Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Alignment Movement (NAM) yaitu sebuah organisasi internasional yg terdiri atas 120 negara anggota & 17 negara peninjau. Organisasi ini dibentuk oleh negara-negara yg tak beraliansi dgn blok atau kekuasaan besar tertentu. Gerakan ini dipergunakan untuk menengahi kedua kekuatan besar yg sedang bersitegang saat itu, Uni Soviet & Amerika Serikat. Sehingga banyak negara memilih bersikap netral untuk menghindari pertentangan. Meskipun pada hasilnya, beberapa negara tetap dapat dijadikan aliansi oleh salah satu dr kedua negara adidaya. Namun Gerakan Non-Blok memiliki andil besar dlm mencegah terjadinya pertentangan global.
Latar Belakang Gerakan Non-Blok
Dunia pasca perang dunia kedua terbagi pengaruhnya menjadi dua kekuatan besar. Amerika Serikat yg menenteng ilham liberalisme & sistem kapital, melawan Uni Soviet yg menggunakan tata cara otoritarian & ekonomi komunis. Kedua negara ini berupaya memperbesar pengaruhnya ke negara-negara korban perang & negara gres. Hal ini tentunya menimbulkan kegelisahan akan adanya kemunculan konflik global kembali. Untuk mencegah hal itu terjadi, beberapa negara mengusulkan adanya suatu forum internasional yg mengikat antar negara-negara yg netral. Sehingga dibutuhkan dapat menjadi kekuatan ketiga untuk meredakan pertentangan yg ada.
Di sisi lain, Gerakan Non-Blok pula dilatarbelakangi oleh ketidakinginan negara-negara gres ini merasakan kembali penjajahan seperti halnya sebelum perang. Mereka menginginkan independensi serta keleluasaan dlm menjalankan pemerintahan sendiri. Perang Dingin mendekatkan mereka kembali dgn imbas besar lengan berkuasa dr negara adikuasa.
Pembentukan GNB
Gerakan Non-Blok awalnya pertama kali digunakan oleh Jawaharlal Nehru pada Konferensi Kolombo 1954 sebagai prinsip untuk menjaga perdamaian antar negara. Gerakan ini baru dimulai satu tahun kemudian pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Di mana pada forum ini timbul lima orang tokoh yg menyatakan keinginannya untuk menjauhkan diri dr blok tertentu. Tokoh-tokoh tersebut yaitu Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Jawaharlal Nehru (India), Kwame Nkrumah (Ghana), & Soekarno. Gerakan ini diharapkan mampu menjadi solusi dr negara-negara gres untuk meredakan konflik yg ada.
Gerakan Non-Blok melangsungkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kurang lebih tiga tahun sekali, untuk membahas jadwal-acara & berita-berita yg perlu ditindaklanjuti. Sampai dgn hari ini telah dikerjakan 17 kali KTT. KTT pertama dilangsungkan di Beograd, Yugoslavia pada September 1961. Setiap KTT dilangsungkan, beberapa pernyataan & kebijakan dikeluarkan untuk menekan potensi konflik dlm Perang Dingin. Meski begitu, Gerakan Non-Blok dianggap telah kehilangan relevansinya setelah Perang Dingin berakhir.
Tujuan Gerakan Non-Blok
Tujuan dr Gerakan Non-Blok tercantum dlm Deklarasi Havana tahun 1979. Menyatakan bahwa gerakan ini bertujuan untuk menjamin kedaulatan, kemerdekaan, integritas teritorial, & keamanan negara-negara nonblok dlm perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, rasisme, serta segala bentuk aksi militer & penjajahan. Gerakan Non-Blok pula menolak berbagai bentuk blok politik. Secara lazim, anggota-anggota Gerakan non-Blok sangat berharap melalui organisasi ini seluruh pertentangan yg ada dapat mereda. Dikarenakan negara-negara gres atau korban perang sungguh memerlukan pinjaman, akan tetapi pinjaman bersifat politis dr salah satu blok akan menyebabkan pertentangan dgn blok yang lain.
Tokoh Gerakan Non-Blok
1. Gamal Abdel Nasser
Gamal Abdel Nasser yakni presiden kedua Mesir yg sepanjang hidupnya lewat jalan panjang di bawah imperialisme & kolonialisme. Ia memimpin perebutan kekuasaan atas Raja Farouk I, & tatkala memegang tampuk kepala negara menasionalisasi Terusan Suez. Hal ini menjadikannya berhadapan dgn Inggris, Perancis, & Amerika Serikat. Namun ia teguh pada pendiriannya mengenai kedaulatan Mesir di Suez. Gamal Abdul Nasser menjadi salah satu pionir Gerakan Non-Blok & merupakan salah satu pimpinan negara baru yg vokal di lembaga internasional. Ia menginginkan Mesir & seluruh negara baru bebas dr intervensi aneh, terlebih dr blok yg sedang berkonflik.
2. Jawaharlal Nehru
Jawaharlal Nehru yakni perdana menteri India pertama, & dianggap sebagai penerus Mahatma Gandhi dlm memimpin India pasca kemerdekaan. Ia merupakan pemimpin sayap kiri yg radikal, & pastinya sungguh tidak senang penindasan & dampak asing. Nehru menyadari posisi penting India bagi dunia & menjadi salah satu tokoh yg signifikan pengaruhnya dlm Gerakan Non-Blok maupun forum internasional yang lain.
3. Josip Broz Tito
Josip Broz Tito merupakan presiden pertama Yugoslavia, yg pada mulanya merupakan penunjang kuat rezim komunis Soviet. Namun semenjak Joseph Stalin berkuasa pada tahun 1948, ia menolak hegemoni soviet & memimpin negara dgn sosialismenya sendiri. Ia dicap adikara, namun berusaha mempertahankan keutuhan Yugoslavia di tengah terpaan dlm negeri akhir pertentangan antar daerah. Ketidaksukaannya kepada hegemoni Soviet maupun dominasi Amerika membuatnya menjadi sedikit negara Eropa yg bergabung dgn gerakan ini. Sehingga posisisinya sangat dihormati.
4. Soekarno
Soekarno ialah presiden pertama Indonesia, yg mempunyai keinginan tinggi menyukseskan revolusi Indonesia bebas dr imperialisme sekecil apapun. Ia berupaya menyalurkan idenya dlm banyak sekali forum internasional & menjadi figur yg dihormati oleh negara-negara dunia ketiga. Prakarsanya dlm Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 melahirkan Dasasila Bandung yg menjadi prinsip dasar Gerakan Non-Blok.
Peran Indonesia dlm Gerakan Non-Blok
Indonesia selaku salah satu pengusul Gerakan Non-Blok memiliki tugas besar dlm organisasi ini. Diantaranya menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika di mana gerakan ini dideklarasikan oleh lima negara penganjur non-blok. Kegiatan ini menjadi kebijakan yg sungguh diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia mengenang maksudnya yg amat besar. Indonesia pula menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi ke-10 pada September 1992 di Jakarta. KTT ini merupakan yg pertama sehabis Perang Dingin reda akibat dibubarkannya Uni Soviet. Pada KTT ini, Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soeharto menjabat sebagai sekertaris jendral Gerakan Non-Blok sampai dgn tahun 1995.
Dampak Keberadaan GNB
Keberadaan GNB dengan-cara umum mempunyai pengaruh besar dlm menekan peluangkonflik yg ada di antara Amerika Serikat & Uni Soviet. Mengikat negara-negara kecil dlm satu lembaga, GNB menghalangi terlampau banyak negara dapat dipengaruhi oleh kedua blok.Terhitung cuma Kuba yg dengan-cara diplomatic beraliansi dgn Soviet. Sementara negara-negara seperti Vietnam, Afghanistan, Korea, Kamboja, Indonesia, & banyak negara lainnya pemerintahannya jatuh akibat pertentangan. Meski begitu GNB tetap eksis & memaksa kedua kubu untuk bersepakat dlm banyak hal mirip pembatasan militer, pengurangan intervensi, & pemusnahan nuklir. Seiring dgn berakhirnya perang dingin, relevansi dr Gerakan Non-Blok dianggap sudah tak ada lagi. Sekertaris Jenderal terakhir dijabat oleh Nicolas Maduro dr Venezuela sejak 2016.
Artikel: Gerakan Non-Blok
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI
Materi Sejarah yang lain di Sosiologiku.com: