Fenomena Negara Afganistan Ketika Itu

Ketika, kita menyaksikan suatu fenomena perang, tetunya ini begitu menakutkan. Kenapa tidak, beban yg dilanda setiap insan selalu ada dlm ingatannya. Hal ini tak bisa disangkal tatkala apa yg terjadi merupakan salah satu pecahan dlm dosa umat manusia. Inikah yg terjadi di Indonesia tatkala itu? Dan apa lagi yg akan terjadi tatkala itu. 
Mungkin, kita dapat bisa menyaksikan suatu daerah, mirip di Negara Afganistan tatkala “sementara waktu lalu, saya sungguh-sungguh terkejut melihat kota yg sangat besar, di dalamnya ada gedung yg besar-besar, istananya pun sangat besar. Tapi kehidupan sehari-harinya sulit disampaikan dlm kata-kata. Di setiap jalan ada tank, di setiap gang ada tank, di setiap tempat ada tank.
Ibu Negara Afghanistan, Rula Ghani berkisah pada saya. “Sebelum negara kami dilanda perang, negara kami levelnya sedikit lebih tinggi dr negara tetangga. Perang yg sudah berkecamuk lebih dr 40 tahun telah menimbulkan peradaban mundur jauh ke belakang,” katanya. 
Dulu di Afghanistan, perempuan mengemudikan mobil antarkota yakni hal biasa. Akibat perang, perempuan tak bisa bersekolah lagi, keluar rumah pun dibatasi. Sekarang anak perempuan di lingkungan tertentu bisa naik sepeda saja, itu sudah bahagia sekali. 
Itulah sebabnya, saat bersilaturahmi dgn para pemuka agama di Istana Kepresidenan Bogor, kemarin, aku memastikan bahwa perang & konflik betul-betul menghancurkan nilai kemanusiaan. Luka psikologis karena pertentangan memerlukan waktu berpuluh tahun untuk menghilangkannya. Dan anak yg dilahirkan di situasi kekerasan akan melahirkan generasi yg pula sarat kekerasan baru. 
Perdamaian, kerukunan, persaudaraan & stabilitas yakni fondasi berharga dlm bernegara, menjadi dasar untuk mengungguli persaingan kompetisi dgn negara. Ini ialah kilasan dlm sebuah cuplikan kunjungan, ada hal yg mampu dipetik tatkala problem masa kemudian yg pernah terjadi, kiranya mampu menjadi sebuah pelajaran dlm merespon masalah yg ada di masyarakat. 
Saatnya menuju sebuah pergantian, yg berinovasi, kompetisi, & persepsi bahwa saatnya masyarakat mengetahui bahwa ada persoalan yg tak boleh terulang kembali. Damai Selalu bareng kita.