Agresi Belanda I (21 Juli 1947)
Letnan Jenderal Van Mook melakukan Agresi pada Indonesia untuk pertama kali pada tanggal 21 Juli 1947. Van Mook mempunyai argumentasi bahwa Indonesia tak serius dlm melakukan perjanjian hening dgn Belanda sehingga keputusan melakukan serangan itu dijalankan untuk menguasai kembali sebagian atau seluruh wilayah Indonesia. Sebagai balasan dr tindakan Belanda tersebut, Tentara Nasional Indonesia melaksanakan strategi perang gerilya untuk setidaknya menahan Agresi Militer Belanda yg kekuatan memiliki senjata yg lebih mutakhir & lebih lengkap.
Agresi Belanda II (19 Desember 1948)
Belanda dengan-cara sepihak menawan diri dr keputusan pada kesepakatanRenville sehingga mereka tak merasa mempunyai ikatan atau tak mesti menepati hasil kontrakRenville tersebut. Maka dr itu pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan serangan pada pihak Republik Indonesia yg kemudian serangan itu dinamakan aksi Belanda kedua.
Sebagai langkah-langkah awal dlm serangan yg dilakukan Belanda yaitu menguasai kota Yogyakarta yg saat itu menjadi ibukota Republik Indonesia. Serangan kilat yg mereka kerjakan dr sejak pukul 06.00 WIB, Dalam waktu yg singkat mereka bisa menguasai wilayah kota Yogyakarta Pada pukul 16.00 WIB.
Keberhasilan Belanda untuk menguasai Yogyakarta menjinjing akibat Belanda mampu menawan beberapa pimpinan Republik Indonesia seperti Presiden Soekarno, Haji Agus Salim dan Sutan Syahrir. ketiga tokoh tersebut lalu diasingkan di Brastagi Yang selanjutnya dibawa ke Prapat di tepi danau Toba. Sedangkan Muhammad Hatta ditawan & diasingkan di kawasan Muntok pulau Bangka.
Penawanan terhadap pimpinan negara tersebut tak Lantas menciptakan pemerintahan Republik Indonesia menjadi berhenti. Hal ini dikarenakan presiden memberi mandat pada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yg berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu presiden pula menyuruh pada Mr A.A. Maramis, Dr. Sudarsono & L.N Palar untuk menciptakan pemerintahan RI di negara India jika Pembentukan PDRI gagal. Pada bulan Desember 1948 PDRI berhasil dibentuk oleh Syafruddin Prawiranegara & dia menjabat selaku perdana menteri. pemerintahan PDRI berjalan di suatu desa kecil yg berjulukan Halaban yg bersahabat dgn Kota Payakumbuh Sumatera Barat