Kebudayaan – Ketika Tionghoa Hakka Asimilasi Budaya (1930an – 21)

Berbagai problem sosial masyarakat Tionghoa, & Batak dimulai dr profesi mereka sebagai pendidik, dokter, & pekerja, terang bagaimana mereka hidup sesuai dgn karakteristik mereka di penduduk , dgn adanya tata cara budaya, & pekerjaan mereka di masa lalu, jelas pada masa kolonial Belanda, sampai dikala ini masa revolusi mental, & Industri Belanda – 1945 – 21.

Asimilasi budaya, yg mereka buat sesuai standar kota Pontianak – Desa, terperinci bagaimana mereka hidup pada metode politik seksualitas mereka ciptakan menurut aspek kehidupan pinggiran, dgn adanya sistem politik pada masa periode petugas partai PDI Perjuangan Gubernur Kalimantan Barat tersebut.

Catatan dlm hal ini, dgn berbagai budaya Timur tentunya adanya budaya setempat, guna mendapatkan metode seksualitas mereka kepada berbagai hal terkait manusia itu, tatkala migrasi (Tionghoa – Dayak).

Kehidupan seperti itu layaknya dijadwalkan atau tak oleh mereka dgn aneka macam konflik sosial, pertentangan pada metode politik, & organisasi keagamaan yg mereka rencanakan dgn tak mengurang rasa hormat & duduk perkara sosial mereka di masa lalu.

Berbagai hal terkait itu, pastinya bergairah atau tak merupakan karakteristik mereka, dikarenakan mata pencaharian atau ekonomi mereka mirip petani, pekerja, utamanya di Kalimantan Barat, & buruh pelabuhan. 

Proses perjuangan kelas sosial, mereka sebut dgn aneka macam orang yg tiba dgn adanya budaya – agama  & moralitas mereka sendiri atau kehilangan kesadaran diri mereka terhadap aspek kehidupan budaya mereka, Sihombing, Pontianak.

Hal ini terperinci bagaimana mereka hidup pada metode budaya Jawa – Batak mereka, bagaimana mereka hidup & tinggal dgn sistem kelas sosial mereka yg dihasilkan dr perjuangan kelas pekerja. Berbagai ilmu wawasan yg minim tentunya ada, termasuk pada jalan masuk kehidupan budaya sosial yg ada di penduduk dengan-cara umum.

  Sosial Media

Untuk menyadari berbagai dilema sosial & pertentangan sosial mereka, hendaknya dibarengi dr berbagai suku, yg memang memiliki hasil kecurangan bagaimana mereka hidup dlm berprofesi & berbudaya sebagai suku.

Kehidupan mirip itu, tampak bagaimana mereka hidup dgn moralitas pendidikan mereka, guna masuk pada sistem kelas sosial. Hal ini menjadi salah satu budaya atau peringatan bagi Jawa – Dayak – Batak mengenai keadaan perkampungan mereka dengan-cara biasa . Hal ini berlawanan dgn budaya yang lain, terperinci bagaimana mereka hidup usaha kelas sosial, dengan-cara khusus.

Ketika hal ini menjadi serpihan dr setiap kegiatan, Sihombing – Marpaung – Siregar – Malau (pendidikan) memang memiliki cara licik tatkala setiap momen politik seskualitas mereka, di Kalimantan Barat, & bagaimana mereka untuk mampu bertahan hidup, untuk membuat keadaan seksualitas, & konflik sosial, seksualitas antar suku, & agama.

Sistem pendidikan yg diciptakan, pastinya masih jauh dgn kebudayaan lainnya, jelas bagaimana mereka hidup dgn pendidikan & kesehatan yg mengkhwatirkan yaitu tatkala “orang” alasannya bisa berpura-pura baik, & berlindung pada tembok agama Kristen – Protestan – Islam, & lembaga pendidikan Katolik, pada Orang ( Sihombing – Siregar 2008 – 2017), Pontianak Indonesia, sebelumnya telah terjadi.