Tahukah ananda bahwa hari buku nasional yg diperingati setiap tanggal 17 Mei mempunyai sejarah yg bekerjasama akrab dgn ulang tahun Perpustakaan Nasional? Pada dasarnya semua hari besar nasional seperti sejarah kemerdekaan indonesia sampai hari proklamasi Indonesia dan makna proklamasi kemerdekaan indonesia memiliki sejarah lahirnya. Pernah mendengar pepatah “buku yaitu jendela dunia?”. Ungkapan itu benar adanya, lantaran jika menyelidiki masa lalu, Moh. Hatta bahkan rela dipenjara asalkan bersama buku. Hal itu memperlihatkan bahwa buku merupakan kebutuhan yg sangat penting. Berbagai ilmu hanya akan ditemukan melalui buku. Dengan buku pula segala batas-batas pengetahuan akan runtuh. Makanya disebutlah buku sebagai jendela dunia.
Bahkan saking pentingnya, dunia internasional sudah mencetuskan hari buku internasional setiap tanggal 23 April. Hari buku internasional atau World Book Day pertama kali ditetapkan pada tanggal 23 April 1995. Penetapan tersebut dicetuskan oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, & Kebudayaan PBB atau yg lebih dikenal dgn sebutan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization disingkat UNESCO. Mengapa Organisasi PBB mencetuskan hari buku internasional? Penetapan tersebut dicetuskan selaku bentuk penawaran khusus kepada dunia penerbitan & hak cipta. Lantas bagaiamana dgn hari buku di Indonesia?
Penetapan Sejarah Hari Buku Nasional pada tahun 2002
Perpustakaan nasional memang sudah berusia cukup usang, sejak peresmiannya pada tanggal 17 Mei 1980 silam. Jika waktu antara peresmian perpustakaan nasional ditarik hingga tahun 2002, maka usia perpustakaan pada masa itu ialah dua puluh dua (22) tahun. Usia yg seandainya dimiliki oleh insan, sedang berada pada masa produktif & aktif berkreasi.
Namun, ada yg berlawanan dgn momen ulang tahun perpustakaan nasional yg ke-22 pada tahun 2002. Perayaan tersebut bukan hanya sebatas pertambahan usia perpustakaan nasional, melainkan tercatat selaku permulaan terbentuknya hari buku nasional di Indonesia. 17 Mei 2002 yakni tanggal yg ditetapkan sebagai hari buku nasional. Hari tersebut ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Indonesia dr Kabinet Gotong Royong Bersama, Abdul Malik Fadjar.
Sejak hari itu, Indonesia resmi memiliki hari buku nasional yg jatuh setiap tanggal 17 Mei. Mei tahun 2019 ini, hari buku nasional akan menjadi peringatan yg ke-19, sementara perpustakaan nasional sudah mencapai usia ke-41. Penetapan tanggalnya serentak dgn peresmian perpustakaan nasional pula memiliki filosofi sendiri. Hal itu menunjukkan bahwa buku mempunyai kaitan yg sungguh bersahabat dgn perpustakaan.
Latar belakang Sejarah Hari Buku Nasional
Per tahun 2002, dilansir dr kumparan.com, tingkat kesanggupan membaca penduduk Indonesia yg berusia 15 tahun ke atas hanya 87,9 persen. Sementara Malaysia meraih 88,7 persen & Thailand 92,6 persen. Artinya pada masa itu penduduk Indonesia masih banyak yg tak tahu membaca. Adapun tingkat bikinan buku Indonesia pada tahun 2002 hanya meraih meraih rata-rata 18.000 judul buku setiap tahunnya. Sangat jauh berlainan dgn tingkat bikinan buku di Tiongkok yg mencapai 140.000 judul buku setiap tahun. Berangkat dr fakta tersebut muncullah ilham Abdul Malik Fadjar untuk memutuskan hari buku nasional sebagaimana adanya World Book Day.
Rendahnya tingkat produksi buku berlangsung seiring dgn minat baca penduduk . Sehingga hal itu memperlihatkan bahwa minat baca penduduk Indonesia betul-betul masih sangat rendah sampai tahun 2002. Penyebabnya sebegaimana yg telah disebutkan. Pertama adalah penduduk Indonesia masih banyak yg buta abjad, sehingga tak bisa membaca. Penyebab kedua, tingkat bikinan buku di Indonesia masih terbilang sungguh kurang bila dibanding negara lain. Dan ketiga, kemauan untuk membaca penduduk dengan-cara psikologis memang terbilang minim sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka latar belakang lahirnya hari buku nasional antara lain:
- Tingkat buta aksara masyarakat Indonesia hingga tahun 2002 masih tinggi.
- Produksi buku di Indonesia masih sangat rendah dibanding negara lain.
- Kemauan penduduk membaca sungguh minim.
Tujuan Sejarah Hari Buku Nasional
Berdasarkan beberapa latar belakang digagasnya hari buku nasional, maka tujuan dr penetepan hari tersebut dengan-cara sederhana yakni:
- Menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia. Hal ini berkenaan dgn fakta bahwa minat baca penduduk Indonesia masih sangat minim.
- Melestarikan budaya gemar membaca. Membiasakan diri membaca buku perlahan-lahan akan membentuk sebuah kegemaran membaca. Sehingga budaya gemar membaca di Indonesia perlu dijaga agar terus lestari.
- Meningkatkan tingkat pemasaran buku. Sejalan dgn buatan buku yg masih kurang, maka pemasaran buku pula mirip itu. Oleh alasannya itu berawa dr minat & hobi membaca akan memajukan tingkat permohonan buku. Sehingga buatan buku mampu ditingkatkan.
Bentuk perayaan hari buku di Indonesia
Apa saja yg mampu dikerjakan untuk merayakan hari buku nasional? Tentu saja ada banyak cara. Tergantung bagaimana setiap individu memaknai hari buku. Contohnya memborong buku gres pada tanggal 17 Mei, jikalau mempunyai budget lebih. Kamu pula bisa menghubungkannya dgn acara sosial mirip menyumbangkan buku pada perpustakaan atau orang-orang yg tak sanggup berbelanja buku. Pada pada dasarnya apapun yg ananda kerjakan sebaiknya mampu mengembangkan budaya gemar membaca di Indonesia.
Minat Pembaca Indonesia ketika ini
Pernahkah ananda melihat bagaimana peringatan hari film nasional? Meriah bukan? Apakah peringatan hari buku nasional semeriah itu? Jawabannya pastinya tidak. The Central Connecticut State University pernah melakukan “The World’s Most Literature Nation” pada tahun 2016 & risikonya sungguh miris. Dari 61 negara yg diteliti, Indonesia menduduki peringkat ke 60.
Era milenial dikala ini seharusnya bisa menenteng pengaruh baik bagi dunia literasi termasuk minat membaca. Karena sudah banyak platform & situs yg menyediakan buku dlm bentuk digital dengan-cara gratis. Hanya perlu download saja. Aplikasi mirip wattpad pula diharapkan bisa menumbuhkan minat baca. Dan alhasil lumayan baik. Sudah banyak penulis muda yg bermunculan dr eksistensi aplikasi tersebut. Hanya saja hal itu masih belum menjamin bahwa minat baca di Indonesia meningkat.
Kecanggihan teknologi yg seharusnya membawa efek positif, justru menjadi bumerang. Social media & berbagai jenis game-lah yg merajai perkembangan generasi Indonesia dikala ini. Fakta sederhana, anak balita sudah mengenal penggunaan ponsel & merengek jika tak diberi. Sementara pada masa lalu sebelum teknologi secanggih sekarang, anak usia tersebut semestinya sudah bisa belajar membaca.
Salah satu aspek lain yakni stigma masyarakat yg menganggap negatif orang yg suka membaca. Pernah dengar istilah ‘kutu buku’? Sudah bukan rahasia umum lagi fikiran terhadap si kutu buku ialah jelek. Para kutu buku dianggap kolot & kurang pergaulan. Sementara di sisi lain kecenderungan anak Indonesia ingin dianggap keren. Sehingga anggapan jelek wacana kutu buku menyebabkan generasi muda enggan menjamah buku.
Meskipun dengan-cara keseluruhan minat baca Indonesia rendah, masih ada kemungkinan satu dr seribu penduduk yg memiliki minat besar kepada buku. Dan memang benar adanya. Sayangnya minat baca yg rendah berimbas pada produksi buka yg rendah, sehingga harga buku cenderung mahal. Akhirnya bermunculan pengecer yg menawarkan buku bajakan. Makara, segala permasalahan terkait literasi di Indonesia pada dasarnya saling terkait.