Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram) merupakan sebuah negara berbasis Islam yg pernah berdiri di Jawa pada kurun ke-17. Kesultanan ini berawal dr tanah yg diberikan oleh Hadiwijaya pada Ki Ageng Pemanahan alasannya adalah berhasil menumpas Arya Penangsang. Mataram berdiri mengambil alih Kerajaan Pajang sehabis Hadiwijaya wafat tahun 1987. Putranya, Pangeran Benowo kalah imbas dgn Sutawijaya sehingga kekuasaannya direbut.
Kesultanan Mataram ialah kerajaan Islam terbesar yg pernah berkuasa di Jawa. Kekuasaannya yg besar dibuktikan dgn kekuatan militer & politik dlm menggempur VOC di Batavia, & menolak semua pengaruh ekonomi & politik dlm kerajaan. Namun ironisnya, Kesultanan Mataram kemudian jatuh ke dlm efek politik VOC & terbelah dlm Perjanjian Giyanti tahun 1755. Terbagi menjadi Kasunanan Surakarta & Kesultanan Yogyakarta.
Letak & Pendiri Kerajaan Mataram Islam
Kesultanan Mataram pada permulaan berdirinya terletak di Alas Mentaok, sebidang tanah di antara Kali Opak & Kali Progo. Tanah ini diberikan Sultan Pajang, Hadiwijaya pada Ki Ageng Pemanahan. Tanah itu diberikan atas hadiah terbunuhnya Arya Penangsang. Sutawijaya, anak dr Ki Ageng Pemanahan memimpin pengembangan wilayah tersebut semenjak Ki Ageng Pemanahan wafat pada 1984.
Pengembangan wilayah Mataram dimulai oleh Ki Ageng Pemanahan. Sutawijaya menggantikannya selaku pemimpin Mataram. Ia bergelar Panembahan Senopati ing Alaga, & menjabat semenjak tahun 1584-1601. Sejak 1587 sesudah Hadiwijaya wafat, Panembahan Senopati merebut efek Pajang dr Pangeran Benowo & membuatnya kadipaten.
Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam
1. Sutawijaya/ Panembahan Senopati (1584-1601)
Panembahan Senopati selaku sultan pertama berkuasa selama 17 tahun, semenjak menggantikan Ki Ageng Pemanahan yg wafat. Ia memang menggantikan ayahnya yg wafat pada tahun 1984, namun Mataram baru menjadi suatu negara tatkala Panembahan Senopati merebut kuasa dr Pajang sehabis Hadiwijaya wafat. Sehingga beberapa literatur menempatkannya selaku sultan pertama. Pada masa kekuasaannya, ia menaklukkan berbagai wilayah sekitar mirip Madiun, Surabaya, & Kadiri. Ia pula menguasai kawasan Priangan & menjalin persahabatan dgn Cirebon.
2. Raden Mas Jolang/ Panembahan Seda ing Krapyak (1601-1613)
Raden Mas Jolang yaitu putra Panembahan Senopati dr selir. Ia menyempurnakan pembangunan komplek Kotagede mencakup Taman Danalaya, segaran, & komplek pemakaman. Raden Mas Jolang dengan-cara mengejutkan wafat pada tempat perburuan (Krapyak) sehingga diketahui dgn Panembahan Seda ing Krapyak.
3. Raden Mas Rangsang/ Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645)
Sultan Agung dikenal selaku raja terbesar Mataram, sekaligus raja terakhir yg menyaksikan kejayaannya. Ia bertakhta menggantikan Raden Mas Jolang yg wafat secara tiba-tiba, & berkeinginan untuk menyatukan kembali wilayah yg mulai melepaskan diri. Pada tahun 1625, sultan melancarkan penaklukkan yg populer kepada Surabaya. Menyusul Pati, Giri, & Blambangan. Hubungan politik Mataram dgn VOC di Batavia memburuk sejak 1624. Mataram menggempur Batavia pada tahun 1628 & 1629, & keduanya berujung kegagalan.
Pada masa kekuasaannya Mataram meningkatkan bikinan & ekspor beras lewat pelabuhan Pantai Utara Jawa. Ia pula membangun komplek perkotaan gres di Plered, komplek pemakaman Girilaya, & Makam Imogiri. Sultan Agung pula mengeluarkan kalender tahun Jawa yg merupakan kombinasi penanggalan Islam & Hindu.
4. Raden Mas Sayidin/ Amangkurat I (1646-1677)
Sultan Agung wafat pada tahun 1645, digantikan putranya Raden Mas Sayidin. Sesuai penyusunan rencana pada periode sebelumnya perihal perkotaan gres di daerah Plered, ia memindahkan sentra kekuasaan dr Kotagede dua tahun kemudian. Amangkurat I diketahui kurang bisa meraup bantuan dr rakyat & pejabat kerajaan, sehingga ia mulai mendekati VOC. Aksi ini menjadikan ketidaksenangan di kalangan keraton, terlebih Amangkurat bersikap ekstrem terhadap para penentangnya. Kekacauan memuncak tatkala Trunojoyo pada 1670-an memberontak, merebut wilayah pantai utara & keraton Plered pada 1677. Amangkurat melarikan diri menuju Cirebon, tetapi wafat dlm perjalanannya.
5. Pangeran Adipati Anom/ Amangkurat II (1677-1703)
Pada masa ini, Kesultanan Mataram dikenal dgn nama Kasunanan Kartasura. Karena sentra kekuasaan berpindah ke Kartasura, & raja yg memakai gelar Susuhunan (Sunan). Amangkurat II melanjutkan gerakan melawan pemberontakan Trunojoyo. Tahun 1678 dgn pertolongan VOC berhasil merusak pusat pemberontakan di Kadiri. Meski begitu, gejolak masih berlangsung sampai dgn tahun 1681. Akibat hancurnya Plered, ia memindahkan kekuasaannya ke Kartasura. Amangkurat II memberikan konsesi politik & ekonomi yg besar pada VOC, meski begitu relasi tak berlangsung baik karena raja tak menepati banyak dr janjinya. Bahkan melindungi Surapati pada 1684, & membiarkan Kapten Francois Tack wafat di keraton pada tahun 1686.
6. Amangkurat III (1703-1705)
Pergantian kekuasaan menuju Amangkurat III diwarnai pemberontakan oleh Pangeran Puger yg berhasil dipadamkan oleh Amangkurat II. Namun, seiring kekuasaan Amangkurat III berjalan, pertolongan pada Pangeran Puger meningkat. Terlebih sesudah peristiwa Surapati & Tack, VOC tak lagi yakin pada garis keluarga Amangkurat. Pada tahun 1704, Pangeran Puger mengangkat diri sebagai Sunan Kartasura dgn gelar Pakubuwana I & mengobarkan perang melawan Amangkurat. Amangkurat terpaksa melarikan diri & menyerahkan Kartasura.
7. Pakubuwana I (1705-1719)
Pakubuwana I sukses menguasai Kartasura mengalahkan Amangkurat III, menjadi raja yg sah namun makin terikat dgn VOC. Ia bahkan terpaksa mengeksekusi Adipati Jangrana yg membantunya melawan Amangkurat III, alasannya VOC menilai Jangrana membantu pemberontakan Surapati. Pakubuwana wafat pada tahun 1719 & digantikan oleh putranya.
8. Amangkurat IV (1719-1726)
Amangkurat IV yaitu putra dr Pakubuwana I yg menentukan menggunakan gelar Amangkurat. Kenaikan tahtanya diwarnai pemberontakan oleh Pangeran Blitar, Purbaya, Madiun, serta Arya Mataram di Pati. Seluruhnya sukses ditumpas dgn santunan VOC. Namun karenanya ia wafat sebab diracun pada tahun 1726.
9. Pakubuwana II (1726-1749)
Pakubuwana II adalah putra Amangkurat IV. Pada masa kekuasaannya diwarnai dgn peristiwa besar yaitu Geger Pacinan. Pemberontakan orang-orang Tionghoa & Jawa melawan VOC dikarenakan pembantaian orang Tionghoa di Batavia. Sunan mendukung perlawanan kepada VOC, tetapi pemberontakan sukses ditumpas oleh VOC yg dibantu oleh Cakraningrat IV. Pakubuwana kemudian memindahkan kekuasaan ke Surakarta (Sala). Mataram dikuasai oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, yg memaksa untuk mengambil alih kekuasaan dr Pakubuwana yg sakit pada 1747, & menunjuk raja baru sesuai izinnya.
10. Pakubuwana III (1749-1788)
Pakubuwana III diangkat oleh van Imhoff untuk menjadi Sunan. Ia mengikuti semua kata VOC, sehingga posisinya sebagai raja tak ada artinya. Ia terpaksa menyetujui Perjanjian Giyanti yg membelah kekuasaan menjadi Yogyakarta & Surakarta pada tahun 1755. Ia masih menjabat hingga 1788 sebagai Sunan Surakarta. Sementara Pangeran Mangkubumi (Putra Amangkurat IV) yg berdamai dgn VOC memperoleh kekuasaan di Yogyakarta dgn gelar Hamengkubuwono I
Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Islam
Masa kejayaan kesultanan Mataram berjalan pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pada masa kekuasaannya ia menggempur VOC dua kali, pertanda bahwa ia merasa perlu mengusir Belanda dr Jawa. Ia membangun metode agraris yg baik, sekaligus pasar perdagangannya di Pantai Utara Jawa. Sultan Agung pula membangun tata cara kalender Jawa yg banyak dipakai sampai dgn hari ini. Kekuasaannya membentang dr Blambangan, sampai dgn wilayah barat Jawa.
Keruntuhan Mataram Islam
Secara biasa Mataram Islam terhitung runtuh pada tahun 1755 semenjak disepakatinya Perjanjian Giyanti. Perjanjian tersebut membelah kekuasaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta & Kesultanan Yogyakarta. Hal ini ialah ujung dr banyaknya kekuasaan yg diberikan kerajaan pada VOC, termasuk pengangkatan raja. Pada versi lain, sejak Amangkurat II berkuasa di Kartasura, Mataram dikenal sebagai Kasunanan Kartasura. Kemudian pada masa kekuasaan Pakubuwana II, menjadi Kasunanan Surakarta alasannya keraton berpindah ke Surakarta.
Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
- Keraton Kotagede
Kotagede adalah sentra kekuasaan Mataram yg dibangun oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati selaku Sultan pertama Mataram. Komplek ini berdiri sekitar tahun 1588, & mulai berangsur ditinggalkan semenjak Amangkurat I membangun kekuasaannya di wilayah Plered.
- Pertapaan Kembang Lampir
Petapaan ini adalah tempat Ki Ageng Pemanahan melakukan semedi. Lokasi ini disakralkan & dirawat oleh penerus Mataram dr belahan Kesultanan Yogyakarta,
- Komplek Makam Kotagede, Girilaya & Imogiri.
Raja-raja Mataram menempatkan wilayah khusus untuk memakamkan keluarganya. Wilayah Kotagede yg merupakan pusat kekuasaan, dimakamkan Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan, & Panembahan Senopati.
Pemakaman Girilaya menampung makam dr Kiai Ageng Giring, Kiai Ageng Sentong, & Sultan Cirebon V. Tokoh yg dimakamkan di barat antara lain: Kanjeng Ratu Pembayun (istri Amangkurat), makam Kanjeng Ratu Mas Hadi (ibu Sultan Agung), & Kanjeng Panembahan Juminah (paman Sultan Agung). Sementara di Imogiri dimakamkan Sultan Agung & istrinya, Amangkurat (II & III), Pakubuwana (1-XII), & Hamengkubuwana (kecuali yg kedua).
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI
Lihat pula materi Sejarah yang lain di Sosiologiku.com: