Pada kesempatan ini, saya akan membahas tentang keadaan agama dan perubahan sosial. Sebelum saya membahas hal ini, saya akan membahas terlebih dahulu definisi sosiologis tentang agama. Mungkin sebagian dari anda belum mengetahui definisi sosiologi agama. Tergantung pada etimologi (bahasa) atau arti kata, “Sosiologi” berasal dari dua kata, yaitu dari kata Latin “socius” yang berarti teman; Dan kata Yunani “Logos” berarti pikiran atau pengetahuan.
Jadi, secara etimologis, sosiologi berarti “ilmu masyarakat” (Hanum Marimbi, 2009:1). Dengan kata (perkataan), sosiologi adalah ilmu tentang interaksi kehidupan manusia, yaitu hubungan antara individu dan kelompok, hubungan kelompok dengan kelompok.[1]
Secara khusus, ketika kita berbicara tentang sosiologi agama, sosiologi agama adalah studi tentang fenomena sosial dan menganggap agama sebagai fenomena sosial. Sosiologi agama sering mencoba menemukan prinsip-prinsip tentang hubungan antara agama dan masyarakat. Sosiologi agama adalah cabang sosiologi umum yang mempelajari umat beragama melalui penelitian sosiologis untuk memperoleh informasi ilmiah dan akurat yang berguna bagi umat beragama itu sendiri dan masyarakat luas.
Berbicara tentang agama dan perubahan sosial dalam masyarakat tidak terlepas dari dampak positif dan negatifnya, sehingga diperlukan bimbingan dan arahan agar masyarakat dapat mengikuti perubahan sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini, agama memiliki peran yang sangat penting dalam interaksi sosial di masyarakat.
Seiring berkembangnya interaksi sosial dalam masyarakat yang mempengaruhi perilaku dan pola sikap masyarakat, maka banyak bermunculan perilaku menyimpang yang dapat merusak stabilitas kehidupan sosial dalam masyarakat. Padahal, nilai-nilai agama dalam masyarakat secara terus menerus dan berkelanjutan menunjukkan perubahan sosial yang positif di masyarakat. Selain sebagai pedoman, Islam dapat berperan sebagai penyaring dampak negatif perubahan sosial di masyarakat. Agar masyarakat lebih selektif dalam menerima dan menampung budaya baru dari Barat.
Baca Juga:
- Perubahan sosial di bidang teknologi
- Jelaskan tiga kaitan transportasi online dengan perubahan sosial positif
- Perilaku kritis adanya pengaruh perubahan sosial budaya
- √ Dampak Perubahan Sosial dan Contohnya (Dampak Positif & Negatif)
- Pengertian Perubahan Sosial
- Dampak Perubahan Sosial
- Perilaku kritis adanya pengaruh perubahan sosial budaya
Agama sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang terus mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat. Masyarakat yang dinamis tidak dapat menolak perubahan. Padahal, di satu sisi, masyarakat juga menginginkan perubahan sosial. Namun jika demikian halnya, masyarakat harus memiliki peran penyeimbang atau terarah dalam menyikapi perubahan sosial yang terjadi.
Salah satu perubahan sosial tersebut adalah munculnya status sosial dalam masyarakat yang berdampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan sosial dan perpecahan sosial di masyarakat, dan mengarah pada hal-hal positif, peran Islam dalam menghadapi peristiwa kehidupan manusia saat ini sangat tinggi. Bidang dan tingkatan selanjutnya memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Dengan memahami keberagaman dengan baik, diharapkan masyarakat dapat menjadi aktor perubahan sosial yang dapat memberikan nilai-nilai positif daripada memberikan nilai-nilai negatif. Semua konsep sosial yang ada didasarkan pada satu nilai, yaitu tolong-menolong antar manusia.
Perubahan sosial yang diperbolehkan oleh ajaran Islam memiliki nilai-nilai dan mengutamakannya, yaitu perubahan sosial dari hal yang buruk ke hal yang baik atau perubahan sosial yang baik ke hal yang lebih baik, dan semua perubahan sosial yang terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan aturan. . .
Agama adalah pedoman hidup manusia.
Tidak ada yang meragukan bahwa agama adalah pedoman atau pedoman hidup manusia. Agama yang berisi aturan-aturan atau peraturan-peraturan, memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh perilaku, agama memberikan ajaran tentang apa yang baik dan benar dan apa yang buruk dan salah. Agama selalu dikaitkan dengan ajaran moralitas atau perilaku yang baik. Agama mengajarkan perilaku yang harus diamalkan oleh orang atau masyarakat.
Harus ada interaksi sosial dalam setiap masyarakat. Hakikat kehidupan masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia, terletak pada konsep interaksi sosial. Dalam setiap interaksi sosial pasti terdapat aturan atau pedoman agar interaksi sosial antar manusia dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Ini disebut sistem sosial sosiologis. Orang yang mengutamakan sistem sosial pasti akan mengembangkan hubungan sosial berdasarkan moral atau etika berdasarkan ajaran agama.
Islam mengajarkan hubungan sosial manusia berdasarkan agama melalui konsep hablm min al nas. Dalam konteks hubungan sosial, Islam mengajarkan tentang proses-proses hubungan sosial. Menurut sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya Allah telah mengutus aku untuk bertingkah laku seperti manusia.” Oleh karena itu, manusia harus menggunakan kerangka moral yang mulia ini sebagai dasar hubungan antar manusia.
Islam berfungsi sebagai model untuk tindakan dan memberikan panduan tentang perilaku seperti apa yang harus dilakukan oleh orang-orang. Dalam hubungan manusia, orang harus menggunakan kejujuran sebagai dasar tindakan mereka. Dengan kejujuran, itu menciptakan kepercayaan dan kemudian menciptakan tindakan yang diyakini benar oleh audiens. Yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi ketertiban sosial adalah tindakan saling percaya berdasarkan kesetiaan itu. Begitu kepercayaan itu rusak, membangkitkan kepercayaan itu menjadi lebih sulit selamanya.
Oleh karena itu, ajaran agama memberikan pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Agama sebagai contoh praktis
Bukan suatu kebetulan bahwa banyak di bidang antropologi dan sosiologi menjadikan agama sebagai sasaran penelitian mereka. Agama pertama telah menjadi platform yang menarik untuk penelitian ilmiah. Tentu saja, agama yang hidup dalam kehidupan masyarakatlah yang menjadi kajian. Ini bukan agama di atas surga yang suci, tetapi agama dalam pemahaman dan pengalaman manusia sehari-hari.
Pengertian agama sama, tetapi pengertian agama sangat berbeda. Kami mengenal klasifikasi sosial budaya berdasarkan kesadaran beragama. Kadang-kadang terjadi konflik antar umat beragama, bukan berdasarkan pemahaman agama yang berbeda. Dulu, terjadi persaingan bahkan konflik antara NU dan komunitas Muhammadiyah karena perbedaan pemahaman agama. Namun dengan perubahan sosial yang berkembang, hubungan NU dan Muhammadiyah juga akan berubah. Saat ini, hubungan antara keduanya semakin dekat. Konsep yang bermakna di kalangan umat Islam adalah dakwah, yang sesuai dengan budaya setempat. Saya kira sama dengan apa yang disadari masyarakat NU ketika mengembangkan dakwahnya. Kedepannya, hubungan antar umat beragama ini akan semakin cair dalam kehidupan sosial yang selalu berubah.
Adapun dunia Tarakat, di mana agama kuburan diposting pada zaman sebelumnya, diasumsikan bahwa pengikut Tarakat adalah orang-orang yang melarikan diri dari kehidupan yang sibuk. Perilaku asketis. Namun seiring dengan perubahan sosial yang sedang berlangsung, pandangan masyarakat terhadap kehidupan pengikut Tarakat juga berubah. Melalui penelitian fenomenologis, dapat diketahui bahwa pengikut Tarkat juga merupakan pengikut “aktivisme” kerja. Pengikut Tarakat muda adalah mereka yang berpikir bahwa bekerja dengan benar adalah bagian dari ibadah.
Diskusi tentang tarekat sebenarnya merupakan acara yang menarik. Sampai saat ini, masih banyak kesalahan dalam memahami religiositas Satara. Dia menganggap Tarakat sebagai orang yang meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka dianggap hanya berfungsi untuk penggunaan di masa mendatang. Namun fakta membuktikan bahwa hanya orang tua (kasepuhan) yang seperti itu, tetapi orang muda (kanoman) jauh dari konsep seperti itu.
Oleh karena itu, kita harus membaca kehidupan umat beragama karena mereka bias, apalagi menilai. Dengan memadukan dimensi teologis, ritual, pemahaman keagamaan dan realitas konkrit, kita memperoleh kejelasan dalam memahami religiusitas masyarakat kita.
Fenomena dewasa ini juga terkait dengan penguatan pemahaman agama dengan perilaku dasar. Seiring dengan pembangunan sistem demokrasi dan penguatan hak asasi manusia, pemahaman dan praktik dasar agama berkembang pesat. Agama tampaknya secara fundamental telah menemukan lahan subur baru dan perkembangannya semakin cepat. Banyak anak muda yang tertarik dengan jenis agama ini.
Dan mereka yang sedang dalam proses pencarian agama bertemu dengan pemahaman agama yang mendasar, sehingga nantinya mereka menjadi pemeluk agama yang kuat, yang dalam banyak hal sangat bertentangan dengan pemahaman agama pada umumnya. . Yang paling menyedihkan adalah ketika mereka dipenuhi dengan ajaran teror dan semacamnya.
Indonesia memang bisa menjadi lahan subur bagi semua keyakinan agama. Di satu sisi ada fundamentalisme yang kuat, di sisi lain juga ada semangat lokalisme agama. Banyak agama lokal lahir dan besar di Indonesia. Semua ini menunjukkan bahwa keterbukaan dan demokrasi melahirkan pemahaman dan praktik keagamaan yang berbeda. Ada yang dasar, ada yang menengah dan ada yang lokal.
Fenomena ini memang menarik untuk ditelaah secara mendalam agar para ulama dapat memahaminya secara arif, dan menjadi acuan bagi perumusan kebijakan untuk menghadapi tantangan kehidupan beragama di masa depan.
Studi teologis dan epistemologis tentu penting, tetapi kita juga harus terus membingkai studi dari perspektif kognitif, afektif, dan psikologis. dan masyarakat.
Kontinuitas dan Perubahan: Agama dan Tantangan Kontemporer
Mengikuti cara berpikir praktis, bahwa agama akan tetap ada selama manusia hidup. Saya percaya bahwa agama adalah pedoman hidup, jadi itu ada. Apalagi didukung juga dengan popularitas ekspansi keagamaan yang sedang berlangsung. Agama menempati tempat yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Agama telah menjadi faktor utama dalam tatanan sosial. Meskipun perlu dicatat bahwa agama adalah alasan lahirnya konflik sosial. Namun, saya percaya bahwa jika lebih banyak perhitungan statistik dilakukan di mana ketertiban sosial dibangun oleh agama dan konflik sosial ditingkatkan oleh agama, peran agama dalam penyebab ketertiban sosial akan lebih besar.
Di antara konsep-konsep keagamaan yang mungkin atau mungkin tidak berlanjut adalah doktrin teologis dan liturgis. Ajaran agama tentang Tuhan dan ibadahnya, meskipun berbeda, tentu tidak berubah. Namun, ajaran agama terkait perbedaan perilaku memang berubah.
Dalam hal modernitas, misalnya, agama harus berada dalam semangat stabilitas dan perubahan ini. Aspek esensial agama berupa pesan-pesan ilahi tidak berubah, tetapi simbol-simbol alam atau buatan agama tentu mengalami perubahan. Simbol-simbol agama yang berhubungan langsung dengan manusia dapat berubah modelnya, misalnya gaya berpakaian, cara berkomunikasi, gaya hidup dan simbol-simbol non-agama lainnya dapat berubah.
Ritual, prinsip utama agama, tetap konstan, tetapi ritual sosial yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat berubah seiring dengan perubahan sosial atau modernisasi yang berlanjut. Melihat kenyataan ini, penting dan mendasar untuk mempelajari hubungan antara agama dan masyarakat dalam modernitas.
Modernitas tidak dapat disangkal. Ini adalah kebutuhan sosial yang tak terhindarkan. Tidak ada masyarakat yang dapat secara terbuka menerima modernitas ini. Jika ada, ini tentang membuat perbaikan sejauh itu, menolak yang berbahaya dan merangkul yang bermanfaat. Misalnya, tidak ada kelompok yang tidak menerima teknologi informasi sebagai produk modernitas.
Ada tiga perspektif yang sering menggambarkan responnya terhadap modernitas: menolak semua yang modern dan berusaha melawannya. Kemudian terima tanpa ragu-ragu. Segala sesuatu yang modern dianggap yang terbaik. Lalu ada pula yang menerimanya dengan kritik. Artinya, menerima modernitas dengan meyakini bahwa yang baik akan digunakan, dan yang destruktif akan ditinggalkan.
Kajian agama, masyarakat, modernitas atau globalisasi akan menjadi bidang yang menarik di antara minat pengembangan ilmu-ilmu keislaman terpadu di masa depan yang dicanangkan sebagai Program Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi Islam (PTAIN). Namun, penting bagi mahasiswa akademik di PTAIN untuk mengembangkan pengetahuan berdasarkan hubungan antara sains Islam, sains dan teknologi serta sains Islam murni.