Budaya Batak, Jawa Atau Tionghoa Biadab Pada Masa Kolonial – Revolusi Mental Di Kalimantan 1998 – 2001

Kehidupan masyarakat jelata & kelas sosial kebahwa  – menegah, tentunya ada pada masyarakat Jawa imbas pada pembangunan masa kolonial Belanda pada masa itu, jelas bagaimana mereka bertarung & melawan pada sistem pemerintahan, & berasmilasi budaya dengan-cara seksualitas, & membuat tata cara pekerjaan mereka hingga ketika ini 1930 – 2000.

Hasil dr seksualitas itu dgn adanya dokter itu dikarenakan hasil buah seksualitas Batak & Jawa, di Pontianak Kalimantan Barat, & beralih tidaknya ketidakmaluan mereka kepada aspek kehidupan sosial budaya mereka di masa lalu, tepatnya pada masa kolonial Belanda, jelas bagaimana mereka hidup dgn ragam budaya mereka saat ini, & tembok gereja.

Apa yg bisa disampaikan dr hasil donasi mereka selama di Pontianak, jelas bagaimana mereka hidup dgn pendidikan yg rendah, mutu hidup rendah, seksualitas apalagi, & kebiadaban yg hanya diwarisi oleh seorang Silaban, Pontianak 2000 – 21.

Orang – Orang seperti itu hidup dgn seksualitas budaya & agama mereka, sesuai dgn harapan hidup mereka pada pembangunan manusia dengan-cara moralitas dlm hal ini, banyak sekali problem sosial budaya di masyarakat di Pontianak, Kalimantan Barat.

Ketika pertentangan sosial tak lagi tercipta pada masa kolonial Belanda, maka berlanjut pada revolusi mental yakni, maka yg terang diciptakan penggangu pendidikan dokter & pendidik dr sistem budaya mereka (makan orang) Kolonial -1930an tatkala itu memungkinkan di penempatan pedesaan, dgn konflik dibuat & malas bekerja & perusak merupakan karakteristik mereka hidup di banyak sekali wilayah. 

Hal ini merupakan hasil “ngotot“, dgn keterlibatan asimilasi budaya seksualitas & persaingan kelas sosial, status sosial, pada penduduk Tionghoa Bong – Kuh (raja – raja kecil), Batak & Jawa di Kalimantan Barat, Pontianak 2008 – 21 sudah menerangkan dgn baik keterlibatan asimilasi budaya & agama itu Protestan Batak.

Menjadi perhatian sejumlah pengetahuan yg mempunyai pengaruh pada kualitas sumber daya insan, yg memang berasal dr keadaan seksualitas, sosial, budaya & politik mereka di penduduk dengan-cara khusus. Berbagai hal terkait itu juga, memang berasal dr kehidupan budaya berdasarkan hasil seksualitas mereka dengan-cara budaya & agama.

Tidak dapat disampaikan lebih lanjut mereka hidup sesuai dgn faktor kehidupan budaya mereka ketika ini dgn adanya perbedaan pemikiran , & metode ekonomi politik, budaya yg menjelaskan akan eksistensi mereka selama hidup beragama.

Apa yg bisa disampaikan dlm karakteristik mereka dlm meraih aneka macam harapan & kesempatan mereka itu, dgn hasil seksualitas mereka di masyarakat, budaya, & agama yg mampu dijelaskan dr hasil kebringasan mereka sebagai suku Batak – Tionghoa & Jawa – Dayak di Pontianak Indonesia. 

Yaitu kehilangan moralitas & etika mereka sebagai manusia, karena adanya dilema seksualitas mereka miliki atau alat kelamin untuk hidup diberbagai wilayah, termasuk di Pontianak Indonesia dengan-cara fakta, berkontribusi pada kehidupan pada pekerja, dgn imbas seksualitas pada masa pemerintahan walikota Sutarmidji 2003  – 2008, terjadi.

Hal ini menjelaskan bagaimana mereka hidup dgn kondisi ekonomi politik di penduduk , ketidakmampuan pada ilmu wawasan, & lainnya menjadi dasar dr kehidupan agama & budaya aib mereka. 

Hingga saat ini dengan-cara fakta, apa yg bisa disampaikan dlm hal ini dgn memanfaatkan  sistem pendidikan dr swasta & negeri untuk menertibkan kekuasaan & pertentangan sosial suatu pengalaman diri sendiri, mencar ilmu di Kota Pontianak terang daerah sekolah Katolik. 

Belum tahu bagaimana untuk di Universitas Tanjung pura, dr kendali pendidikan kepada kekuasaan 2008 – 21 yg sudah terjadi, & para hukum Indonesia yg berlindung pada sistem hukum lokal, & penduduk adat pula demikian dgn adanya budaya asimilasi Batak – Jawa – Tionghoa terhadap perubahan sosial & kesehatan sosial pada medis yg dibutuhkan.