Persoalan insan, utamanya di Pontianak memang berada pada keadaan sosial budaya di penduduk yg terlihat dgn ekonomi politik yg dibangun menurut hasil budaya migrasi & urbansiasi di masyarakat Tionghoa.
Hasil genetika (pribumi – Tionghoa) dapat dimengerti dgn adanya moralitas ber ekonomi, pada pengejaran untung dlm berdagang, & ekonomi yg tak memiliki moralitas dlm perkampungan Kapuas hulu, & Pontianak, serta Kab. Kuburaya, namun itu yaitu hasil pembangunan ekonomi terjadi.
Pada setiap peristiwa penumpahan darah yg terjadi pada tahun 1999 – 1967, menjadi permulaan dr kehidupan sosial ekonomi di masyarakat dengan-cara menyeluruh di Kapuas Hulu pada masa Oevang Oeray (1960 – 1966) di Kalimantan Barat, Indonesia.
Tidak ada keadilan tatkala kekerasan terjadi, selain itu cuma mampu digantikan dgn duit yg menjadi awal dr faktor kehidupan aturan di Indonesia, menurut para pakar & akademisi, menjadi catatan sejarah bagi kaum suku Madura – Tionghoa – Dayak 1999 di Pontianak, Indonesia yg begitu kotor.
Bagaimana mereka mendirikan gereja sebagai serpihan dr pemerasan, pajak di perkotaan ekonomi Tionghoa dlm melihat aneka macam keadaan ekonomi politik mereka di Indonesia, karena tak menjadi apa – apa & siapa – siapa.
Kehancuran tampak setiap mereka yg hidup pada moralitas masyarakat Tionghoa – Dayak Pontianak & Jakarta menjelaskan hal tersebut dgn baik, sesuai dgn ekonomi politik yg dibangun lewat pedesaan & kota. Hasil dr kesalahan nenek moyang mereka selama hidup di Pontianak, menjadi permulaan dr sistem jual beli & ekonomi politik terjadi.
Kelas sosial rendah dr hasil asimilasi budaya Kapuas Hulu. Menjadi pembelajaran bagi penduduk suku Dayak – Batak (Protestan – Kristen) disini, menjadi awal dr kebiadaban & seksualitas mereka selaku Sihombing (silaban) sampah di penduduk kota Pontianak.
Pada masa 2011 – 2019 di Pontianak Barat, apa yg terjadi pada metode ekonomi perkotaan & Keuskupan Agung Pontianak (mrpd pancasila). Dengan peler (kelamin) yg begitu rendah, Sihombing – Jawa (Marpaung), sebagai perompak kapal (1990an) & Perbatasan hasil resistensi, dlm suatu agama Katolik – Protestan, berani membuka baju (telanjang) dihadapan aku dengan-cara eksklusif.