Perubahan hidup di Kota dilepas dr problem sosial budaya di masyarakat, yg kadang kala menjadi pemicu adanya kepentingan ekonomi politik diantara penduduk setempat yg hendak dimengerti dgn baik saat ini.
Ketika hal ini penting untuk dibahas tentang kondisi sosial mereka, maka akan dipahami dgn ungkapan yg baik terhadap pergantian yg mendesak bagi kepentinagan kehidupan mereka di penduduk . Seringkali mereka hidup dgn perumpamaan dr insan berbudaya dgn konsep akan keadaan budaya mereka selaku makhluk ciptaan Tuhan.
Sehingga dlm hal ini, desain budaya akan terus dipertanyakan oleh agama yg menjelaskan eksistensi mereka kepada ke Tuhanan yg mempunyai tugas penting & efek kepada metode ekonomi yg diterapkan, atau diketahui sebagai konfusiasme.
Memahami budaya konfusiasme akan berlainan dgn budaya RRT & korea. Sedangkan di Pontianak banyaknya kebudayaan itu timbul adanya budaya pada penduduk Tiongkok yg bermigrasi di Indonesia. Masing-masing suku atau dinasti memiliki ciri karakteristik mereka terhadap suatu kebudayaan.
Jelas sekali bagaimana mereka hidup bersosialisasi, & berekonomi budaya menurut faktor kehidupan sosial mereka di penduduk . Untuk menyaksikan kembali bagaimana peradaban Tionghoa manusia maju menurut budaya & agama yg hendak melekat pada masing-masing jiwa mereka.
Hal ini terperinci bagaimana mereka hidup berdampingan berdasarkan sistem ekonomi budaya mereka, yg kerapkali hilang akan moral, etika & budaya yg mempunyai tata krama dgn asimilasi budaya pada masyarakat setempat, pribumi disengaja Orang Jawa, Melayu, & Batak, pada rancangan konfusiasme selaku jalan atas perlawanan mereka, sebagai orang Indonesia, setempat, & dipahami sebagai usaha kelas sosial.
Disitu dapat dibahas bagaimana mereka hidup berdampingan & mempunyai kepentingan ekonomi & budaya yg ada menurut tata cara sosial mereka di penduduk pedesaan. Pemahaman spritualitas menjadi penting dlm membicarakan banyak sekali hal terkait dgn sistem budaya mereka, maka desain ke Tuhanan yg diyakini akan sungguh berlawanan dgn kebutuhan & kepentingan politik agama berlainan pada dampak (kekuasaan) contohnya.
Dengan membahas aneka macam persoalan yg sudah menjadi pembahasan awal dlm sebuah pertumbuhan kota tak lepas dr para darah biru akil tatkala itu, tepatnya 1800an di Pontianak, dimana sistem pemerintahan kerajaan yg dipimpin Sultan & korelasi kolaborasi Belanda & orang Tionghoa terjalin hingga dikala ini, menurut kepentingan ekonomi, & sistem pertahanan yg dibentuk pada masyarakat setempat.
Pada masa terbaru pengetahuan menimbulkan berbagai hubungan sosial menjadi penting dlm melihat kembali suasana & perubahan yg ada disekitar kota, jelasnya bagaimana mereka hidup dgn kondisi budaya / mistik & agama yg melekat pada dunia gres mereka kepada persepsi sebuah agama berbeda.
Dari perbedaan itu, muncul dgn adanya kepentingan sosial budaya & agama yg mensugesti aneka macam keadaan lingkungan konsumsi, politik & birokrasi yg lekat pada faktor kehidupan bermasyarakat. Hal ini tampak bagaimana mereka hidup dgn pembangunan kota yg sering diabaikan oleh kepentingan ekonomi politik tatkala itu 2000 – 11.
Perebutan ruang budaya, agama & kelas sosial, mengarah pada kehidupan agama yg melewatkan akan siapa mereka bekerjsama. Sehingga bagaimana mereka melakukan pekerjaan , berpolitik, budaya & agama tempak pada faktor mereka dapatkan dr hasil pembangunan sebelumnya.
Menjadi dasar dr kehidupan biologis mereka selaku makhluk ciptaan Tuhan, menjadi penyadaran akan kehidupan mereka selaku insan. Hal ini pastinya mempunyai nilai kepada kondisi sosial budaya mereka di masyarakat dengan-cara sosiologis, & kesehatan, serta kekurangan wawasan mereka miliki, hingga berujung pada kolektifitas pertentangan sosial (jan, Sihombing 1990an) mereka perbuat.