Kemajuan para suku di Indonesia, dihasilkan dr asimilasi budaya yg menciptakan buah-buah genetika yg rusak & busuk. Seperti Orang Batak Silaban, Marpaung, Jawa – Malau dr hasil asimilasi seksualitas mereka selama di Pontianak, dlm kehidupan sosial mereka diberbagai kawasan di Kota besar di Indonesia, seperti DKI Jakarta, Surabaya, & Sumatera nantinya 1980an-2021.
Kehidupan mereka yg menawan mirip orang yg memiliki peran penting sebagai suku, & perusak aspek pendidikan & kesehatan orang Tionghoa masa – masa terbaru ini (2000-2021), tatkala itu telah tercatat sejarah & kehidupan budaya mereka selama di Pontianak, Kalimantan Barat.
Hal ini terlihat bagaimana mereka memperoleh metode ekonomi budaya, & kehidupan mereka semasa hidup hingga dikala melalui pembangunan pendidikan (Gubernur Oevang Oeray 1967) yg dibanggakan, hingga tata cara ekonomi budaya yg dirampas misalnya pada konflik sosial tatkala itu.
Kepetingan Ekonomi Dan Agama
Hal ini terlihat dgn faktor asimilasi budaya, yg dibentuk guna menciptakan pertentangan, antar suku, & aneka macam hal terkait dgn agama (Islam – Protestan) bagaimana mereka hidup & tinggal di banyak sekali kawasan, & dilingkungan keluarga contohnya. Protestan (Sihombing, Silaban).
Dengan bergeliat untuk asimilasi pada budaya Tionghoa, guna menerima metode ekonomi politik di lingkungan masyarakat, & keluarga, dr hasil pertentangan di buat, maka spritualitas menjadi penting untuk menjadi peningkatan kehidupan beragama mereka, hasil dr resistensi pada sejarah agama Katolik di Indonesia dikala ini.
Cara & strategi mereka selama hidup berkeluarga, & bertetangga tampak dgn pertentangan sosial yg mereka buat, antara Jan, Batak, Dayak & Jawa maka banyak sekali kegiatan & drama pertentangan sosial dimainkan dlm kehidupan berkeluarga, hal ini tak lepas dr kasus mereka berkehidupan & berbudaya sebagai orang Kriminal (Suku, Orang Indonesia).
Metode dipakai adalah pada konsumsi masakan (babi) konon katanya bila memakannya akan Gila, desain itu yg digunakan oleh orang Islam Jawa, Serta Dayak & Batak pada pertentangan sosial yg diciptakan tatkala itu di Gajah mada Pontianak, Kalimantan Barat, dgn pertentangan ketika ini kepada pembangunan Nasional RI.
Hal ini bermula dr ketidaksenangan orang-orang kepada berbagai sistem ekonomi, budaya, & kudeta oleh politik PDI Perjuangan & hasil koalisi Golkar, Demokrat pada periode 2008-2018 tatkala itu, tanpa menyadari siapa diri mereka, suatu penyadaran terhadap para suku & kebudayaan yg baik di Indonesia, memungkinkan adanya usaha kelas, & perusak tatanan sosial.
Suatu pandangan & gambaran yg mempesona, dlm pembahasan sistem ekonomi, budaya, & asimilasi selama di Pontianak & pembangunan insan yg tercipta, tanpa menyadari mereka siapa, & dr mana keberadaan mereka.
Perkampungan Dan Konflik Seksualitas
Genetika (Batak – Jawa), (Dayak – Jawa), rencana konflik yg dibentuk oleh Gubernur Drs. Cornelis, MH, & Sutarmidji M.H pada partai PDI Perjuangan, PPP, & Golkar. Bagaimana mereka berlindung dibalik hukum & agama, & tampak mereka hidup di penduduk RI.
Berbagai tata cara sosial itu, menuai banyak sekali sistem sosial, politik, & budaya yg kerap kali menjadi dasar akan kehidupan mereka bahu-membahu, darimana mereka memperoleh, & berbudaya selama pada sebelumnya hingga kini, memungkinkan telah direncanakan oleh oknum mereka.
Pada sebuah budaya massa guna mengakses ekonomi, pajak perusahaan (Asing & Lokal), pedagang, & pekerja, tanpa mempunyai budaya malu pula, terhadap aneka macam duduk perkara sosial, ekonomi & budaya mereka perbuat.
Penyadaran akan tata cara sosial itu muncul dgn banyak sekali stigma, mirip makan orang yg merupakan hasil penciptaan leluhurnya, & agama yg menerapkan mereka untuk hidup berlanjut. Tatkala aneka macam pertentangan sosial terjadi, di Kab. Sintang pada masa 1970an (Jawa, Dayak, Tionghoa).
Juga demikian yg dilangsungkan oleh para orang Flores, pendidik, birokrasi, serta faktor yang lain terjadi hendaknya diketahui keterlibatan Tokoh agama Kristen, dlm kudeta tatkala itu Golkar (Jakarta- Kalimantan Barat) & Tionghoa pada aspek ekonomi, keluarga & masyarakat.
Strategi penghancuran mereka adalah, dgn pada faktor pekerjaan, contohnya dlm hal ini terperinci bagaimana mereka memakai kitab suci selaku alat perang mereka dlm berkehidupan budaya & agama. Itu ialah kecurangan penduduk Indonesia, dlm memahami agama (Indonesia) berkehidupan berbangsa & Negara, serta agama Kristen, Islam, tatkala itu.