Sejak kedatangan orang-orang Thionghoa Kalimantan Barat, utamanya di Monterado, (Mary Somers, 2008) menyampaikan bahwa sejak permulaan, emas & intan di Borneo telah memasuki perdagangan Internasional. (Yuan Bingling, 1776-1884). ‘
Negara Cina dan Indonesia telah terkait dlm banyak hal setidaknya semenjak era kesembilan, sekitar enam ratus tahun sebelum kekuatan bahari Barat muncul di wilayah tersebut. Kedatangan para penambang Cina di Kalimantan Barat selama abad 18 ialah atas prakarsa sultan-sultan Melayu & tak berafiliasi dgn kedatangan Belanda.
(Mary Somers, 2008) di era 19 Belanda di Indonesia mengalami pergantian dgn kekuasaan jualan & beberapa pelabuhan besar & wilayah, & kepulauan rempah-rempah. Perusahan jualan Hindia Belanda Timur (VOC) mengalami kebangkrutan pada tamat kurun ke 18, & pemerintahan Belanda mengambil alih asset & bisnisnya.
Atas pegaruh di dunia melayu, Belanda berharap untuk menggarap kekayaan alam pulau Borneo. Dari hubungan tersebut pula, Sultan-sultan Melayu & Belanda menjalin relasi kerja mereka. Kemudian memperkuat basis.
kawasan pertambangan tersebut. Ditambah lagi permintaan emas di Tiongkok & keahlian komunitas ini mendulang emas. (Trocki, 2004) Hampir setiap linterature menyampaikan demikian, dimana relasi koordinasi tatkala itu menawarkan potensi besar & seruan yg meningkat kepada potensi emas di wilayah Kalimantan & Bangka.
kawasan pertambangan tersebut. Ditambah lagi permintaan emas di Tiongkok & keahlian komunitas ini mendulang emas. (Trocki, 2004) Hampir setiap linterature menyampaikan demikian, dimana relasi koordinasi tatkala itu menawarkan potensi besar & seruan yg meningkat kepada potensi emas di wilayah Kalimantan & Bangka.
Sejalan dgn hal tersebut orang-orang Thionghoa yg berkembang, mungkin ada yg berasumsi bahwa orang-orang Thionghoa yakni pengusaha & pebisnis besar yg sesuai dgn keadaan dikala ini, yg hidupnya merupakan penambang besar, & lalu menguasai perekonomian disetiap wilayah tempatannya. Tetapi pada biasanya orang-orang Cina di Kalimantan Barat pada lazimnya merupakan penjualkecil, petani & nelayan, & penambang kecil.
Karena jikalau diuraikan dua bahasa komunitas di Kalimantan Barat, (Yuan Bingling, 1776-1884) mirip Teochew (Chaozhou) & Hakka (Kejia). Bahasa & aktivitas mereka sungguh berbeda. Para Teochew kebanyakan pedagang & pengrajin dan condong lebih berfokus di kota-kota pesisir.
Para Hakka terdiri sebagian besar penambang dr masyarakat pedalaman lebih pertambangan. Dari dua cuilan bahasa & profesinya, ada garis merah yg penting untuk diuraikan pula, tatkala salah satu bahasa Hakka atau komunitas orang-orang Thionghoa Hakka yg cenderung ada dipedalaman & penambang. Dan kemudian, menyebabkan kesadaran yg besar terhadap pertanian guna keberlangsungan hidup mereka di Borneo ini.
Part 1