Hubungan Industrial mulai diketahui di Eropa pada pertengahan kala XVIII, seiring dgn hadirnya revolusi industry. Pada awal revolusi industry, kekerabatan industrial merupakan hubungan yg bersifat personal antara buruh & usahawan. Bahkan, relasi yg terjadi bersifat kekeluargaan atau ketetanggaan. Segala problem yg muncul akhir hubungan kerja dituntaskan dengan-cara pribadi & kekeluargaan. Dengan demikian, pada ketika itu peraturan kompleks atau ketat di tempat kerja.
Revolusi industry menyebabkan perbagai perubahan besar dlm berproduksi. Perkembangan teknologi buatan & materi baku yg melimpah telah mendorong terjadinya peningkatan produksi yg menciptakan laba besar bagi perusahaan. Akibatnya, cara buatan yg berlawanan dgn sebelumnya. Perkembangan ini menyebabkan perubahan dlm kekerabatan industry, yaitu bersama dgn meningkatnya kompleksita permasalahan yg timbul antara pekerja dgn pengusaha maka dinikmati perlunya membuat aturan & pangaturan hak & keharusan yg harus dipatuhi oleh keduanya, biar tercipta suatu bikinan.
Tatkala revolusi industry sampai selesai Abad XIX, tatkala industrialisasi mengalami kemajuan pesat di Inggris & Eropa Barat, hubungan industrial kian menjadi info yg menonjol. Pada masa itu, korelasi industrial banyak dipengaruhi oleh paham liberalism, yg dipopulerkan Adam Smith. Pengaruh liberalism terhadap hubungan industrial, dapat dilihat sedikitnya dr beberapa persepsi, yakni pertama, intinya antara pengusaha & buruh mempunyai kepentingan yg berlainan.
Tetapi, pada kurun XIX & permulaan masa dua puluh terjadi perubahan persepsi dlm hubungan industrial. Munculnya pendekatan baru dlm bidang administrasi yg dikenal “scientific management” yg dipopulerkan oleh F.W. Taylor. Dalam hal ini, masih diwarnai oleh pandangan ekonomi klasik, namun pendekatan yg dikembangkan Taylor mulai mengakui perbedaan diantara pekerja berdasarkan tingkat keahlian yg dimiliki pekerja. Pandangan ini, lebih modern tatkala korelasi industrial timbul pada tahun 1930-an.