang & yang lain.
Puncak Pertempuran
Sejarah perang Ambarawa berjalan dr 12 sampai 15 Desember 1945. Pada jadinya sekutu terdesak & terusir dr Banyubiru tanggal 5 Desember 1945.
Kolonel Sudirman mempelajari situasi medan pertempuran & menghimpun semua komandan sektor pada 11 Desember 1945. Disimpulkan bahwa sekutu sudah terdesak & perlu dijalankan serangan terakhir dgn planning yakni:
- Serangan dijalankan dengan-cara serempak & secara tiba-tiba dr semua sektor.
- Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
- Pasukan tubuh usaha atau laskar menjadi tenaga cadangan.
- Waktu serangan pada perang Ambarawa akan dilangsungkan pukul 04.30 pagi pada 12 Desember 1945.
Pasukan TKR mulai bergerak menuju pos masing – masing & dlm waktu setengah jam sukses mengepung pasukan musuh di dlm kota. Benteng Willem yg terletak di tengah kota Ambarawa diperkirakan sebagai daerah pertahanan terkuat sekutu.
Satu setengah jam pasukan TKR berhasil menguasai jalan raya Semarang – Ambarawa. Kolonel Sudirman segera menyuruh penggunaan taktik Supit Urang berbentukpengepungan ganda di kedua segi musuh. Tujuan pengepungan tersebut untuk memutus komunikasi & pasokan musuh dr sentra.
Pada tanggal 14 Desember 1945 pasukan sekutu mulai mundur alasannya terus disudutkan oleh pasukan RI sehingga persediaan logistik & amunisi menipis.
Tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30 dlm sejarah perang Ambarawa, dampak peperangan Ambarawa dicicipi oleh sekutu tatkala Indonesia berhasil merebut Ambarawa & menghantam mereka mundur ke Semarang.
Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dan sejarah museum Ambarawa berawal dr keinginan mengenang sejarah perang Ambarawa & sejak itu ditetapkan perayaan Hari Jadi Tentara Nasional Indonesia AD atau Hari Juang Kartika.