Candi Cangkuang : Ciri-Sejarah serta Faktanya

Pengertian Candi Cangkuang

Candi Cangkuang Garut adalah sebuah candi Hindu yg terletak di desa Pulo di desa Leles, di kecamatan Cangkuang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Letak Candi Cangkuang sangat unik karena terletak di sebuah bukit kecil yg dikelilingi oleh danau-danau yaitu Situ Situ atau Cangkuang.

Situs ini terletak kurang lebih 3 km dr pusat kota Garut & dapat ditempuh dgn mobil, sepeda motor atau berlangsung kaki.

Ciri-Ciri Candi Cangkuang

  1. Berbentuk Sederhana
  2. Tidak Relief yg ditemukan
  3. Berasal dr Abad ke-8
  4. Tinggi total bangunan ialah 8,5 m. 
  5. Tubuh candi berdiri di atas kaki membujur yg berskala 4,5 x 4,5 meter. 
  6. Atap-atapnya disusun berjajar membentuk piramida. 
  7. Panjang setiap sisi barisan dihiasi oleh semacam mahkota kecil seperti, mirip dgn Candi Gedongsanga.
  8. Gerbang masuk ke dlm candi berada di sisi timur. 
  9. Untuk menuju gerbang mesti melalui anak tangga dgn lebar 75 cm & tinggi 1 meter. 
  10. Gerbang masuk diapit oleh dinding yg membentuk bingkai. 
  11. Tidak ada hiasan gesekan pada bingkai gerbang.
  12. Di dlm candi terdapat ruangan seluas 2,2 m persegi, & tingginya 3,38 m. 
  13. Arca Siwa setinggi 62 cm berada di tengah ruangan.

Sejarah Candi Cangkuang

Sejarah Candi Cangkuang-Garut berawal dr penemuan seseorang berkebangsaan Belanda yg bernama Vorderman, yg lalu ditulis dlm buku Bataviaach Genoot Minutes Schap.

Disertasinya ditulis pada tahun 1893. Dan dlm memo buku tersebut, Vorderman menyatakan bahwa suatu makam antik & arca Siwa yg rusak didapatkan di perbukitan desa Kampung Pulo Cangkuang. Sebuah tim peneliti yg dipimpin oleh arkeolog Dr. Uka Chandrasamita & Profesor Harsoyo menemukan kembali Kuil Changkuang yg sudah lama terkubur pada tanggal 9 Desember 1966.

  10 Penyimpangan Pada Era Orde Lama Terhadap Pancasila

Sejarah Pemugaran Candi Cangkuang Garut dimulai dr inovasi pertama yg sedikit hingga lalu observasi dilakukan dengan-cara lebih meluas dilaksanakan dr tahun 1967 sampai 1968, dgn cuma berbekal penemuan suatu makam antik yg diyakini sebagai makam Muhammad Arief, seseorang yg diandalkan selaku pendiri desa.

Selain makam antik ini pula ditemukan pada pondasi batu acak-acakan berukuran 4,5 x 4,5 meter. Batu-watu yg berserakan sering dibawa pergi oleh penduduk setempat & dipakai sebagai kerikil nisan.

Dari tahun 1974 hingga 1976, proses penggalian, restorasi, & rekonstruksi lengkap dimulai. Proses ini dimulai dgn penggalian arkeologi besar-besaran di wilayah tersebut.

Setelah dikumpulkan semua puing & dijadikan satu. Akhirnya reruntuhan dibangun & direstorasi kembali. Dalam proses pembangunan kembali, candi sukses dibangun kembali mulai dr dasar candi, tubuh candi, atap candi, & arca Dewa Siwa.

Sayangnya, cuma sekitar 40% kerikil asli dr reruntuhan candi yg ditemukan selama proses ini. Belakangan, watu produksi dipakai untuk membangun kembali bangunan candi.

Akhirnya proses pemugaran Candi Cangkuang selesai & alhasil didirikan pada tanggal 8 Desember 1976. Candi Cangkuang merupakan peninggalan candi Hindu kala ke-8.

Itu berdasarkan beberapa fakta. Kesederhanaan pertama dapat dimengerti dr bentuk candi yg sungguh sederhana tanpa relief.

Pertimbangan kedua timbul dr tingkat keruntuhan batu. Selain itu, keberadaan Candi Cangkuang Garut pula sangat penting, alasannya adalah hal ini diyakini sebagai mata rantai yg hilang antara Candi Jiwa Karawang, Candi Wonosobo di kawasan Dieng, & ditemukannya daerah Gedong Songo oleh Bandungan Ambarawa.

Hal pertama yakni dr sisi bentuk candi ini sangat mirip dgn penemuan lebih dr 3 candi dr segi bentuk. Luasnya sekitar 4,5 x 4,5 meter & tingginya 8,5 meter. Bangunan Kuil Changkuang yg menghadap ke timur memiliki tangga setinggi 1 meter yg mengarah ke pintu masuk.

Fungsi Candi Cangkuang

Sebagaimana candi Hindu yang lain, Fungsi dr candi Cangkuang sendiri adalah untuk beribadah. Mengingat ada arca Siwa yg terletak di tengah candi.

Relief Candi Cangkuang

Tidak ada relief atau pahatan di candi ini. Di dlm candi terdapat ruangan seluas 2,2 meter persegi, & tinggi ruangan ialah 3,38 meter. Di tengah ruangan, patung Siwa setinggi 40 cm duduk di atas Nandi (sapi) dgn kaki terluka.

Fakta wacana Candi Cangkuang

Selain candi, pula terdapat makam kerikil bau tanah di kawasan Candi Cangkuang Garut. Situs tersebut yakni makam Eyang Dalem Arief Muhammad, sosok yg dianggap sebagai pinisepuh di desa tersebut.

Selain itu, kecamatan Campamplo mempunyai warisan budaya berbentukpermukiman tradisional penduduk Campamplo & masih tersadar dgn baik. Latar belakang sejarah keberadaan Kuil Cangkuang sendiri berasal dr nama desa tempat tempat tersebut berada.

Cangkuang sendiri bahwasanya adalah nama pohonnya, yakni pohon Cangkuang. Pohon cangkuang banyak ditemui di tempat ini. Oleh sebab itu, desa ini disebut pula Desa Cangkuang.

Candi Cangkuang diandalkan merupakan peninggalan Candi Hindu yg berasal dr Abad ke-8. Hal ini berdasarkan hal-hal yg ditemukan di lapangan.

Yaitu dr bentuk candi yg sangat sederhana & dr tingkat keruntuhan candi. Luasnya sekitar 4,5 x 4,5 meter & tingginya 8,5 meter. Bangunan Kuil Changkuang yg menghadap ke timur memiliki tangga setinggi 1 meter yg mengarah ke pintu masuk.

Salah satu hal yg sungguh unik tentang tempat ini ialah diketemukan makam umat Islam antik sempurna di sebelah kuil Hindu Kuil Changkuang. Makam tersebut kemudian dikenal sebagai makam Muhammad Arief atau Eyang Dalem Arief Muhammad.

Arief Muhammad sendiri sebetulnya yaitu seorang Senopati dr Mataram, kerajaan Islam Yogyakarta. Ia diperintahkan untuk menyerang VOC Batavia dlm pasukannya, namun ternyata ia tak sukses mengalahkan VOC.

  Sejak mendarat di Banten pada 1596, para pedagang Belanda terlibat persaingan

Bukannya kembali ke Yogyakarta & mundur ke pedalaman, ia justru kesasar di kawasan Priangan Leles Garut. Di sinilah ia menyebarkan Islam pada penduduk sekitar yg sebelumnya menganut agama Hindu.

Di lokasi yg sama, ia berbagi dgn penduduk sekitar untuk membendung & membangun sebuah danau berjulukan Situ Cangkuang. Tanah yg tak terbendung membentuk gundukan sepeda & pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil tersebut berjulukan Panjang (tempat Kampung Pulo berada), Masigit, Wedas, Gedde, Katanda & Leutik.

Arief Muhammad kemudian menetap, menikah dgn seorang perempuan lokal, & mempunyai enam putri & satu putra. Penyebaran Islam sungguh pesat & berhasil mengganti penduduk yg tadinya beragama Hindu kemudian menjadi seorang Muslim.

Hal ini terlihat dr beberapa inovasi yang lain. Yaitu, Al-Qur’an terbuat dr kulit kayu atau rino dgn dimensi 24 cm x 33 cm.

Selanjutnya yaitu Naskah Khutbah Jum’at terbuat dr kulit kambing & berukuran 23 cm x 176 cm. Fiqh yg yang dibuat dr kulit kayu atau saih & berskala 18,5 cm x 26 cm.

Beberapa bukti memperlihatkan bahwa inkulturasi toleransi agama & budaya di wilayah tersebut masih sungguh berpengaruh hingga ketika ini. Hal ini tampakpada makam Muhammad Arief, seorang pemuka agama Islam, yg berada tepat di sebelah candi Hindu.

Kesimpulan

Candi Cangkuang merupakan sebuah peninggalan Candi Hindu yg berasal dr kala ke-8. Hal ini disimpulkan menurut dr fakta-fakta yg diperoleh oleh Tim Sejarah & Lembaga Arkeologi.

Candi Cangkuang ditemukan oleh tim sejarah Leles pada 9 Desember 1996. Tim peneliti yg disponsori oleh Bapak Idji Htadji (CV. Harumun) ini dikoordinir oleh Prof. Harsoyo, Uka Tjandrasasmita (Ketua Lembaga Kepurbakalaan & Sejarah Islam), & para mahasiswa IKIP Bandung (Lembaga Keguruan).

Penggalian yg dilaksanakan terinspirasi dr catatan Vorderman dlm bukunya Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 yg menyebutkan bahwa di desa Cangkuang terdapat sebuah kuburan renta & sebuah patung yg rusak.