8 Efek Insiden Aksi Militer Belanda 2 Setelah Renville

Agresi Militer Belanda 2 yg dikenal dlm bahasa Belanda selaku Operatie Kraai (operasi gagak) terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Belanda lagi – lagi melaksanakan serangan yg melanggar perjanjian seperti dlm aksi militer Belanda I. Agresi tersebut diawali dgn serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada saat itu. Belanda yg tak puas dgn hasil dr perjanjian Renville memberitahukan pada tanggal 18 Desember 1948 sebelum tengah malam bahwa mereka tak lagi terikat kepada perjanjian Renville, yg disepakati sesudah aksi militer Belanda ke 1.

Belanda melancarkan agresi dgn strategi perang kilat (blitzkrieg) pada segala segi Republik Indonesia. Pasukan Belanda pertama kali diterjunkan di pangkalan udara Maguwo menuju ke ibukota RI di Yogyakarta. Setelah itu kabinet mengadakan sidang kilat & menetapkan bahwa pemimpin negara tetap tinggal di dlm kota agar tetap bersahabat dgn Komisi Tiga Negara & mengadakan kontak diplomatik dgn wakil PBB tersebut.

Kronologi Penyerangan Belanda

Kebuntuan yg terjadi dlm pelaksanaan hasil perundingan dan latar belakang perjanjian Renville merupakan latar belakang terjadinya agresi militer Belanda. Dampak agresi militer Belanda 1 yg merugikan Indonesia tak membuat Belanda puas. KTN selalu berupaya memberikan jaan keluar tetapi kesepakatan antara Indonesia & Belanda sukar untuk diraih. Indonesia tetap bertahan pada kedaulatannya sementara Belanda pula bersikeras untuk menjaga kekuasaan mereka di Indonesia dgn terus menerus berusaha menjatuhkan wibawa Indonesia di mata internasional. Tatkala ketegangan meraih puncaknya, RI & Belanda sama – sama mengirimkan nota pada Komisi Tiga Negara yg sama – sama berisi tuduhan bahwa pihak musuh tak menghormati makna sejarah perjanjian Renville. Menjelang tengah malam pada 18 Desember 1948, Wali Tertinggi Mahkota Belanda dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda melepaskan diri dr hasil perundingan Renville.

  Sejarah Kerajaan Sriwijaya –Latar Belakang, Masa Kejayaan Dan Keruntuhannya

Situasi di dlm negeri Indonesia sendiri sungguh tegang alasannya adalah terjadinya oposisi oleh Front Demokrasi Rakyat yg terdiri dr PKI & sekutunya. Situasi meningkat sesudah Muso, seorang tokoh komunis kawakan yg memimpin pemberontakan PKI pada 1926 kembali dr Uni Soviet ke Indonesia.  Puncak oposisi kepada pemerintahan RI terjadi tatkala Sumarsono yg memimpin Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) membentuk pemerintahan Soviet di Madiun. Walaupun pemberontakan tersebut secepatnya dibereskan oleh pemerintah RI, Belanda memakai momen tersebut sebagai argumentasi untuk menyerang dibalik kedok menolong RI melawan komunisme.  Belanda menggunakan perumpamaan ‘Aksi Polisionil’ untuk membenarkan agresi mereka.

Serangan dimulai dgn pengeboman pada Lapangan Terbang Maguwo pada pukul 05.45 pagi. Pasukan pertahanan disana cuma terdiri dr 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara, dgn persenjataan yg sangat rendah & satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pada pukul 06.45, pesawat Dakota sukses menerjunkan pasukan KST Belanda di Maguwo. Dalam waktu singkat, Maguwo sukses direbut  dan dikuasai Belanda. Pada pukul 9 siang, sejumlah 432 orang kekuatan tempur pasukan KST Belanda mendarat di Maguwo. Dua jam kemudian, seluruh kekuatan tempur Belanda grup Tempur M sejumlah 2600 orang dipimpin Kolonel D.R.A. van Langen sudah berkumpul di Maguwo & bergerak ke Yogyakarta.

Akibat Agresi Militer Belanda II Bagi Indonesia

  1. Dalam serangan tersebut pula dilaksanakan penangkapan terhadap Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir & tokoh – tokoh yang lain. Belanda pula menangkap para menteri seperti Syahrir, Mohammad Roem, Agus Salim & A.G. Pringgodigdo. Mereka pribadi dibawa ke pengasingan di Prapat, Sumatra & Pulau Bangka.
  2. Kejatuhan dr ibukota negara Indonesia memaksa dilakukannya pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera, dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yg sedang berada di Bukittinggi menurut surat kuasa dr Presiden & Wakil Presiden. Pemerintahan Syafruddin kemudian dikenal dgn nama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sebagai planning cadangan, surat kuasa pula diberikan pada Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono & staf kedutaan RI, L. N. Palar & Menteri Keuangan A.A. Maramis untuk membentuk pemerintahan darurat (Exxile Government of Republic Indonesia) di New Delhi , India seandainya Sjafruddin gagal.
  3. Jatuhnya korban tewas dr Tentara Nasional Indonesia sebanyak 128 orang tatkala terjadi serangan di Bandara Maguwo selaku pengaruh insiden aksi militer Belanda 2. Belanda pula sukses menguasai Maguwo lewat serangan udara yg memakai 14 buah pesawat melayang seperti Mustang & Kittyhawk.
  4. Beberapa bangunan di kota Yogyakarta yg penting hancur akibat serangan & ibukota dikuasai selaku dampak kejadian agresi militer Belanda 2.

Akibat Agresi Militer II Bagi Belanda

  1. Pasukan Belanda tak mampu merasakan kemenangan sepenuhnya alasannya TNI yg dikira sudah habis ternyata masih ada & mampu melaksanakan perlawanan sengit bahkan secara tiba-tiba kepada pasukan Belanda, walaupun dgn adanya pengaruh perjanjian Linggarjati yg merugikan Indonesia.
  2. Tentara Nasional Indonesia melakukan perlawanan balik pada tanggal 1 Maret 1949 yg diketahui dgn nama Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta. Pasukan Belanda kewalahan menghadapinya & kesudahannya berhasil dilumpuhkan.
  3. Dampak insiden aksi militer Belanda 2 berbentukterjadinya aksi gerilya di wilayah luar kota Yogyakarta. Aksi gerilya dijalankan di Jawa Tengah & Jawa Timur & dipimpin eksklusif oleh Jenderal Soedirman.
  4. Propaganda yg terus menerus digaungkan oleh Belanda selama aksi militer kedua bahwa pemerintahan Indonesia sudah tak ada lagi dapat digagalkan oleh serangan TNI & adanya PDRI. Pemerintahan darurat Sjafruddin sukses menunjukkan pada dunia internasional bahwa RI masih ada.

Perlawanan Terhadap Agresi Belanda II

Usaha untuk menjinjing dampak kejadian agresi militer Belanda 2 berupa kehancuran RI & angkatan bersenjatanya (Tentara Nasional Indonesia) sukses digagalkan dgn persiapan & reaksi yg dijalankan pemerintah Indonesia. Perjuangan diplomasi yg dikerjakan oleh Palar, Sujatmoko, Sumitro & Sudarpo dgn berkeliling di luar negeri berhasil menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia masih ada. Mereka berhasil menunjukkan pada dunia bahwa dampak insiden agresi militer Belanda 2 ini yaitu bentuk langkah-langkah yg melanggar perjanjian Renville. Juga meyakinkan dunia bahwa RI yakni negara yg cinta hening yg dibuktikan lewat ketaatan akan hasil perjanjian Renville & penghargaan pada KTN yg telah banyak menolong, meskipun banyak teladan kerugian perjanjian Linggarjati yg dialami Indonesia.

Para diplomat tersebut pula sukses menandakan bahwa RI masih berdaulat, dibuktikan dgn fakta bahwa pemerintahan masih berlangsung lewat PDRI & pula kesuksesan TNI untuk menguasai Yogyakarta selama 6 jam pada Serangan Umum 1 Maret. Usaha keras para diplomat Indonesia akibatnya mendapatkan simpati dr dunia internasional. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk secepatnya menarik pasukannya mundur dr wilayah Republik Indonesia, bila tak maka dukungan akan dilarang. Sementara Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda menghentikan operasi militer serta membebaskan para pemimpin Indonesia yg ditawan.

Selain itu, Jenderal Sudirman pula memimpin gerilya selama delapan bulan dlm kondisi sakit keras. Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara & Teritorium Jawa kemudian menyusun rencana pertahanan rakyat bertajuk ‘Totaliter’ atau ‘Perintah siasat no.1’  yg menyatakan antara lain bahwa peran pasukan – pasukan dr tempat federal ialah untuk menyusup ke belakang garis musuh & membangun kantong – kantong  gerilya. Pasukan Siliwangi ialah salah satu pasukan yg mesti melaksanakan perpindahan tempat dr Jawa Tengah menuju lokasi – lokasi yg sudah ditetapkan dgn nama Long March Siliwangi. Belanda alhasil menghentikan aksi militernya yg kedua.