KEMAMPUAN BERPIKIR

KEMAMPUAN BERPIKIR


A. KEMAMPUAN BERPIKIR

Manusia yg dicipta oleh yang kuasa sebagai khalifah atau pemimpin di paras bumi ini mempunyai berbagai keistimewaan & keunggulan dibanding dgn makhluk-makhluk lain. Kelebihan & keistimewaan ini merupakan karena insan dikaruniai akal. Akal fikiranlah yg membedakan dengan-cara kualitatif, di antara insan & binatang. Manusia & binatang sama-sama menikmati fungsi panca indra, tetapi insan berbeda dgn hewan, karena insan dianugerah oleh Allah SWT berupa kecerdikan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan budi & rohani yg berlaku pada seseorang akhir adanya kecenderungan mengetahui & mengalami. Ia disusun dgn terencana atau sistematis semoga lahirnya makna, fakta & pemahaman. Akal insan berfungsi untuk mengingat. Manusia diberi daya kognitif yg membolehkannya berpikir. Manusia pula diberi daya efektif yg mengizinkan emosi, perasaan & kerja hati berhubungan dgn daya kognitif. Oleh alasannya itu lahir pemikiran. Pemikiran yg meningkat mampu memberi dasar pada lahirnya ilmu.
Akal atau pikiran yaitu sumber ilmu intelektual (intellectual knowledge) yg menciptakan transfer knowledge & transfer velue melalui proses pemikiran melalui akal. Akal yakni tempat bersemedinya kearifan & kebijaksanaan (hikmah). AM adalah merupakan kurnia Allah S.W.T. yg sungguh berharga pada hambaNya. Melaluinya manusia dapat menciptakan pemikiran (rationalize), membentuk konsep (conceptualize), dapat mengerti (comprehend) & sebagainya: Untuk mempunyai sifat `kearifan’ (wisdom), seseorang perlulah menjalani latihan penajaman berpikir & pendidikan pencucian kebijaksanaan.
Di samping itu, apabila dihubungkan dgn otak, kearifan pula dikaitkan dgn `qalbu’ atau hati insan. Hati yakni sumber ilmu yg menghasilkan pengetahuan lewat inspirasi, taufiq & hidayah (bisikan hati & suara qalbu). Pemberian Allah S.W.T. pada seseorang kerana bersihnya hati yg dimiliki. Hati mempunyai keupayaan pentaakulan & daya faham mirip kesanggupan akal, dapat mengenali & menemui kebenaran. Pengetahuan yg diperoleh lewat mata hati dapat membedakan yg benar dr yg imitasi, yg betul dr yg salah, kebaikan dr kejelekan. Untuk memperoleh pengetahuan bersumberkan hati, seseorang itu perlu mem­punyai hati yg suci & ini dapat dicapai lewat latihan penyucian hati (purification of the heart). Sekiranya insan mampu memakai kebijaksanaan & hatinyanya dlm mengeluarkan buah fikiran, maka dapat dikatan telah memakai akalnya dgn benar & bijaksana.
Kemampuan mengggunakan buah pikiran yg baik & berkhasiat inilahyangbakal mengangkat darj at “keinsanan manusia dibanding binatang”. Sejarah menunjukan bahwa manusia bertindak tanpa menggunakan kebijaksanaan & buah fikirannya mampu terjerumus ke dlm darjat kebinatangan, bahkan lebih dahsyat atau lebih hina ketimbang binatang. Keputusan-keputusan & perbuatan-perbuatan yg dibuat oleh manusia ada relevansinya dgn kemampuan berpikir. Sekiranya keputusan & perbuatan yg berfaedah atau positif pada dirinya & orang lain, ia dibilang keputusan yg arif & bijaksana. Sebaliknya, jika keputusan tak berfaedah pada diri, orang lain, keputusan itu dibilang tak arif & bijaksana.
Berpikir merupakan proses wawasan kekerabatan antara stimulus & respons dr kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive). Betapa perlu & pentingnya acara berpikir untuk diri insan yaitu jelas sebagaimana digambarkan di dlm maksud suatu hadis Nabi “berpikir sesaat itu lebih baik ketimbang sembahyang sunat selama tujuh puluh tahun”. Manakala di dlm kitab suci Al-Quran perkataan yg merujuk pada kata aqal disebut sebanyak 40 kali. Allah SubhanahuWataala (S.W.T) pula mencemooh dina manusia yg tidak mau menggunakan kebijaksanaan pirkiran. Apabila Allah S.W.T memberi tahu manusia, “Lihatlah bulan, lihatlah langit, lihatlah bintang & fikirkan”. Menyadari kebesaran Allahutaala lewat ciptaanya mirip bumi, bulan, bintang & matahari yaitu tanda seseorang itu bergotong-royong memakai akalnya untuk berpikir. Justeru itu, berpikir ialah sesuatu yg menjadi tuntutan & seharusnya dilaksanakan oleh insan dlm setiap acara & tindak tanduk yg dikerjakan. Namun bagitu, tak banyak di antara kita yg memahami pengertian serta seluk-beluk berpikir yg sewajarnya.
B. Perspektif Sejarah Kemampuan Berpikir
1.  Sejarah Berpikir Zaman Socrates
Kemampuan berpikir dr perspektif sejarah & kesannya kepada pengertian perihal desain kesanggupan berpikir itu sendiri. Barat menyebabkan dasar berpikir Aristotle, Plato & Socrates sebagai landasan menyebarkan ilmu & kehidupan. Dalam tradisi orang-orang Islam pemikiran kritis memang menjadi landasan dlm membuat sesuatu keputusan, tafsir & takwil. Menafsir al- Quran & hadis dilakukan dengan-cara kritis agar hasil pemikiran sesuai dgn kebenaran. Kebenaran dlm Islam merujuk pada sumber naqliah atau sumber wahyu. Wahyu adalah autoritas atau wibawa yg tertinggi dlm mengarah manusia berpikir agar kebenaran yg diterima tak saja zahir tetapi memberi makna yg hakiki.
Berpikir dengan-cara kritis membimbing pemikir ke arah kebenaran. Puncak dr berpikir memperoleh insan mengenai kebenaran. Proses berpikir kritisal membolehkan seseorang membedakan yg benar dgn yg salah, yg buruk dgn yg baik, yg bermanfaat & mudarat. Sudah pasti dasar yg menawarkan kesanggupan seseorang berpikir kritis ialah ilmu, pengalaman, diskusi & dlm tradisi Islam diakhiri dgn pesan yang tersirat. Hikmahlah merupakan jalan terbaik membimbing insan menemui kebenaran.
Berpikir yg pula diketahui pada mulanya sebagai pemikiran kritis yg pula merangkumi pemikiran inovatif sudah diberi perhatian istimewa oleh insan semenjak zaman Socrates, 2500 tahun yg lalu. Pada zaman itu, pemikiran kritis & kreatif dlm kehidupan insan, Socrates telah berhasil menggunakan persoalanuntukmenilai dlm meningkatkan kesanggupan berpikir. Socrates sudah menyatakan bahwa buah asumsi yg bermutu tak semestinya dihasilkan oleh seseorang yg mempunyai kekttasaan atau authoritas saja. Beliau sudah menandakan bahwa seseorang yg mempunyai kekuasaan & kedudukan, adakala dapat melakukan perbuatan yg membingungkan & tak diterima budi. Beliau menyarankan betapa pentingnya duduk perkara-dilema tingkat tinggi yg dia sebut selaku `deep questions’ diajukan untuk seseorang berpikir dengan-cara kritis & kreatif sebelum pemikiran tersebut dapat diterima & dipakai sebagai pengambilan keputusan.
Dia pula menyatakan betapa pentingnya seseorang berupaya melahirkan argumen yg berpengaruh sebelum menghasilkan pemikiran yg mampu diterima. Upaya ini mampu dikerjakan untuk melihat dengan-cara objektif, merencana, melaksanakan, menganalisis rancangan-rancangan dasar, & pula menyoritas implikasi bukan saja terhadap apa yg dinyatakan tetapi pula apa yg sudah dilaksanakan dgn perbuatan. Metode problem Socrates yg kita kenal sebagai “Socratic questioning” atau “Persoalan Socratic” masih di anggap sebagai satu cara terbaik dlm pengajaran berpikir dengan-cara kritis & inovatif & masih banyak digunakan hingga ketika sekarang.
Socrates telah mengawali acara berpikir dgn memakai problem selaku alat pembangun idea & buah asumsi yg mantap. Persoalan sudah digunakan apabila mempermasalahkan kepercayaan & penerangan yg lazim diterima oleh penduduk tanpa kritisan. Socretes dgn cermatnya memahami satu-satu kepercayaan itu dr perspektif logis & diterima akal dibanding dr hanya melihat dengan-cara lahiriah & nampak cantik dgn perasaan ego yg serasi dgn cita-cita tersembunyi di dlm diri seseorang. Dalam upaya menyaksikan selaku kesempatanuntuk memberi kesenangan yg didasarkan pada argumen, bukti atau dasar kepercayaan yg tak mampu diterima & digunakan.
Ide Socrates dlm berpikir dengan-cara kritis & inovatif sudah disoroti oleh Plato (murid Socrates yg banyak menciptakan catatan tentang pemikiran Socrates)
dan Aristotle (seorang lagi jago falsafah Greek). Mereka & andal falsafah Greek yg lain menyarankan betapa perlunya insan berpikir sebelum mendapatkan sesuatu lcerana realiti sesuatu itu mungkin berbeza dr keadaan lahiriahnya – cuma minda yg terlatih (trained mind) saja yg mampu membezakannya apa yg dilihat oleh mata garang (delusive appearances) dgn apa yg bahu-membahu tersirat disebalik kulit luarannya (the deeper realities of life). Ber-titik tolak dr anjuran tradisi Greek ini, lahir keperluan bagi manusia untuk mencari kebenaran tersembunyi (deeper realities), berpikir dengan-cara sistematik, menyoroti implikasi dengan-cara meluas & mendalam kerana cuma dgn berpikir dengan-cara komprehensif, ‘well-reasoned’. & bersifat responsif kepada tentangan_dan kejangg,-‘.an saja yg memdapatkan insan berpikir dengan-cara mendalam ketimbang cuma menghayati apa yg terpapar pada sifat lahiriah saja. Tradisi in, berhubungan dgn apa yg dianjurkan oleh Islam semoga manusia meneliti kebesaran & kecanggihan Pencipta alam ini disebalik keindahan ciptaanNya yg berupa bintang-bintang, gunung ganang, matahari & bulan yg sentiasa fantastis mereka yg ingin berpikir.
Keyakinan yg didasarkan pada Al-Alquran, Al­Hadits, Ijmak & ulama ialah mutlak & tak dapat dipersoalkan. berpikirdalam Islam yakni dlm lingkungan
yang dibenarkan oleh syara’ & tak berlawanan dgn syariat Islam itu sendiri.
2.  Sejaran Berpikir Zaman Modern
Beberapa pakar filsafat, psikologi, pendidikan yg timbul pada kala 20 mirip Guilford, Dewey, Meyers, Beyer, Bloom & banyak lagi yg sudah mendalami & memberi sumbangan yg besar kepada perkembangan kemampuan berpikir insan. Tokoh-tokoh mirip Benjamin Bloom bersama rekan-rekannya yg lain tergolong Krathwohl sudah mendalami konsep penggunaan duduk perkara seperti yg disarankan oleh Socrates dlm memakai kesanggupan berpikir dgn berlandaskan domain kognitif. , domain afektif & domai psikomotor.
Bloom yakni orang yg bertanggungjawab dlm memperkenalkan istilah `tingkatan pemikian’ atau `levels of thought processes’. Bloom menyatakan bahwa pemil-dran tingkat tinggi (higher-order thought processes) cuma dapat dikerjakan & diterapkan dgn penggunaan tujuan instruksional pembelajaran tingkat tinggi juga. Bloom pula menyatakan bahwa semangat guru & dosen (pendidik) dlm menggunakan persoalan & objektif pengajaran tingkat rendah telah melahirkan siswa & mahasiswa (penerima didik) yg tak inovatif atau kritis. Ini berlaku karena guru, dosen (pendidik) tak sadar tentang kepentingan penggunaan tujuan pembelajaran tingkat tinggi bagaimana membangun pemikiran kritis & inovatif di golongan siswa (peserta didik).
Krathwohl dlm perjuangan lain telah menghasilkan satu taksonomi yg memberi pemberatan pada unsur atau domain afektif dlm proses berpikir. Konsep ihwal kepentingan domain afektif dlm kesuksesan kehidupan seseorang sudah dikhususi pula oleh peneliti bidang psikologi yg terkenal seperti Daniel Goleman yg menyarankan rancangan yg dikenali sebagai `EQ’ atau `Emotional Intelligence’ (Kecerdasan F.mosi) menurutnya mempunyai peranan penting untuk mencapai prestasi atau kesuksesan. Menurutnya “80% kesuksesan seseorang adalah bergantung pada EQ & bukan IQnya” (Goleman, 1998). Kenyataan ini dibuat menurut hajian yg dijalankannya ke atas beribu-ribu orang hebat professional berjaya dlm lapangan masing-masing. Konsep EQ yg diperkenalkan oleh Goleman mempunyai keselarian dr segi konsep & penekananan dgn domain afektif seperti yg diutarakan oleh Krathwohl dlm taksonomi domain afektifnya.
C. Konsep Kemampuan Berpikir
Kemampuan berpikir merupakan kegiatan daypikir yg reflektif, kritis & kreatif, yg berorientasi pada suatu proses intelektual yg melibatkan pembentukan konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yg terkumpul (sintisis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, pentaakulan, atau komunikasi – selaku landasan pada satu kepercayaan (kepercayaan) & tindakan.
Menurut beberapa pakar dlm bidang psikologi menyatakan bahawa pengertian kemampuan berpikir, selaku berikut: Menurut Beyer (1984), berpikir yaitu upaya manusia untuk membentuk konsep, memberi alasannya adalah atau membuat penentuan. AJIenurutFraenkel(1980), berpikirmerupakanpembentukan pengalaman & penyusunan keterangan dlm bentuk tertentu. Meyer (i977), berpendapat bahwa berpikir melibatkan pengelolaan operasional mental tertentu yg berlaku dlm pikiran atau tata cara kognitif seseorang yg bermaksud untuk menuntaskan kasus.
  Kemampuan berpikir “adalah manifestasi pemikiran reflektif – ia termasuklah penangguhan evaluasi, mengekalkan pemikiran skeptik yg sihat, & mengamalkan pemikiran terbuka”. (Dewey, 1910).
Moore & Parker (1986) pula menyatakan bahwa KB “… ialah keyakinan berlandaskan tindakan yg cermat & disengajakan dlm menerima, menolak, atau menagguhkan suatu keputusan berafiliasi dgn suatu dakwaan (claims).
 Sementara Meyer (1987) mendefenisikan kesanggupan berpikir sebagai “upaya yg dilakukan oleh seseorang untuk membuat generalisasi, mengandaikan & mengatur kemungkinan-kemungkinan yg aneka macam, & pula menundakeputusan”.
D. Berpikir Kritis & Kreatif
Menurut Dr. Richard Paul, Direktur `The Center for Critical Thinking’ satu pusat berpikir kritis yg terkenal di Amerika Syarikat. Beliau menyatakan bahwa kemampuan berpikir dibagi pada dua komponen yg penting iaitu; (i) kesanggupan berpikir dengan-cara kritis; dan, (ii) kemampuan berpikir dengan-cara kreatif.
Kemampuan berpikir dengan-cara kritis merujuk pada pemikiran seseorang pemikiran dlm menganggap kevaliditan & kebaikan sautu pemikiran , buah fikiran, pandangan & mampu memberi respons berdasarkan pada bukti & karena akibat.
Adapun jenis jenis pemikiran kritis seperti membanding & membeda (compareandcontrast), membua tketegor i(categorization), menjelaskan karena akibat (cause and effect), meniliti penggalan & hubungan belahan yg kecil dgn keseluruhan; membuat andaian, menciptakan ramalan & inferensi.
Sedangkan defenisi kemampuan berpikir dengan-cara inovatif dilakukan dgn menggunakan pemikiran dlm mendapat idea-idea yg baru, kemungkinan yg baru, ciptaan yg gres menurut pada keaslian dlm penghasilannya. Ia mampu diberikan dlm bentuk idea yg nyata ataupun absurd. Dapat dilihat bahwa berpikir dengan-cara inovatif ini mampu dilihat dlm acuan-contoh berikut: mencipta idea yg baru, mencipta analogi & metaphora. Harus dikenang bahwa kedua­dua kesanggupan berpilcir dengan-cara kritis, & kreatif ini yakni bermaksud untuk menolong atau membantu seseorang dlm menciptakan keputusan & menuntaskan kasus.
Mari kita lihat satu lagi perspektif penting yg ada kekerabatan dgn berpikir. Dengan memakai EQ (kecerdasan emosi) seperti yg diperkenalkan oleh Daniel Goleman maka hemampuan berpikir pula menegaskan pentingnya peranan hati atau `qalbu’ sebelum suatu tindakan dilakukan . atau diyakini. Pemikiran yg didasarkan pada domain kognitif (IQ) tanpa mengamati & memikirkan pentingnya domain afektif (EQ) belum pasti dapat menjanjikan satu-satu keberhasilan atau kebahagian yg tepat dlm hidup seseorang. Selaras dgn apa yg diusulkan oleh Goleman (1998) “bahwa 80% kesuksesan seseorang yaitu bergantung pada EQ & bukannya IQ”. Konsep berhubung dgn EQ akan diterangkan dgn mendalam dlm bab merajaut lcecerdasan selanjutnya.
Peranan hati `qalbu’ yg berhubungan dgn `afektif atau EQ’ & perannya dlm keberhasilan hidup telah tekankan dgn tegas dlm satu hadis Nabi Muhammad Sallallahualaihiwasallam, lebih 1400 tahun dahulu:
“Dalam tubuh insan itu ada segumpal daging. Sekiranya daging itu baik, maka oke tubuh itu, Sekiranya daging itu tidak baik atau busuk, Maka tak baik atau busuklah tubuh itu; Daging itu adaluh hati”.
Peranan hati dlm mewarnakan watak, personalitas, keberhasilan & kegagalan hidup seseorang (di dunia & darul baka) banyak dikupas dlm kitab suci Al-Alquran & hadis­
E. Domain Kognitif (Cognitive Domain)
Bertolak dr definisi kemampuan berpikir yg sudah ditegaskan oleh penulis yg menyatakan bahwa kemampuan berpikir yakni berhubungan dgn seseorang° individu dlm memakai kedua-dua domain kognitif & afektif dlm perjuangan untuk mendapatkan atau memberikan keterangan, menuntaskan masalah atau menciptakan keputusan. Dalam lain perkataan, kesanggupan berpikir adalah kemampuan seseorang memakai otak (domain kognitif/aqal) & hati (domain afektif/qalbu) selaku landasan pada keyakinan (beliefl atau tindakan (actions).
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa domain kognitif yakni berpikir berlandaskan memakai otak. Bloom mengkategorikan domain kognitif pada enam tingkat. Tingkat-tingkat tersebut terdiri dari; pengetahuan (literal), kefahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintaksis (synthesis) dan evaluasi (evaluation).
Tingkat pemikiran (levels of thought processes) yang diketengahkan oleh Bloom mampu dibahagikan pada dua kategori penting: tingkat rendah (low-order or convergent) dan tingkat tinggi (higher-order or divergent). Pemikiran tingkat rendah adalah terdiri dr tingkat `pengetahuan’ & `kefahaman’. Sementara pemikiran tingkat tinggi, berdasarkan Bloom adalah bermula dr tingkat `aplikasi’ menjinjing pada `penilaian’. Pemikiran tingkat rendah ialah dikatakan tak bagitu baik untuk menaja pemikiran kritis & kreatif. Menurut Bloom, pemikiran kritis & inovatif cuma mampu diperbaiki melalui latihan berpikir yg melibatkan tingkat tinggi iaitu tingkat `aplikasi’sehingga `evaluasi’. Bloom dlm kajiannya berhubung dgn objektif pengajaran yg dijalankan di Amerika Syarikat mendapati bahwa guru-guru amat gemar memakai tujuan pembelajaran berdasarkan pemikiran tingkat rendah.
Menurut Beyer dlm model berpikirnya yg dimengerti selaku ‘Functional Thinking’. domain kognitif merangkumkan beberapa kedapatan yg terdiri daripada, menciptakan keputusan (decision-making), menuntaskan kasus (problem-solving) & membangun rancangan (conceptualizing) sebagai tingkat yg tertinggi. Ini diikuti oleh pemikiran kritis (critical thinking), dan pemikiran kreatif (creative thinking) pada tahap sedikit rendah dr yg pertama. Tahap seterusnya yaitu terdiri dr proses (processing) dan pemaknaan (reasoning) dan tahap yg terendah sekali yaitu terdiri dr mengenang (recalling) dan menyimpan atau merekam fakta (recording).
terkumpul (sintisis) atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman, refleksi, pentaakulan, atau komunikasi – sebagai landasan pada satu kepercayaan (kepercayaan) & perbuatan.
Menurut beberapa pakar dlm bidang psikologi menyatakan bahawa pengertian kesanggupan berpikir, selaku berikut: Menurut Beyer (1984), berpikir ialah upaya insan untuk membentuk konsep, memberi alasannya adalah atau menciptakan penentuan. Sedangkan berdasarkan Fraenkel (1980), berpikir merupakan pembentukan pengalaman & penyusunan keterangan dlm bentuk tertentu.
Meyer (i977), beropini bahwa berpikir melibatkan pengelolaan operasional mental tertentu yg berlaku dlm pikiran atau tata cara kognitif seseorang yg bertujuan untuk menyelesaikan perkara.
1.    Kemampuan berpikir “ialah manifestasi pemikiran reflektif – ia termasuklah penangguhan penilaian, mengekalkan pemikiran skeptik yg sihat, & mengamalkan pemikiran terbuka”. (Dewey, 1910).
2.    Moore & Parker (1986) pula menyatakan bahwa KB “… yakni kepercayaan berlandaskan perbuatan yg cermat & disengajakan dlm mendapatkan, menolak, atau menagguhkan suatu keputusan bekerjasama dgn suatu dakwaan (claims).
3.    Sementara Meyer (1987) mendefenisikan kemampuan berpikir sebagai “upaya yg dilaksanakan oleh seseorang untuk membuat generalisasi, mengandaikan & menertibkan kemungkinan-kemungkinan yg banyak sekali, & pula menangguhkan keputusan”.
F. Efisiensi, Metode/Pendekatan, Dan Faktor yg Mempengaruhi Belajar
Pendekatan berguru (approach to learning) & seni manajemen atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode berguru tergolong faktor-fakcor yg turut menentukan tingkat efislensi & keber­hasilan belajar siswa. Sering terjadi seorang siswa yg memiliki kemampiaan ranah cipta (kognitif) yg lebih tinggi’ daripada sahabat-temannya, ternyata cuma mampu meraih hasil yg sama dgn yg dicapai sahabat-temannya itu. Bahkan; bukan hal yg tidak mungkin kalau suatu saat siswa cerda,. tersebut mengalami kemerosotan prestasi sampai kritik yg lebih rendah dibandingkan dengan prestasi temannya yg berkapasitas rata-rata.
Sebaliknya, seorang siswa yg bahu-membahu cuma memiliki kemampuan ranah cipta rata-rata atau sedang, dapat mencapai puncak prestasi (sampai batas maksimal kemampuannya) yg membuat puas, karena menggunakan pendekatan belajar yg efisien & efektif. Konsekuensi positifnya ialah harga diri (self­esteem) siswa tersebut melonjak hingga setara dgn sobat-­temannya, yg beberapa orang di antaranya mungkin berkapa­sitas kognitif lebih tinggi.
1.    Definisi Efisiensi Belajar
Pada         lazimnya orang melaksanakan perjuangan atau bekerja de­ngan prospek memperoleh hasil yg banyak tanpa mengeluar­kan ongkos, tenaga, & waktu yg banyak pula, atau dgn kata lain efisien. Efisiensi yakni suatu rancangan yg merefleksikan perbandingan terbaik antara usaha dgn hasilnya (Giv, 19$5). Cengan demi.kian, ada dua macam efisiensi berguru yg dapat diraih siswa, yakni: 1 efisiensi usaha mencar ilmu; 2 efisiensi hasil berguru.     ‘
2.    Efisiensi Usaha Belajar
Suatu kegiatan mencar ilmu mampu dikatakan efisien kalau pres­tasi berguru yg dikehendaki mampu diraih dgn usalia yg minimal. Usaha dlm hat ini segala sesuatu yg digunakan untuk mendapat hasil belajar yg membuat puas, mirip: tenaga & pikiran, waktu, perlengkapan berguru, & lain-lain hat yg berkaitan dgn kegiatan mencar ilmu.
3.    Efisiensi Hasil Belajar
5elanjutnya, sebuah kegiatan belajar mampu pula dikatakan efisien apabila dgn perjuangan belajar tertentu memperlihatkan pres­tasi mencar ilmu tinggi.
G. Cognitive Theory ( Teori Kognitif )
Teori psikologi kognitif ialah penggalan terpenting dr sains kognitif yg telah memberi konstribusi yg sungguh mempunyai arti dlm kemajuan psikologi belajar. Sains kognitif merupakan  himpunan disiplin yg terdiri atas : psikologi kognitif, ilmu-ilmu computer, linguistic, intelegensi buatan, matematika, epistemology, & neuropsychology (psikologi syaraf)
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti proses internal, mental manusia. Meskipun pendekatan kognitif sering dipertentangkan dgn pendekatan behavioristik, tak memiliki arti psikologi kognitif anti kepada behaviorisme. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah kejadian mental, bukan kejadian behavioral  ( yg bersifat jasmaniah ) walaupun halhal yg bersifat behavioral  terlihat lebih aktual dlm hamper setiap peristiwa berguru siswa.
          Sehubungan dgn hal ini, Piaget, seorang pakar psikologi kognitif terkemuka, menyimpulkan : …….. children have a built-in desire to learn  (Barlow, 1985). Ungkapan ini bermakna bahwa semenjak  kelahirannya, setiap anak manusia mempunyai kebutuhan yg menempel dlm dirinya sendiri untuk berguru.
          Sementara itu, teori filsafat pragmatisme yg dipelopori oleh William James (1842-1910) & teori-teori berguru yg bersumber dr eksperimen Pavlop, Thorndike, & Snikker, sudah diambil selaku landasan psikologi aliran  behavirisme   dibawah kepemimpinan  John Broadus Watson (1878 – 1958).
          Keyakinan principal yang lain yg dianut oleh para behavioris ialah peranan “refleks”, yakni reaksi jasmaniah yg dianggap tak memerlukan kesadaran mental. Apa pun yg dilaksanakan manusia, tergolong kegiatan mencar ilmu adalah kegiatan refleks belaka, yakni rekai insan atas rangsangan-rangsangan yg ada.
          Dalam persepektif pikologi kognitif, kejadian mencar ilmu yg digambarkan seperti tadi yakni naïf (terlalu sederhana & tak masuk akal) & sulit dipertanggungjawabkan dengan-cara psikologis.
H. Perkembangan Kognitif Siswa
          Istilah cognitive berasal dr kata cognition  yang padanannya  knowing, memiliki arti  mengetahui. Dalam arti yg luas, cognition (kognisi) merupakan perolehan, penataan, & penggunaan wawasan ( Neisser, 1976 ). Dalam kemajuan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular selaku salah satu domain atau wilayah ranah psikologis manusia yg mencakup setiap perilaku mental  yg berafiliasi dgn pemahaman, pertimbangan, pembuatan informasi, pemecahan kasus, kesengajaan, & kepercayaan. Ranah kejiwaan yg berpusat di otak ini pula bekerjasama dgn konasi (kehendak) & afeksi ( perasaan ) yg bertalian dgn rasa ( Chaplin, 1972 ).
          Para andal psikologi kognitif berkeyakinan  bahwa proses pertumbuhan kognitif insan mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal & modal dasar perkambangan anusia, yakni kapasitas motor & kapasitas sensori. Menurut para mahir psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah mulai berjalansejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor & sensorinya.
I. Arti penting perkembangan Kognitif bagi siswa bagi proses mencar ilmu siswa
Tidak dapat dibantah lagi, bahwa antara proses perkembanan & pembentukan pengetahuan melalui proses berguru mengajar (the teaching-learning process) yg dikelola para guru terdapat “ benang merah “ yg mengikat kedua proses  tersebut.
Program pengajaran di sekolah yg baik  yakni yg mampu menunjukkan dukungan besar pada para siswa dlm menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Sehubungan dgn ini, setiap guru sekolah selayaknya mengetahui seluruh proses  & tugas kemajuan insan, khususnya yg berhubungan dgn bawah umur & akil balig cukup akal yg duduk di sekolah-sekolah dasar & menengah. Mengapa demikian penting ? Pengetahuan mengenai pross perkembangan dgn segala aspeknya itu sangat banyak manfaatnya, antara lain :
1.    Guru mampu menawarkan layanan perlindungan & bimbingan yg tepat pada para siswa dgn pendekatan yg berhubungan dgn tingkat perkembangannya;
2.    Guru mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesusahan mencar ilmu siswa tertentu, kemudian secepatnya mengambil langkah-langkah penanggulangan yg tepat sesuai dengan  taraf perkembangannya;
3.    Guru dapat menimbang-nimbang waktu yg tepat daam mengawali acara proses mengajar-mencar ilmu bidang studi tertentu untuk sekelompok siswa dlm fase pertumbuhan tertentu;
4.    Guru dapat mendapatkan & memutuskan tujuan pembelajaran biasa /TPU & tujuan pembelajaran khusus /TPK (dahulu disebut TIU & TIK)
J. Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yg perlu dikembangkan utamanya guru, yakni :
1.    Strategi  berguru mengetahui  isi pelajaran;
2.    Strategi meyakini arti penting  isi materi pelajaran & aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yg terkandung dlm bahan pelajaran tersebut.
Strategi  yaitu suatu istilah popular dlm psikologi kognitif, yg berarti prosedur mental yg berupa tatanan tahapan yg memerlukan alokasi upaya-upaya yg bersifat kognitif & senantiasa dipengaruhi oleh pilihan-pilihan kognitif atau pilihan-opsi kebiasaan mencar ilmu (cognitive preference) siswa. Pilihan kebiasaan mencar ilmu ini dengan-cara garis besar terdiri atas :
1.    Menghapal prinsip-prinsip yg terkandung dlm bahan;
2.    Mengaplikasikan prinsip-prinsip materi.
Dengan demikian guru dituntut untuk berbagi kecakapan kognitif para siswa dlm memecahan masalah dgn memakai wawasan yg dimilikinya.


= Baca Juga =

  Konflik Sosial, Berbagai Pandangan Politik Pada Aspek Budaya