Bagaimana Urbanisasi Masyarakat Jawa, Dayak dan Batak ?

Urbanisasi merupakan cara Negara untuk menuntaskan dilema masyarakat Jawa yg terkena tragedi, & aneka macam pengaruh pada keadaan mereka di Jawa, sedangkan masyarakat Batak merantau untuk mencari kehidupan dgn berbagai kondisi politik agama mereka, yakni perlawanan mereka terhadap Vatikan, Roma.

Berbagai kemajuan wawasan yg mereka miliki pastinya berbeda, & campur tangan untuk adanya kesadaran diri penduduk mereka mengatasnamakan sistem kesukuan. Di Kalimantan Barat, yg mempersilakan mereka masuk untuk mengajar di pendidikan katolik., tepatnya persekolahan Gembala Baik, bermarga Batak, yg hendak diketahui proses pendidikan di Kalimantan Barat, dgn keadaan politik ketika ini.

Ketika, berbagai kebudayaan pada masyarakat Jawa di Kalimantan Barat, pastinya menuai serta menciptakan berbagai dilema, diberbagai bidang pendidikan yg mesti menjadi pergeseran maka, keributan di berbagai akses ekonomi, & politik yg mereka buat, pastinya untuk menarik pajak dr pendidikan & kesehatan, yg Pro dgn Politik Golkar & PDI Perjuangan, yg dibuat berdasarkan kebijakan dibuat pada tingkat Lokal,  Nasional, suatu Negara.  

Berdasarkan catatan yg hendak diketahui tak cuma di bidang itu saja, banyak sekali akomodasi kesehatan pastinya akan mensugesti masuknya mereka dgn metode yg diterima di banyak sekali wilayah, & Jika untuk membangun Desa, silakan membangun di Tanah sendiri, wilayah di Indonesia.

Prilaku & karakteristik penduduk Jawa akan diturunkan menurut dr masalah mereka di penduduk berhubung pekerjaan yg mereka miliki sebelumnya pada etnik Batak. Berbagai peran parit yg hendak dilaksanakan pada masa pemerintahn Jokowi, di Kalimantan Barat.

Serta marga Batak dgn stigma, yg seolah paham pada sistem politik yg mereka terapkan dgn berdekatan menurut metode tetangga atau korelasi, dgn politik seksualitas contohnya, akan disadari betapa hal ini terorganisir oleh tata cara keagaaman yg dibuat oleh Gereja Katolik di Kalimantan Barat, tepatnya Keuskupan Agung Pontianak tatkala itu, tepatnya pada tahun 2009an.

Berbagai hal terkait itu, timbul dgn istikan berbondong-bondong memahami kondisi ekonomi politik suatu tempat layaknya dlm sektor pendidikan yg hendak dibentuk berdasarkan peninggalan suatu Negara, dgn hasil pajak yg diperoleh penduduk Tionghoa, lewat bisnis, investasi, serta yang lain.

Politik ekonomi yg diterapkan masyarakat tatkala itu, mempunyai peran terhadap siapa mereka dlm hal ini. Yang pastinya pembuat pertentangan lewat ekonomi politik yg dipraktekkan pada masa PDI Perjuangan & Demokrat. Hasil pajak yg diterima lewat hal itu, di dukung dgn pembuatan forum yg dibentuk bersama rekan Golkar, yg melibatkan seorang tokoh agama, serta pengajarnya.

Konflik timbul tatkala sumber daya ekonomi politik, digagas menurut etniksitas & dibuat menurut aspek budaya merupakan hasil dr pembentukan massa mereka, untuk tak bisa di berdiri dgn baik. Meraka dlm hal ini manusia nya tak baik, alasannya peran mereka dlm suatu Negara cuma mempesona pajak untuk berkuasa.

Konflik ekonomi politik muncul, dgn tunjangan masyarakat Melayu, yg dipimpin oleh Golkar ketika ini. Bagaimana akomodasi pendidikan & kesehatan serta pelayanannya. Sedangkan dlm hal seni manajemen tugas yg dipakai masyarakat Jawa dgn mengadu domba dgn penduduk Tioghoa. Yang kebetulan pemimpinnya pula tak beres, yaitu Golkar di Kalimantan Barat.

Mereka, bertahan dgn forum non pemerintah, dgn membuat studi Kalimantan, yg di pimpin oleh aneka macam forum, termasuk etnik Dayak, & Partai Golkar, bila dlm hal ini persepsi agama Protestan, yg pimpin oleh Martin Luther, imbas politik dlm metode keagamaan akan mempunyai persepsi berlawanan terhadap hal ini. 

Sedangkan Jawa yg belum terperinci dimana mereka berada kelembagaan dibuat, untuk mengakses  ekonomi politik selama berada di Kalimantan Barat, & DKI Jakarta. Trik mereka cuma membuat kondisi konflik, & seolah-olah hening mungkin tegang untuk menciptakan persoalan mereka tatkala berurbanisasi.