Candi Pari: Fungsi – Relief dan Fakta

Apa yg terlintas dikala menyebut daerah Sidoarjo? Lumpur lapindonya atau wisatanya? Tak jauh dr lokasi lumpur lapindo terdapat situs sejarah yg mempesona untuk dikunjungi.

Situs tersebut ialah peninggalan dr Kerajaan Majapahit yakni Candi Pari. Bagaimana sejarah & gaya arsitektur dr Candi ini? Selengkapnya akan dibahas di bawah ini.

Mengenal Candi Pari

Candi Pari

Candi Pari merupakan Candi yg letaknya tak jauh dr insiden lumpur lapindo yakni sekitar 2 meter ke arah barat. Candi peninggalan Majapahit ini terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja Hayam Wuruk dr Kerajaan Majapahit.

Pada penggalan atas pintu masuk Candi ini, terdapat goresan pena angka tahun 1293 saka atau 1372 Masehi. Angka tahun ini diduga menjadi tahun dibangunnya Candi Pari. Candi yg menghadap barat ini, memiliki latar belakang agama Hindu. Hal ini terbukti dgn adanya relief Candi Sankhadi. Di mana relief tersebut merupakan atribut dr agama Hindu.

Ciri-ciri Candi Pari

Jika dilihat dengan-cara fisik, Candi Pari mempunyai perbedaan dgn candi lain yg ada di Jawa Timur. Sebagian besar bentuk Candi Pari dilembungkan & tampak kuat mirip ciri khas Candi Jawa Tengah. Sementara itu, ciri dr Candi Jawa Timur ialah mempunyai bentuk yg sebagian besar ramping. Tidak cuma itu, perbedaan lain pun nampak dr bentuk kaki, tubuh serta ornamen candi. Berikut ini penjelasan mengenai ciri tubuh dr Candi Pari.

  • Badan Candi
    Seperti yg sudah diterangkan, serpihan tubuh candi terlihat lebih gemuk & kuat. Badan candi ini memiliki bentuk bujur kandang dgn panjang meraih 7,80 meter, lebar 7,80 sementara tingginya meraih 6,70 meter. Selain badan candi ada pula bilik candi. Sebagian besar bilik ini disusun dgn susunan gres bukan susunan usang. Khusus pada bagian susunan lantai, masih ada sedikit susunan yg asli. Susunan itu ada di sebelah sudut barat daya & sudut barat laut candi. Tidak mirip candi lain, pada bilik Candi Pari ini tak terdapat arca. Hanya ada tonjolan yg berfungsi sebagai sandaran arca.
  • Kaki Candi
    Bagian Kaki pada Candi Pari ini memiliki dua tingkat yakni kaki candi atas & kaki candi bawah. Dalam arkeolog, kaki cuilan bawah candi dinamakan dgn batur. Kaki Candi Pari memiliki denah yg berbentuk bujur kandang. Bagian tersebut memiliki ukuran 13,55 meter dgn lenar 13,40 meter & tinggi 1,50 meter. Bagian kaki kedua dr Candi Pari ini memiliki panjang sekitar 10 meter dgn lebar 10 meter & tingi 1,95 meter. Di mana salah satu sisi dr kaki Candi Pari terdapat tangga yg menuju ke dlm bilik Candi Pari.
  Perang Diponegoro

Sejarah Candi Pari

Candi Pari diperkirakan dibangun tatkala masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dgn Maha Patih Gajah Mada. Di atas gerbang candi terdapat sebuah batu yg mempunyai angka tahun 1293 saka.

Angka tahun tersebut disangka selaku tahun dibangunnya candi ini. Candi Pari didapatkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 16 oktober 1906. Setelah didapatkan, Candi ini mengalami pemugaran pada tahum 1994-1996 yg dilakukan oleh Kantor Wilayah Depdikbud & SPSB Jawa Timur.

Keberadaan Candi Pari tak lepas dgn adanya Candi Sumur. Hal ini dikarenakan kedua candi ini mempunyai kisah yg sama yakni mengenai hilangnya Joko Pandelegan & Nyai Loro Walang Angin. Jika Candi Pari dilambangkan selaku Joko Pandelegan maka Candi Sumur diumpamakan sebagai istrinya.

Kedua Candi ini melambangkan sebuah kesuburan desa setempat. Di mana pada dikala itu, buatan padi pada kawasan ini melimpah ruah sehingga mereka sanggup menunjukkan upeti pada Raja.

Bahkan sampai dikala ini, desa tersebut masih terkenal selaku lumbung padi alasannya mempunyai wilayah persawahan yg cukup luas. Daerah ini memiliki metode irigasi yg cukup baik & tak pernah mengalami kekeringan. Meskipun, ketika ini, desa tersebut sudah ada jalan tol, namun lahan sawah di sana tetap tumbuh subur.

Kisah di Balik Candi Pari

Kisah ini bermula dr seorang kakek berjulukan Kyai Gede Penanggungan yg memiliki dua anak perempuan yakni Nyai Loro Walang Sangit & Nyai Loro Walang Angin. Kyai Gede pula memiliki keponakan yg bernama Jaka Walang Tinunu. Jaka Walang Tinunu bermaksud untuk membuka lahan persawahan.

Kemudian, pada suatu malam, kedua temannya memasang wuwu di Kali Kedung Solo. Ternyata, pada wuwu tersebut terdapat seekor ikan dgn nama Deleg. Rupanya ikan itu bukan sembarang ikan. Ikan tersebut merupakan jelmaan seorang insan. Oleh Jaka Walang Tinunu, ikan tersrbut diangkat menjadi adiknya & diberi nama Jaka Pandelegan. Mereka kemudian mengolah lahan sawah tersebut dengan-cara bantu-membantu.

Saat padi tersebut berusia 45 tahun, sawah tersebut kekurangan air. Maka, Jaka Walang Tinunu memerintahkan adiknya untuk memperbaiki dilema pengairan.

Jaka Pandelegan pun sukses mengairi sawah tersebut hingga panen tiba. Saat yg serempak, Kerajaan Majapahit mengalami paceklik. Lumbung padi yg biasanya penuh, kini kosong.

Maka, saat mendengar di kawasan Gunung Penanggungan terdapat banyak padi, Prabu Brawijaya IV menyuruh utusannya untuk meminta Jaka Walang Tinunu menyerahkan hasil panennya.

Saat mendengar perintah Prabu, Jaka Walang Tinunu dgn senang hati menyerahkan hasil panennya. Padi pun diangkat dgn menggunakan perahu untuk dikirim ke Kerajaan.

Atas hal ini, Jaka Walang Tinunu & istrinya diundang ke Kerajaan. Begitupun dgn Jaka Pandelegan & istrinya -Nyai Loro Walang Angin- diundang ke Kerajaan. Namun, Jaka Pandelegan & istrinya menolak permintaan tersebut. Saat utusan dr Kerajaan Majapahit tiba untuk, Jaka Pandelegan memilih bersembunyi di antara tumpukan padi.

Para utusan telah berusaha mencarinya, tetapi jejaknya tak didapatkan. Hingga, masyarakat banyak yg menduga bahwa Jaka Pandelegan sudah moksa. Hal ini pun terjadi serupa pada istrinya. Saat dirinya berpapasan dgn delegasi kerajaan, dirinya meminta izin untuk mengisi kendi ke Sumur.

Namun, sesudah tiba di sumur, Nyai Loro Walang Angin yg tak lain adalah istri Jaka Pandelegan, tak berhasil ditemukan. ia pun dinyatakan sudah moksa.

Kejadian tersebut, kemudian dilaporkan oleh utusan Kerajaan Majapahit pada Prabu. Saat mendengar laporan tersebut, Prabu meminta dibuatkan dua buah candi untuk menghormati keduanya. Pertama, Candi Pari untuk Joko Pandelegan & Kedua Candi Sumur untuk istrinya.

Letak kedua candi pun tak terlalu jauh. Candi Pari melambangkan figur seorang pria yg pengayom. Sementara itu, Candi Sumur menggambarkan figur perempuan yg mengasihi.

Fungsi Candi Pari

Berdasarkan sejarah, Candi Pari dibentuk untuk menghormati Joko Pandelegan yg hilang. Candi ini dipersembahkan oleh Raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya IV pada Joko Pandelegan.

Namun, makin ke sini, candi ini memiliki fungsi selaku tempat pengembangan & pelestarian budaya. Selain itu, candi ini pula menjadi tempat diadakannya Festival Budaya yg ada di Siduarjo.

Relief Candi Pari

Candi Pari tak mempunyai pernak-pernik maupun relief khusus. Hanya saja, pada kepingan kaki candi ini terdapat dekorasi dgn bentuk mirip panel polos tanpa adanya hiasan.

  Aksi Militer Belanda 2 Latar Belakang Dan Maksudnya

Sementara itu, pada kaki belahan kedua, terdapat.pahatan yg berupa atap arca. Begitupun dgn tubuh Candi Pari ini, tak terdapat pernak-pernik & relief khusus. Hanya ada panel-panel besar polos tanpa perhiasan pernak-pernik.

Ornamen baru terlihat pada dinding sebelah barat atau lebih tepatnya ada di atas pintu masuk. Ornamen ini bergaya minimalis dgn bentuk sisi tiga sama sisi dgn sisi penggalan kecilnya ada di atas.

Sementara itu, pada potongan utara, di ambang pintu mempunyai bentuk kubus & pada tingkatan atapnya terdapat dekorasi dr bunga teratai.

Fakta Candi Pari

Terdapat sejumlah fakta tentang candi ini, yakni selaku berikut.

  • Pengaruh Campa
    Arsitektur Candi Pari memiliki imbas dr kebudayaan Campa atau yg sekaramg dinamakan dgn vietnam. Arsitektur pada candi ini memiliki kesamaan dgn Candi di Mison. Pengaruh budaya Campa ini mampu dilihat dr bangunan & pula ornamennya. Meskipun begitu, bangunan ini masih mempunyai ciri khas Indonesianya.
  • Minim Relief & Hiasan
    Seperti yg sudah diterangkan, Candi Pari sungguh sedikit dekorasi & reliefnya. Candi ini cenderung memiliki bangunan yg polos. Hanya pada beberapa penggalan candi saja yg terdapat pernak-pernik & hiasan.
  • Berkaitan dgn Candi Sumur
    Sejarah Candi Pari tak akan lepas dr adanya Candi Sumur. Sebab, kedua candi ini merupakan bentuk penghormatan pada Jaka Pandelegan & istrinya yg hilang. Bahkan candi ini sama-sama melambangkan kesuburan. Jarak pada kedua candi ini pun tak begitu jauh.

Kesimpulan Pembahasan

Candi Pari merupakan situs sejarah yg letaknya tak jauh dr lokasi lumpur lapindo. Candi ini dibangun pada masa kerajaan Majapahit. Tujuan pembangunan candi ini sebagai bentuk penghormatan pada Jaka Pandelegan yg hilang.

Jaka Pandelegan telah memperlihatkan bantuannya dikala Kerajaan Majapahit mengalami panceklik. ia dgn saudaranya rela menunjukkan hasil panen mereka untuk kerajaan. Maka, tidak heran kalau candi ini melambangkan kesuburan.

Candi Pari tak memiliki banyak pernak-pernik & relief di dalamnya. Namun, hal itu tak menetralisir keindahan dr Candi Pari. Candi ini memiliki tinggi sekitar 13,80 meter dgn panjang 13,55 meter & lebar 13,40 meter.

Arsitektur pada candi ini sedikit berlainan dgn Candi khas Jawa Timur kebanyakan. Bentuk candi ini condong gemuk & kokoh, berbanding terbalik dgn bentuk candi Jawa Timur yg umumnya ramping.

Itulah sederat keterangan tentang candi yg memiliki sejarah panjang ini. Jika berkunjung ke Sidoarjo, jangan lupa untuk mengunjunginya.