Kerusuhan Tanjung Priok bisa kita lihat sebagai sejarah sebagai peristiwa & misalnya. Peristiwa Tanjung Priok adalah sebuah kejadian kerusuhan yg terjadi pada tanggal 12 September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta, empat belas tahun sebelum bencana kemanusiaan tahun 1998. Peristiwa ini pula merupakan pelanggaran hak asasi manusia yg hebat. tatkala terjadi pembantaian pada sekelompok orang yg terlibat bentrok dgn aparat. Akibatnya terdapat banyak korban tewas & korban luka yg angkanya tak bisa ditentukan, serta sejumlah gedung pula rusak alasannya terbakar.
Peristiwa ini dipicu tatkala pada awal 1980an, pemerintah gencar mengkampanyekan asas tunggal negara. Asas tunggal negara berbentukPancasila yaitu kebijakan politik orde gres yg lain pada masa itu. Melalui peraturan pemerintah, semua organisasi yg ada di Republik Indonesia wajib memakai asas Pancasila & tak boleh ada asas yg lain. Hal ini membuat siapapun yg tak memakai asas Pancasila, kemudian dianggap tak sejalan dgn kebijakan politik pemerintah masa itu.
Mereka akan dianggap anti terhadap Pancasila. Pemaksaan ini membuat banyak masyarakat terutama di Jakarta menolak penetapan Pancasila sebagai asas tunggal sehingga beberapa minggu sebelum insiden terjadi, situasi di Jakarta Utara panas & tegang dr gosip politik & keagamaan. Hampir setiap ahad para ulama di masjid – masjid berceramah dgn kritik keras pada pemerintah Orde Baru perihal pemaksaan Pancasila tersebut.
Peristiwa Tanjung Priok
Kebijakan asas tunggal ini menjadikan timbul gelombang ketidak puasan yg terus membesar & pada akhirnya memuncak menjadi insiden Tanjung Priok. Demonstrasi yg terjadi selaku penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal berawal dr peristiwa penangkapan terhadap empat orang warga yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe & Muhammad Nur. Keempatnya ditahan sesudah terjadinya aksi pembakaran sepeda motor seorang Babinsa, yg kemudian menjadi latar belakang peristiwa Tanjung Priok tersebut. Aksi pembakaran itu sendiri dipicu tatkala masyarakat mendengar gosip adanya provokasi yg dilaksanakan oknum Babinsa di masjid As – Saadah.
Seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) bernama Sersan Satu Hermanu & seorang rekannya dr Koramil tiba di Masjid / Musala As-Saadah, gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka ingin membersihkan spanduk, pamflet & brosur di dlm masjid tersebut yg isinya diangggap berupa penentangan terhadap pemerintah. Para jamaah menolak melepasnya sehingga petugas melakukannya sendiri. Setelah itu berita tersebar bahwa para Babinsa masuk area masjid tanpa melepas alas kaki & menyiram air comberan pada pamflet – pamflet di dlm masjid. Tindakan itu ialah dianggap selaku pelanggaran serius terhadap etika umum di masjid & menyebabkan kemarahan warga.
Usaha untuk meredam pertikaian gagal alasannya kabar tersebar luas & banyak masyarakat yg sudah berkumpul ke masjid, tiba untuk menuntut kedua petugas meminta maaf atas tindakannya. Syarifuddin Rambe & Sofwan Sulaeman sebagai pengurus masjid Baitul Makmur menjajal menengahi dgn musyawarah, tetapi gagal alasannya massa yg sudah emosi kemudian membakar motor milik Hermanu. Sebagai kesannya abdnegara kemudian menangkap keempat orang tersebut. Usaha pembebasan melalui santunan tokoh penduduk Amir Biki pun gagal & justru terjadi pembantaian tatkala masyarakat beramai – ramai menuju tempat penahanan untuk memuntut pembebasan keempat orang yg ditahan.
Akibat Peristiwa Tanjung Priok
Jumlah korban niscaya dr peristiwa Tanjung Priok sulit dipastikan sebab adanya data yg simpang siur. Komnas HAM mencatat jumlah korban tewas sebanyak 23 orang & korban luka 55 orang. Sedangkan Solidaritas Nasional Untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) dlm penyelidikannya menyimpulkan jumlah korban tewas meraih 400 orang, tak termasuk korban yg cacat & luka – luka. Sebagai pengaruh insiden Tanjung Priok yg menjadi salah satu insiden pada masa orde gres, masih banyak efek yg dinikmati oleh para korban & keturunannya sampai masa kini ini.
- Korban yg lolos dr maut & sempat mencicipi dinginnya sel penjara sampai sekarang mengalami stress berat psikologis selama berpuluh tahun & kerap mengalami mimpi buruk hingga dikala ini.
- Korban selamat & keturunannya pula mengalami gangguan mental berupa stress & trauma berat, yg berasal dr pelanggaran hak – hak asasinya selama berada di dlm penjara.
- Menimbulkan stigma negatif di penduduk bahwa peristiwa itu terjadi karena adanya perjuangan separatis yg mengancam keutuhan NKRI & hendak mengganggu tujuan orde baru balasan ketidak jelasan informasi yg simpang siur.
- Banyak korban yg sampai saat ini harus menanggung biaya pengobatan sebagai pengaruh kejadian Tanjung Priok yg dulu terjadi sebab mengalami persoalan kesehatan, baik fisik maupun mental.
- Banyaknya anak yg kehilangan ayah & terpaksa putus sekolah alasannya adalah kehilangan kepala keluarga.
- Banyaknya kerugian materiil seperti kehilangan harta benda & tempat tinggal.
- Adanya anggota keluarga yg hilang & tak diketahui dimana keberadaannya sampai kini sebagai pengaruh peristiwa Tanjung Priok.
- Hingga kini masih ada keluarga korban & korban yg menuntut solusi kasus ini, tetapi tak pernah ada titik terang yg berarti.
- Banyak korban yg kehilangan mata pencaharian berupa perjuangan & pekerjaan alasannya adalah dirampas atau mengalami stigma tertentu.
Kondisi Tanjung Priok Masa Itu
Pada tahun 1984, Tanjung Priok yakni sebuah wilayah di Jakarta yg menjadi tempat berlabuhnya kapal – kapal & termasuk salah satu tempat yg miskin & kumal di Ibukota. Disini adalah tempat orang – orang yg berasal dr desa & pulau luar Jawa tinggal berimpitan mencari sumber penghidupan di Jakarta. Tanjung Priok sarat sesak oleh para pendatang, dimana berdasarkan sensus kependudukan waktu itu menunjukkan setiap meter persegi dihuni oleh sembilan orang, & kegiatan disana tak berhenti selama 24 jam. Banyak warung & kafetaria yg buka hingga jauh malam.
Lokasi kejadian terletak di Koja, yakni daerah permukiman kaum buruh galangan kapal, buruh pabrik, buruh bangunan & harian atau pekerja serabutan. Dengan kondisinya yg padat, Tanjung Priok akan sangat gampang tersulut banyak sekali gosip, apalagi lagi pula terdapat kesenjangan sosial yg sungguh terang. Disana pula terdapat rumah – rumah mewah diantara kepadatan orangnya yg miskin, di daerah yg berisi berbagai orang dr banyak sekali kultur seperti Banten, Jawa Barat, Madura, Bugis & Sulawesi, yg kental nuansa Islaminya.
Masjid di Tanjung Priok pada masa itu menjadi pusat kehidupan dimana aneka macam orang tua & anak berkumpul & melepas letih serta untuk bersosialisasi. Maka pengaruh dr isu – gosip yg beredar tentu akan sungguh meluas & mensugesti penduduk & mudah menjadi penyebab kejadian Tanjung Priok. Karena penyelesaian kasus yg tak terperinci ujung pangkalnya sampai sekarang, maka pengaruh peristiwa Tanjung Priok yg dialami oleh para korban & keluarganya pun tak dapat dikerjakan dgn baik serta tuntas. Sehingga para korban yg masih mengalami syok pun harus berjuang mengatasi kesulitan mereka sendiri sebagai akhir dr terjadinya kejadian berdarah di masa lalu, tanpa adanya perlindungan yg memiliki arti & penutupan problem yg dikehendaki oleh para korban.