Biografi Sayuti Melik Singkat

sayuti melik

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dr Abdul Mu’in alias Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya berjulukan Sumilah.

Pendidikan dimulai dr Sekolah Ongko Loro (Setingkat Sekolah Dasar) di desa Srowolan, hingga kelas IV & diteruskan hingga menerima Ijazah di Yogyakarta. Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya pada Sayuti kecil.

Ketika itu ayahnya menentang akal pemerintah Belanda yg memakai sawahnya untuk ditanami tembakau.

Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dr guru sejarahnya yg berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink.

Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yg berhaluan kiri.

Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi usaha untuk menentang penjajahan.

Dari Kiai Misbach ia belajar teori Marxisme. Perkenalannya yg pertama dgn Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.

Tulisan-tulisannya mengenai politik menjadikan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda.

Pada tahun 1926 ditangkap Belanda sebab dituduh membantu PKI & selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama setahun.

Setelah diusir dr daerah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda & dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938). Sepulangnya dr pembuangan, Sayuti berjumpa dgn SK Trimurti, & terlibat dlm aneka macam kegiatan pergerakan dengan-cara bersama.

Akhirnya pada 19 Juli 1938 mereka menikah. Pada tahun itu pula Mereka mendirikan koran Pesat di Semarang yg terbit tiga kali sepekan dgn tiras 2 ribu eksemplar.

Karena penghasilannya masih kecil, pasangan suami-istri itu terpaksa melakukan banyak sekali pekerjaan, dr redaksi hingga permasalahan percetakan, dr distribusi & penjualan hingga langganan.

Trimurti & Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat goresan pena mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda.

Sayuti selaku bekas tahanan politik yg dibuang ke Boven Digul selalu dimata-matai dinas mata-mata Belanda (PID).

Pada zaman pendudukan Jepang, Maret 1942 koran Pesat diberedel Japan, Trimurti ditangkap Kempetai, Jepang pula mewaspadai Sayuti selaku orang komunis.

Pada 9 Maret 1943, didirikan berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dipimpin “Empat Sekawan” Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, & Kiai Mas Mansoer.

Saat itu Soekarno meminta pemerintah Jepang membebaskan Trimurti, kemudian membawanya ke Jakarta untuk bekerja di Putera, & kemudian di Djawa Hookoo Kai, Himpunan Kebaktian Rakyat Seluruh Jawa.

Dan lalu Trimurti & Sayuti Melik mampu hidup relatif tenteram. Sayuti terus berada di segi Bung Karno.

Setelah Indonesia Merdeka ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada tahun 1946 atas perintah Mr. Amir Syarifudin, ia ditangkap oleh Pemerintah RI karena dianggap sebagai orang bersahabat Persatuan Perjuangan serta dianggap bersekongkol & turut terlibat dlm “Peristiwa 3 Juli 1946” .

Setelah diperiksa oleh Mahkamah Tentara, ia dinyatakan tak bersalah. Tatkala terjadi Agresi Militer Belanda II, ia ditangkap Belanda & dipenjarakan di Ambarawa. Ia dibebaskan sehabis final KMB.

Tahun 1950 ia diangkat menjadi anggota MPRS & dewan perwakilan rakyat-GR sebagai Wakil dr Angkatan ’45 & menjadi Wakil Cendekiawan.

Sebenarnya Sayuti diketahui selaku penunjang Soekarno. Namun, tatkala Bung Karno berkuasa, Sayuti justru tak “terpakai”.

Dalam suasana gencar-gencarnya memasyarakatkan Nasakom, dialah orang yg berani menentang gagasan Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme).

Ia mengusulkan mengganti Nasakom menjadi Nasasos, dgn mengubah unsur “kom” menjadi “sos” (sosialisme).

  3 Tugas Indonesia Di Asean Dalam Bidang Pangan

Ia pula menentang pengangkatan Bung Karno selaku presiden seumur hidup oleh MPRS. Tulisannya, Belajar Memahami Sukarnoisme dimuat di sekeliling 50 koran & majalah & kemudian dihentikan.

Artikel bersambung itu menjelaskan perbedaan Marhaenisme pedoman Bung Karno & Marxisme-Leninisme akidah PKI. Tatkala itu Sayuti melihat PKI hendak membonceng kharisma Bung Karno.

Sayuti Melik meninggal pada tanggal 27 Februari 1989 sehabis setahun sakit, & dimakamkan di TMP Kalibata.