Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa (bergabung bareng Tallo pada kala ke-17), merupakan salah satu dr banyak kerajaan setempat di Sulawesi. Dicatat dlm berita Tome Pires bahwa banyak sekali kerajaan penyembah berhala di wilayah Sulawesi Selatan. Raja Gowa sendiri baru mengadopsi Islam selaku agama kerajaaan pada kurun ke-17 tatkala Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I memeluk agama Islam.

Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi penguasa terbesar di Sulawesi, meraih pesisir Kalimantan, Maluku, & Nusa Tenggara. Kerajaan ini adalah gerbang jual beli dgn Nusantara kepingan timur. Pengaruhnya menurun tatkala kalah dlm Perang Makassar melawan VOC & kerajaan lokal lainnya.

Lihat pula materi Sosiologiku.com yang lain:

Deklarasi Djuanda

Kerajaan Demak

Letak & Pendiri Kerajaan

Kerajaan Gowa-Tallo terletak di Sulawesi Selatan, cuilan pesisir barat. Tepatnya di wilayah Kabupaten Gowa & sekitarnya ketika ini. Penduduknya mayoritas Suku Makassar, sehingga mulanya ia tumbuh sebagai chiefdom. Pemimpin pertamanya dlm beberapa catatan yaitu Tumanurung Bainea, yg merupakan penguasa setempat Gowa pada abad ke-14. Selama ratusan tahun, Gowa & wilayah yang lain memperebutkan hegemoni di wilayah tersebut.

Raja-raja yg Memerintah

Sepanjang sejarah, Gowa tercatat memiliki lebih dr 30 orang raja semenjak berdirinya sekitar kala ke-14 hingga dgn tahun 1895 tatkala dianeksasi oleh Belanda dlm Ekspedisi Sulawesi Selatan. Raja-raja yg pernah berkuasa di Gowa berdasarkan catatan Patturioloang Gowa yakni selaku berikut:

  • Tumanurung Bainea (1300+)
  • Tumassalangga Barayang
  • Puang Loe Lembang
  • I Tuniatabanri
  • Karampang Ri Gowa
  • Tunatangka Lopi (1400+)
  • Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkena
  • Pakere Tau Tunijallo ri Pasukki
  • Karaeng Tumpa’risi (permulaan kurun ke-16)
  • Karaeng Lakiyung (1546-1565)
  • Karaeng Bontolangkasa (1565-1590)
  • I Tepukaraeng Daeng Parabbung (1593)
  • Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I (1593-1639)

Daeng Manrabbia merupakan raja pertama yg memeluk agama Islam, kurang lebih pada tahun 1607, sesudah sebelumnya didahului oleh Karaeng Tallo pada tahun 1605. Kesamaan keyakinan ini kemudian menjadi modal utama penyatuan kedua kerajaan menjadi satu. Hal ini berhasil menenteng Gowa-Tallo mendominasi wilayah Sulawesi Selatan mengalahkan Bone, Wajo, Luwu, & Soppeng.

  • Daeng Mattola Karaeng Lakiyung (1639-1653)
  • Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanudin (1653-1669)

Sultan Hasanudin merupakan raja yg paling penting dlm perjalanan sejarah Gowa-Tallo. Dikarenakan ambisinya menguasai kawasan Sulawesi Selatan & jual beli ke timur berhadapan dgn VOC & raja-raja setempat yg bersekutu. Perang Makassar yg berlangsung pada tahun 1654-1655, serta ketegangan yg terus berlangsung melemahkan Gowa-Tallo. Pada tahun 1667 perang berkobar kembali, & VOC bersama Arung Palakka dr Bone sukses mengalahkan Hasanudin. Ia mengalah dlm Perjanjian Bongaya & menyerahkan kekuasaan pada VOC.

  • Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah (1669-1674)
  • Karaeng Bisei (1674-1677)
  • Karaeng Sanrobone (1677-1709)
  • La Pareppa Tosappe Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
  • I Mapparaungi Sultan Sirajuddin
  • I Manrabbia Sultan Najamuddin
  • I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  • I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  • Amas Madina Batara Gowa (diasingkan Belanda ke Sri Lanka)
  • Daeng Riboko Arungmampu (1767-1769)
  • Karaeng Katanka Sultan Zainuddin (1770-1778)
  • Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
  • Karaeng Lembang Parang (1816-1825)
  • Karaeng Katangka Tuminanga (1825-1826)
  • Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir (1826-1893)
  • Karaeng Katangka Sultan Idris (1893-1895)
  • Karaeng Lembang Parang Sultan Husain (1895-melarikan diri dr kerajaan alasannya adalah Politik Suku Asing bareng Belanda)

Lihat pula materi Sosiologiku.com yang lain:

Pengendalian Sosial

Unsur Intrinsik Puisi

Siklus Hidrologi

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Gowa-Tallo

Kehidupan Politik

Gowa-Tallo sejak sebelum menjadi kerajaan berbasis Islam, kerap berperang dgn wilayah lain di Sulawesi Selatan. Bone, Wajo, Soppeng, & Luwu adalah beberapa kerajaan lokal yg kerap berselisih dgn Gowa. Adapun Wajo & Luwu berhasil ditaklukkan oleh Gowa-Tallo & menjadi bawahannya. Sementara Bone bisa bertahan hingga setidaknya tahun 1582. Tatkala bersama wilayah lain berusaha menjaga kemerdekaan dr Gowa. Memasuki masa Islam, Gowa-Tallo berbagi pengaruh Islam ke Bone & Wajo antara tahun 1610-1611. Hal ini menjadi kepingan dr penguasaan Gowa-Tallo atas wilayah mereka. Pertentangan antar daerah ini terus berlangsung, hingga pada jadinya Gowa-Tallo mesti berhadapan dgn kerajaan lain yg didukung VOC.

Kehidupan Ekonomi

Gowa-Tallo disebut-sebut kaya akan beras putih & materi makanan yang lain yg diperdagangkan. Mereka pula memasarkan kapur barus hitam, yg ditukar dgn aneka macam komoditas wilayah lain. Gowa bisa menjalin perdagangan dgn Jawa, Maluku, Malaka, & bahkan hingga ke India & Cina. Impor tekstil dr India, & keramik dr Cina banyak didapatkan selaku bukti perdagangan yg berlangsung dlm kurun waktu lama. Pelabuhan Somba Opu menjadi bandar utama mengalirnya rempah-rempah dr Maluku ke wilayah barat.Gowa-Tallo pastinya mendapat laba yg amat besar dr wilayah ini.

Kehidupan Sosial

Gowa-Tallo menempatkan agama Islam selaku instrument penting dlm roda kehidupan masyarakat. Dikenal beberapa mubalig utama atau Daltu Tallu, beberapa diantaranya berasal dr Jawa. Mereka inilah yg berjasa mengislamkan raja-raja Sulawesi Selatan, & mengembangkan dengan-cara luas pada penduduk . Ajaran sufisme bahkan sempat meningkat melalui Syekh Yusuf al-Makasari, walaupun pada akhirnya ia berpindah ke Banten karena tak disenangi elit kerajaan.

Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo

Sepanjang sejarah perjalanan Kerajaan Gowa, yg kemudian bergabung menjadi Gowa-Tallo Berjaya pada permulaan sampai pertengahan periode ke-17. Tepatnya tatkala Karaeng Gowa-Tallo bersama-sama menganut Islam & membentuk aliansi untuk mendominasi daerah. Pada periode itu, Gowa Tallo bisa menguasai sebagian besar wilayah Sulawesi cuilan selatan & barat. Menjangkau pesisir Kalimantan, Maluku, & Nusa Tenggara. Gowa-Tallo pula berdagang dgn Jawa, Malaka, Cina, & India untuk pemenuhan banyak sekali kebutuhan. Sementara mereka memperdagangkan kapur barus, beras, & materi kuliner yang lain sebagai komoditas utama. Gowa-Tallo menjadi gerbang jual beli antara barat dgn sumber rempah di Maluku. Di segi lain, kejayaan ini semakin memupuk kebencian dr raja-raja lokal yang lain mirip Wajo & Bone. Mereka membentuk aliansi memusuhi Gowa-Tallo, yg kemudian disambut dgn dukungan dr VOC.

Ilustrasi Pelabuhan Somba Opu, pusat perdagangan Kerajaan Gowa Tallo

Ilustrasi Pelabuhan Somba Opu, sentra perdagangan Kerajaan Gowa-Tallo.
Sumber gambar: kemdikbud.go.id

Lihat pula materi Sosiologiku.com lainnya:

Persamaan Garis Lurus

Passive Voice

Tingkatan Manajemen

Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo

Kemunduran Kerajaan Gowa-Tallo selaku pemilik dominasi Sulawesi bergotong-royong terjadi dengan-cara langsung sehabis kekalahan Hasanuddin pada 1667 melawan VOC & Bone. Kekuatannya terus melemah, terlebih alasannya adalah penetrasi VOC yg kian kuat di wilayah tersebut. Gowa Tallo masih mampu bertahan hingga final masa ke-19, walaupun dgn kekuasaan yg kian sempit. Pada tahun 1895, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mulai gencar melakukan penaklukkan di wilayah Sulawesi. Riwayat Gowa Tallo berakhir tatkala Karaeng Lembang Parang Sultan Husain

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

1. Benteng Somba Opu

Benteng Somba Opu merupakan benteng sekaligus pusat perdagangan/pelabuhan bagi Gowa Tallo. Ia menampung rempah-rempah dr timur untuk diperdagangkan ke seluruh dunia. Benteng ini sempat hancur sehabis dikuasai VOC pada tahun 1669, akan namun kemudian direkonstruksi kembali pada ttahun 1990 & menjadi situs sejarah penting di Gowa.

2. Batu Tumanurung/Pallantikan

Situs ini yaitu makam bagi beberapa raja-raja Gowa-Tallo, salah satunya Sultan Hasanudin. Menurut beberapa kisah, tempat ini pula disinyalir selaku tempat pelantikan raja. Tempatnya berdekatan dgn lokasi Masjid Tua Katangka & dugaan Istana Tamalate.

3. Benteng Ujung Pandang/Rotterdam

Benteng Ujung Pandang yakni instalasi pertahanan Gowa-Tallo di pesisir barat. Dibangun pada masa kekuasaan raja Gowa ke-9, Karaeng Lakiyung. Semula berbahan tanah liat, kemudian direkonstruksi oleh Sultan Alauddin (raja ke-14) dgn kerikil padas. Benteng ini diubah namanya oleh Cornelis Speelman menjadi Fort Rotterdam & berfungsi menjadi Gudang penampungan rempah bagi VOC.

Artikel: Kerajaan Gowa Tallo

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.

Alumni Sejarah FIB UI

Materi Sejarah lainnya di Sosiologiku.com:

  15 Peninggalan Bersejarah Di Jawa Barat Yang Wajib Dimengerti