Pada tahun 1875, ada sebuah majalah yg berjudul Harper Weekly yg berbasis di New York, Amerika Serikat. Dimana terjadi sebuah perhatian dlm istilah sekumpulan buaya & bila diperhatikan mempunyai motif terhadap uskup katolik roma. Kemudian, kartun karya Thomas Nast itu sepintas tak terkontrovesial, Sementara, Fiona seorang penulis yg menempatkan kartun dlm konteks sosial politik pada pertengahan periode ke 19.
Seorang yg protes yakni kartunis Nast yg bukan cuma sekedar kritik lumrah, namun pada zaman itu warga beragama selain katolik memiliki perbedaan persepsi terhadap umat katolik. Sehingga, hal ini menjadikan controversial kepada sistem politik & sosial yg ada di AS. Hal ini berlangsung hingga era ke-20. Propaganda yg dilakukan pada tahun 1911 dlm the menace terus menyuarakan hal tersebut.
Begitu pula dgn para penulis yg datang ke Eropa tepatnya di Negeri Paman Sam, dimana agama sering menjadi alat untuk mendiskriminasikan, menindas bahkan melukai orang, & hal ini pastinya sebagian besar pendatang yg memeluk agama Kristen, dimana cuma mereka tubruk alasannya adalah perbedaan mazhab diantara dua kaum tersebut.
Sehingga, tak aneh jika banyaknya kartunis mengangkat duduk perkara tersebut, dlm sebuah karyanya & menggambatkan pergolakan sosial politik yg terjadi di Negara AS. Hal ini, tentunya mesti disingkapi dgn persoalan yg terjadi dgn menggambarkan masalah yg ada disetiap Negara, tergolong Indonesia, & beberapa kawasan yg ada tentunya harus mempertahankan keseimbangan metode sosial & politik di masa mendatang.
Memang hal ini, akan menawan bagi penulis & kartunis untuk melihat persoalaan yg ada dgn dilema yg begitu controversial, apalagi menempatkan masalah yg ada begitu controversial. Menanggapi hal tersebut, maka ada beberapa aliran yg menghendaki kebebasan dlm beragama. Hal ini, mampu dimengerti dlm sebuah jurnal yg berjudul “Charles Dickens : Anti Catholicism and Catholicism” (2011), oleh Mark Andrew Eslick.