Peristiwa Lapangan Ikada Di Jakarta 19 September 1945

Peristiwa yg terjadi di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 yaitu suatu Rapat Raksasa dimana Soekarno berpidato di hadapan ribuan rakyat dlm sejarah kemerdekaan Indonesia lengkap. Rapat lazim ini dipelopori oleh Comite Van Actie dgn tujuan untuk menyambut kemerdekaan & memperkuat mental rakyat mengenai kemerdekaan, serta mempertemukan rakyat dgn para pemimpinnya. Lapangan Ikada yakni suatu lapangan luas di pojok timur yg ketika ini ditempati oleh tempat Monas. Lapangan ini sebelumnya diketahui dgn nama Lapangan Gambir & menjadi sentra kegiatan olahraga. Nama Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) muncul di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942.

Pada awalnya lapangan ini dinamakan Champ de Mars atau Koningsplein. Di sekitarnya terdapat sejumlah lapangan sepak bola yg dimiliki klub sepak bola pada kala 1940an & 1950an. Klub – klub sepak bola tersebut yakni Hercules, VIOS (Voetbalbond Indische Omstreken Sport), & BVC. Ketiganya merupakan kesebelasan papan atas pada kompetisi BVO (Batavia Voetbal Organisatie). Di sekitar lapangan Ikada pula terdapat lapangan hoki & pacuan kuda untuk kavaleri militer. Ikada menjadi tempat latihan & pertandingan PSSI sebelum Stadion Gelora Bung Karno selesai dibangun untuk Asian Games IV pada tahun 1962. Stadion Ikada dibangun di sebelah selatan lapangan pada acara PON (Pekan Olahraga Nasional) kedua tahun 1952.

Peran Comite van Actie

Satu bulan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sekitar 300 ribu orang berkumpul di Lapangan Ikada yg terletak di seberang Monas dgn tekad bundar untuk menjaga kemerdekaan Indonesia. Rapat lazim akbar tersebut  sebagai peristiwa setelah proklamasi yg memiliki arti sangat penting digagas oleh golongan perjaka yg cemas bila prajurit sekutu akan membentuk markas besar di Jakarta. Komite van agresi adalah wadah dr para pemuda & mahasiswa yg berperan dlm insiden lapangan Ikada sebagai perencananya. Merekalah yg memobilisasi massa & mendesak pemerintah untuk bersedia hadir dlm rapat raksasa di lapangan Ikada tersebut. Organisasi ini terdiri dr beberapa sub organisasi seperti :

  Sejarah Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang dan Dampaknya

  • Angkatan Pemuda Indonesia (API)
  • Barisan Rakyat (BARA) & Barisan Buruh Tani (BBI). Anggotanya ialah Sukarni (Ketua), Chaerul Saleh (Wakil Ketua), AM. Hanafi (Sekretaris Umum), Adam Malik, Wikana, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni, Darwis, Djohar Noor, & Armunanto sebagai para anggota.

Komite cowok ini mengadakan agresi alasannya tak puas dgn keadaan & struktur permulaan pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Mereka menilai pemerintah mesti terus didesak & dimotivasi supaya mampu menyadari pentingnya derma rakyat pada kemerdekaan Indonesia. Tujuan diadakannya rapat dlm insiden lapangan Ikada yakni untuk mendekatkan pemerintah RI dgn rakyat dengan-cara emosional mengenai kemerdekaan Indonesia, menawarkan pada Sekutu bahwa rakyat siap menghadapi gangguan apapun kepada sejarah kemerdekaan Indonesia & merayakan terjadinya makna proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Aksi ini pula dimaksudkan selaku unjuk kekuatan kepada pemerintah militer Jepang yg tetap berkeras mempertahankan status quo hingga Sekutu tiba ke Indonesia. Pemuda – perjaka dr asrama Menteng 31 menjadi penggerak utama rapat ini. Mereka ditugaskan oleh Komite Nasional Kota Besar Jakarta untuk menyebarkan info pada rakyat. Sedangkan para cowok dr asrama Prapatan 10 diperintahkan untuk membujuk para petinggi pemerintah untuk berpidato di peristiwa di lapangan Ikada tersebut. Ketahui pula mengenai sejarah berdirinya tugu Monas yg berlokasi bersahabat bekas Lapangan Ikada.

Peristiwa Lapangan Ikada

Peristiwa Lapangan IkadaKabar yg beredar dr verbal ke lisan itu berhasil mengumpulkan ratusan orang yg menghadiri peristiwa lapangan Ikada. Pada awalnya rapat dijadwalkan untuk berjalan pada tanggal 17 September 1945, sempurna sebulan sesudah kemerdekaan. Adanya bahaya dr serdadu Jepang & Sekutu menciptakan rapat diundur menjadi dua hari kemudian. Walaupun prajurit Jepang sudah melarang rapat raksasa tersebut, rakyat tetap tiba dgn bersemangat dr berbagai wilayah di Jakarta & sekitarnya. Sebagian besar penerima rapat tiba menggunakan kereta api di Stasiun Gambir, menenteng poster – poster & bendera merah putih. Tentara Jepang berseragam melakukan penjagaan ketat sehingga suasana tegang serta mencekam, namun rakyat tak gentar. Sebagian rakyat bahkan menenteng senjata tajam seperti kerikil, bambu runcing & keris.

Rakyat sabar menanti semenjak pagi hari sampai menjelang sore sambil menyanyikan lagu – lagu, salah satu lagu berjudul ‘Darah Rakyat’. Mereka rela berada di bawah terik matahari Jakarta, tak minum & makan sambil menyanyi & meneriakkan yel – yel penambah semangat. Tatkala Soekarno & para menterinya tak kunjung tiba, walikota Jakarta Soewirjo & Ketua Komite Nasional Daerah Jakarta, Mr. Moh. Roem menggantikan tanggung jawab terhadap lautan insan yg menyanggupi lapangan Ikada.

Soekarno & Hatta akhirnya menetapkan untuk tiba ke Lapangan Ikada untuk menemui rakyat yg sudah menanti selama berjam – jam. Pidato singkat Soekarno selama lima menit berisi ujaran yg meminta rakyat mempercayai pemerintah. Pidato tersebut berhasil menenangkan rakyat yg sudah berkumpul selama 10 jam. Walaupun sedikit kecewa alasannya Soekarno cuma berpidato singkat, mereka kemudian bubar & pulang ke tempat tinggal masing – masing tatkala hari menjelang gelap.

Tan Malaka & Moeffreni

Dalam kejadian lapangan Ikada, ada beberapa nama yg sangat berjasa tetapi luput dr catatan sejarah seperti Tan Malaka & Moeffreni. Tan Malaka dikatakan selaku penggagas rapat besar ini, ia dijadikan panutan & dipuja oleh para pemimpin pemuda di Jakarta. Konon di erat Bung Hatta tampak berjalan seorang laki – laki bertopi helm, ciri khas Tan Malaka yg tak pernah dilepasnya. Laki – laki itu pula terlihat berdiri di podium bersama Soekarno. Keterlibatan Tan Malaka gres terungkap pada masa reformasi lalu alasannya adalah ia yaitu seorang tokoh kontroversial pada masa pemerintahan Soekarno – Hatta. Sedangkan Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min yakni seorang pemuda kelahiran Rangkasbitung, orang kedua di BKR Jakarta setelah Kasman Singodimejo.

Ia adalah eks anggota Seinen Dojo atau Barisan Pemuda Tangerang, alumnus pendidikan perwira PETA Bogor. Moeffreni ialah pengawal Bung Karno selama peristiwa lapangan Ikada diselenggarakan. Ia menjadi tameng hidup sejak Bung Karno keluar dr kendaraan beroda empat, berjalan ke podium hingga kembali lagi ke kendaraan beroda empat, berpakaian sipil & mengantongi empat granat nanas & dua buah pistol yg siap dipakai kalau prajurit Jepang berulah. Pada tahun 1976 di masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin untuk pertama kalinya diadakan perayaan Hari Bersejarah Bagi Rakyat Jakarta untuk mengingat peristiwa di lapangan Ikada. Acara berjalan di Balaikota & didatangi oleh Bung Hatta.

Rapat akbar di lapangan Ikada telah berhasil mempertemukan para pemimpin RI dgn rakyatnya. Dengan penyelenggaraan rapat tersebut pula sekaligus melegitimasi pemerintahan RI yg sah tergolong lembaga administrator, legislatif & yudikatif, memperlihatkan kewibawaan pemerintah RI di mata rakyatnya & berhasil meningkatkan keyakinan rakyat akan kekuatan bangsa sendiri untuk mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa rapat raksasa di lapangan Ikada pula turut mengobarkan semangat juang rakyat untuk menjaga kemerdekaan dr pihak – pihak asing seperti sekutu & NICA. Sedikit banyak kejadian ini pula mengilhami adanya usaha yg dikerjakan di banyak sekali wilayah di Indonesia mirip sejarah  kejadian merah putih di Manado, sejarah peristiwa 10 November di Surabaya, & banyak lagi hingga kemerdekaan Indonesia berdaulat & diakui dunia internasional.