Contoh Perilaku Konsumtif : Teori Jean Baudrillard

– Apa saja pola dr perilaku konsumtif yg ada di kehidupan sosial masyarakat dlm sehari harinya ?

Nah ananda bisa simak penjelasan & ulasannya beserta dgn teori yg diterangkan oleh Jean Baudrillard, yuk baca. 

Perilaku Konsumtif Remaja  

Remaja sebagai salah satu golongan dlm masyarakat, yg pula tak terlepas dr golongan manusia terbaru atau penduduk konsumtif.

Sehingga tak aneh bila akil balig cukup akal menjadi sasaran empuk banyak sekali produk perusahaan, sekarang gaya konsumtif sudah menjadi gaya hidup yg sungguh erat pada diri setiap individu.

Mereka menganggap bantu-membantu sikap konsumtif yakni sebagai dr kebutuhan utama dlm adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya.

Untuk memperlihatkan gambaran diri di hadapan publik yg luas, yg maksudnya lebih pada individu lain yg melihatnya. 

Hal tersebut dapat terjadi lantaran kecenderungan para akil balig cukup akal untuk meniru gaya hidup seseorang utamanya dr golongan kelas sosial tertentu khususnya golongan kelas atas. 

Remaja akan senantiasa tergiur & ingin terus menerus membeli barang yg mereka harapkan meskipun harganya mahal, & fungsinya sudah tak diutamakan lagi.

Hal ini pula didukung dgn akomodasi teknologi gosip komunikasi (TIK) yg ada pada ketika ini, pola sederhananya.

Seperti dgn adanya gadget atau handphone, pesatnya informasi, media sosial, & lain sebagainya, para remaja mampu dgn mudah melihat sesuatu yg sedang terjadi.

Atau yg sedang trending dikala ini, dgn jarak jauh sekalipun yg semua itu tak lepas pula dr gosip ihwal pola hidup berpakaian.

Para sampaumur sehabis menyaksikan info tersebut, cenderung untuk menggandakan gaya berpakaian yg sedang menjadi isu terkini.

Dengan begitu tanpa sadar mendorong para remaja tersebut kian membuat mereka konsumtif. Perilaku konsumtif para remaja pula dialami oleh sebagian sampaumur di perkotaan. 

Dalam kehidupan sehari-harinya para sampaumur condong berlomba-lomba untuk membuat suatu brand dlm pola hidup berpakaiannya biar terlihat.

Seperti suatu kelas sosial tertentu, karena tinggal di perkotaan, mereka lebih mementingkan emosional semata di bidang fashion daripada isi dompetnya.

Mereka memenuhi impian semuanya untuk memperlihatkan akan jati dirinya di hadapan lingkungannya.

Karena pada dasarnya sampaumur khususnya perempuan akan sungguh gampang tergoda dgn menyaksikan apa yg diiklankan dikala ini, daripada akil balig cukup akal laki-laki. 

Trend Fashion Thrifting 

Istilah thrifting sudah menjadi sebuah musim yg ketika ini sedang marak-maraknya meningkat , thrifting berasal dr kata thrive yg memiliki arti berkembang.

Kemudian istilah thrifty yg bermakna pengelolaan duit & barang dengan-cara efisiensi & pastinya benar, sehingga pada umumnya thrifting mempunyai.

Arti sebagai kegiatan berbelanja barang bekas untuk mendapatkan sebuah harga barang yg lebih murah di kantong para pembelinya (terjangkau).

Dan tentu saja jauh berbeda dr harga pasaran yg ada kebanyakan, namun tentunya tetap bermutu, menarik, & unik, & rata-rata stocknya.

Hanya tersisa 1 saja (atau yg biasa disebut dgn limited edition, atau edisi terbatas, tak pasaran dimana-mana, sehingga mereka tanpa sadar turut serta berlomba-kontes.

Untuk mendapatkannya), dgn adanya kemajuan thrifting ini membuat para remaja mempunyai model fashion terbaru dr sebelumnya.

Sehingga peminatnya banyak sekali terlebih perempuan (sudah tak disangsikan lagi), jikalau dahulu baju bekas tak bisa digunakan & dianggap murahan oleh siapapun itu.

Namun kini semua berbanding terbalik bergairah dlm berbelanja baju bekas, kerap kali thrifting pula bisa dikatakan selaku pakaian preloved.

  4 Manfaat Relasi dalam Kehidupan Sehari-hari Beserta Penjelasannya

Atau busana bekas milik pribadi, yg mana dlm berbelanja thrifting sudah simpel, bisa dibeli dengan-cara online shop maupun dengan-cara langsung di thrift store yg ada dimana-mana.

Dari sepatu, pakaian, tas, celana, & lain sebagainya, sudah menjadi musim fashion thrifting bagi anak cukup umur sekarang ini. 

Sehingga argumentasi saya sungguh tertarik untuk menganalisis suatu fenomena atau duduk perkara sosial ini.

Dikarenakan ini dongeng fakta di lingkungan sekitar saya di kawasan Waru Sidoarjo tepatnya di Pabean Asri dekatnya Juanda.

Mayoritas teman-teman saya baik dr Playgroup, Tk, Sd, Smp, bahkan Smk, atau Kuliah semua menggunakan pakaian thrifting yg sudah dijual dimana saja.

Baik offline maupun online, padahal mereka mengenali jikalau thrifting itu ialah pakaian bal-balan bekas yg tak lolos sortiran dr luar negri (import).

Sehingga dijual di Indonesia dengan-cara illegal, tetapi ternyata teman-sobat saya makin bangga untuk membelinya bahkan dirasa kurang bila cuma mempunyai 1 atau 2 saja.

Dan jikalau ditanya beli dimana, pasti jawabannya thrifting ini, bukan hanya di Sidoarjo saja, di kota lainnya seperti di Surabaya maupun kota kecil pasti pula telah mengenali thrifting ini.

Karena busana thrifting ini telah menyebar & terkenal dimana saja, sahabat-sahabat saya lebih mementingkan gengsi ketimbang keadaan mereka sendiri.

Mereka sudah tak lagi berbelanja barang dgn keperluan atau memikirkan terlebih dulu sebelum berbelanja.

Tetapi dgn adanya musim yg lagi booming ini mereka berlomba-lomba untuk dapat dibarengi, sehingga disini saya ingin sekali mengaitkan fenomena.

Atau duduk perkara sosial yg ada di lingkungan sekitar saya ini dgn salah satu tokoh Sosiologi Postmodern yg berjulukan Jean Baudrillard. 

Refleksi Pemikiran Jean Baudrillard

Dalam menyaksikan fenomena semacam ini, Jean Baudrillard selaku salah satu seorang filsuf Perancis membicarakan pandangan terkenalnya, yakni penduduk postmodern ketika ini.

Semua didefinisikan cuma dgn nilai tandanya & nilai simbolnya saja, ternyata tanpa disadari sudah merubah akan nilai guna & nilai tukarnya.

Sekarang berbelanja sudah didasarkan pada simboliknya saja, bukan lagi tertera pada nilai gunanya mirip apa & bagaimana.

Jean Baudrillard mengatakan yg bahwasannya perkembangan kapitalisme ini telah merubah segalanya semenjak tahun 1920 an yg kemudian.

Dimana ada pergeseran dlm produksi & konsumsi, buatan cuma menjadi aspek penting untuk membentuk pangsa pasar kapitalisme.

Yang berdaya saing kompetitif dlm masyarakat pelanggan, namun hakikatnya sekarang konsumsi sudah sebagai upaya yg ditujukkan pada peningkatan dlm suatu produk.

Yang mana semua itu dijalankan sebagai bentuk seni manajemen baru dlm era konsumsi yg kian menjadi ketika ini. 

Jean Baudrillard pula mengatakan yg bantu-membantu dikala ini kebudayaan barat sudah menjadi suatu representasi dr dunia simulasi.

Segala sesuatu yg ada kini sudah diputuskan dgn kekerabatan tanda, atau yg sering disebut selaku suatu citra atau kode semata.

Yang maksudnya yaitu mirip: Tanda sebagai sesuatu yg mempunyai makna tertentu, baik dr penanda (bentuknya) maupun petanda (maknanya).

Sedangkan citra selaku sesuatu yg nampak oleh indra yg dimiliki manusia, baik indera penglihatan, penciuman, perasa, & lain sebagainya.

Yang terakhir adalah arahan, dimana arahan selaku sumbangan tanda yg telah disepakati dengan-cara bersama-sama di lingkungan sosial untuk memperlihatkan satu pesan yg dapat disampaikan pada individu yang lain, sesungguhnya mirip itu. 

Dalam dunia simulasi ketika ini, semua identitas yg ada pada diri masing-masing individu sudah tak lagi diputuskan dr apa yg ada pada dirinya sendiri.

Melainkan sekarang lebih menekankan pada tandanya, citranya, bahkan isyarat yg membentuk bagaimana seseorang tersebut mampu dimengerti oleh setiap individu lainnya.

Baik dr realitas sesungguhnya atau apapun, seperti halnya ekonominya, politik, bahkan hingga sosial budayanya, & lain sebagainya.

Dimana berdasarkan Jean Baudrillard semua dibilang sebagai simulacra atau suatu ruang realitas yg wujud komoditasnya berupa citra, tanda.

Serta aba-aba dlm satu dimensi ruang & waktunya, & susah untuk mengetahui mana realitas yg sesungguhnya & mana yg cuma menampakkan semu belaka nya saja. 

Dimana tanpa sadar masyarakat kini pula lebih menciptakan nilai-nilai yg tinggi melalui barang-barang konsumeris.

Dan membuat konsumsi sebagai sentra aktivitas kehidupan sehari-harinya. Jean Baudrillard pula mengatakan.

Jika individu sekarang senantiasa mempunyai impian untuk terus melakukan pembedaan dgn setiap individu lainnya.

Sehingga individu akan membeli suatu produk yg nantinya memperlihatkan atau memaksimalkan status sosialnya ketimbang individu yang lain. 

Seperti halnya musim thrifting yg sedang marak di golongan cukup umur dikala ini, bantu-membantu  konsumtif ialah suatu keinginan yg mana lebih mementingkan cita-cita dibandingkan dengan keperluan.

Tersier dibandingkan dengan primer, sehingga disini timbullah keinginan untuk membeli & mengoleksinya, tanpa menyaksikan fungsi utama suatu barang tersebut untuk apa & bagaimana.

Mereka sungguh tak memperdulikan bahwasannya itu baju bekas yg tak lolos sortir (import), mereka berbelanja lantaran pakaiannya beraneka macam busana branded.

Seperti dari: H&M, Uniqlo, Villa, Mango, & lain sebagainya, meskipun bekas, akan dibeli & membelinya tak mungkin hanya 1 atau 2 saja.

Bahkan mereka sudah punya sebelumnya sebagai stock pakaian, padahal dahulu, baju bekas akan dijual murah, dijual dipinggir jalan.

Dan terkesan orang yg menggunakan & membelinya tak mampu dlm membeli baju yg gres, namun kini para akil balig cukup akal sangat gembira.

Untuk memakainya bahkan hingga mengoleksinya sebanyak mungkin, dgn mereka mampu berbelanja pakaian thrifting ini sudah dianggap di lingkungannya sebagai orang yg kaya.

(walaupun budgetnya tak sesuai dgn realitanya) & tentunya dipandang lebih fashionable atau modis atau bahasa gaulnya ialah stylish dlm bergaya sehari-hari.

Padahal hakikatnya pakaian tersebut dibeli hanya selaku pada suatu simbol gaya hidupnya agar dipandang lebih oleh individu yg melihat.

(seperti pamer dengan-cara halus pada teman-temannya), namun kalau dirumah tetap menggunakan busana yg pada umumnya saja.

Dan dimana kini objek-objek untuk konsumsi sudah bukan sekedar suatu komoditi yg cuma memiliki nilai guna & nilai tukarnya saja.

Melainkan sudah lebih menunjukkan status seseorang seperti apa, baik dr sisi prestise maupun kehormatan yg akan didapatnya.

Seperti apa & bagaimana kedepannya, sehingga masyarakat pelanggan dikala ini sungguh berbondong-bondong untuk berbelanja sesuatu demi mendapatkan makna simboliknya saja.

Tanpa memperdulikan tentang seberapa harganya, keuntungannya, serta fungsinya mirip apa, & lain sebagainya, sehingga sederhananya yg mampu dipetik dr Jean Baudrillard.

Sebagai seseorang postmodern adalah sebenarnya realitas yg telah dihasilkan oleh pangsa pasar kapitalisme yg kian berpengaruh.

Ini telah mampu mengalahkan realitas yg terjadi sesungguhnya di kehidupan sehari-hari, lantaran masyarakat kini lebih menganggap gambaran yg akan didapat lebih menyakinkan.

Menguntungkan, & bahkan sampai mampu membanggakan untuk kedepannya dibandingkan dengan cuma menampakkan nilai guna maupun nilai tukarnya saja.

Dan tanpa disadari bila ini terus meningkat akan semakin membentuk perilaku seseorang menjadi lebih konsumtif, lantaran setiap individu lebih meningkatkan dlm pembeliannya.

Kesimpulan 

Di daerah perkotaan misalnya mirip Surabaya, Sidoarjo, Jakarta, Bandung, Semarang, & lain sebagainya merupakan salah satu kota metropolitan yg mempunyai gaya hidup.

  Tingkat Perubahan Masyarakat Berdasarkan Dampak Pembangunan

Dan musim fashion yg tinggi dlm kemajuan zaman ketika ini, tak hanya kota di Sidoarjo saja, melainkan perkotaan-perkotaan kecil yang lain pula akan seperti itu.

Apalagi khususnya para dewasa wanita yg sungguh simpel terpengaruh ketimbang pria, yg mana tanpa sadar telah membuat thrifting ini.

Sebagai suatu komoditi gres demi mendapatkan pembeda identitas mereka di hadapan setiap individu yang lain.

Walaupun pemenuhan keperluan setiap individu satu dgn individu yg yang lain berbeda tetapi mayoritas akil balig cukup akal kini sudah tak lagi memperdulikan.

Bahwasanya sikap konsumtif akan menimbulkan pengaruh tersendiri di kemudian harinya, yg pada pada dasarnya mereka mesti mampu dipandang lebih oleh individu lainnya.

Demi menjelaskan siapa diri kita & kelas sosial kita mirip apa, memang semua itu sulit untuk disingkirkan, sehingga memerlukan waktu yg cukup lama serta panjang.

Namun usang kelamaan ternyata tanpa kita sadari pula bisa membuat dominan setiap individu semakin memiliki sikap konsumtif, khususnya kaum akil balig cukup akal wanita.

Kaum sampaumur wanita sangatlah simpel dlm mengikuti kemajuan pangsa pasar kapitalisme, dr hari ke harinya semakin lebih merajalela penyebarannya.

Penyebabnya adalah alasannya balasan lantaran pergeseran yg makin berkembang saat ini, seperti adanya pertumbuhan teknologi berita komunikasi (TIK), semakin pesatnya arus informasi, sosial media, & lain-lain. 

Namun sebaiknya setiap individu dgn adanya pertumbuhan yg menuju pergantian ini dijadikan ke arah yg lebih baik yg mempunyai pesan atau pengaruh yg positif.

Bukan ke arah yg tak dikehendaki (seperti pesan atau dampak negatif), karena kalau tak dihadapi dgn baik, benar, bijak, kritis, & lain sebagainya.

Akan menjadikan setiap individu menjadi boros, merasa kurang & kurang (tidak akan pernah puas).

Kemudian kehilangan identitas akan dirinya sendiri terlebih di kalangan generasi muda yg masih memiliki masa depan cerah di kemudian harinya.

Seharusnya bisa dihemat sedini mungkin dgn cara sederhana seperti menawarkan edukasi sejak dini.

Membatasi pembelian setiap bulannya semoga sikap konsumtif ini tak kian kecanduan, menabung sedikit demi sedikit, & jangan hingga ini menurun ke generasi-generasi berikutnya.

Sehingga kesimpulan yg mampu dipetik dr fenomena atau duduk perkara sosial ini, yakni: “Belilah sesuatu apapun karena betul-betul membutuhkan.

Bukan cuma karena cita-cita hasrat semu belaka, & Belilah pula karena suatu fungsi nyatanya seperti apa & bagaimana.

Bukan karena gengsi pada setiap individu lainnya, Jangan pula berharap & gembira kelihatan kaya di hadapan individu lainnya namun semua itu lantaran keterpaksaan.

Tetapi jadikanlah dirimu menjadi apa adanya dgn kualitas & kuantitas yg ada di dirimu, teruslah gali & gali.

Sehingga kalian tak perlu memaksakan diri biar diterima oleh orang lain, dunia ini akan terasa lebih baik kalau kita bisa menyikapinya dgn bijak.” 

Nah itulah sekilas penjelasan & ulasan serta pembahasan perihal Contoh Perilaku Konsumtif : Teori Jean Baudrillard.

Penulis Artikel : 

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura, Lailatul Djannah

Sumber Referensi :

Medhy, H. A. (2019). Menimbang Teori-Teori Sosial Postmodern: Sejarah, Pemikiran, Kritik & Masa Depan Postmodernisme. Journal of Urban Sociology, 42-64.

Ranti Tri Anggraini, F. H. (2017). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja. Gadjah Mada Of Psychology, 131-140.

Saputro, L. Rivaldi. (2018). Thriftore Surabaya (Studi Deskriptif Tentang Upaya Mempertahankan Eksistensi Pakaian Bekas Sebagai Budaya Populer di Surabaya). AntroUnairdotNet, Vol VII/No.3, 335-349