– Teori Pierre Bourdieu wacana simbolik power atau kekuasaan & kekerasan simbolik yg terjadi disaat pandemi c0vid-I9 di Indonesia. Sekilas pula mengenai habitus, ranah atau arena, sumber modal, & doxa. Yuk simak ulasannya !
Pierre Bourdieu. Pernahkah anda membaca pemikiran Bourdieu ? Mungkin pernah, Pemikiran Bourdieu menjadi potongan penting dlm perkembangan filsafat, ilmu sosiologi, antropologi, & yang lain. Nah, coba kita mengenal sekilas Pierre Bourdieu, yuk simak !
Sekilas mengenal pemikiran Pierre Bourdieu. Sebelumnya saya mintak maaf karena buku yg saya punya dipinjam sama adek kelas, jadi referensi dr buku yg sudah pernah saya baca yg tercantumkan disini.
Saya hanya mengingat sekilas saja, serta menjajal cari beberapa sumber jurnal, & bacaan postingan yg berkaitan kepada postingan yg saya tulis ini. Berikut dibawah ini beberapa klarifikasi singkatnya.
Habitus. Bourdieu dlm konsepnya habitus yg merupakan sebagai analisis sosiologis & filsafat atas perilaku insan. Artinya, habitus adalah nilai-nilai sosial yg dihayati oleh manusia, & tercipta lewat proses sosialisasi nilai-nilai yg berjalan usang.
Dengan demikian, habitus mengendap menjadi cara berpikir, pola sikap yg menetap di dlm pribadi manusia itu sendiri.
Sumber Modal. Kapital merupakan modal yg mampu memungkinkan insan bisa mendapatkan peluang-peluang & peluang untuk karir dlm hidupnya.
Sumber modal ini mencakup, modal budaya, modal ekonomi, modal intelektual/pendidikan, modal sosial/jaringan sosial, modal prestise atau modal simbolik.
Ranah/Arena. Ranah atau Arena merupakan ruang yg khusus terdapat dlm masyarakat itu sendiri, seperti arena politik, bisnis/pengusaha, seniman/kesenian, arena pendidikan, & aneka macam bentuk arena lainnya.
Ranah bisa kita lihat dlm cakupan yg lebih luas, misalnya ranah seorang presiden akan berlainan dgn gubernur, wali kota, & bupati. Ranah disini mampu kita lihat pengaruhnya yg luas & punya kuasa untuk ikut memilih arah atau kebijakan tersebut.
Sementara, arena, pada cakupan atau wilayah yg lebih spesifik, atau lebih kecil, mirip kuasa seorang gubernur, walikota, & bupati hanya berlaku didaerah mereka saja, tanpa ada kuasa di luar kawasan mereka.
Doxa. Pengertian doxa merupakan pandangan penguasa yg dianggap sebagai pandangan seluruh masyarakat. Masyarakat tak lagi mempunyai sikap kritis pada persepsi penguasa.
Pandangan penguasa itu biasanya bersifat sloganistik, sederhana, terkenal, & amat mudah dicerna oleh rakyat banyak, ya meskipun dengan-cara konseptual, pandangan tersebut mengandung banyak kesesatan.
Doxa mengambarkan bagaimana para penguasa dapat menjangkau & mendominasi kekuasaan mereka, tanpa adanya sikap kritis dr rakyat.
Penguasa sukses meraih kekuasaannya, menjaga, & memperbesar jangkauan kekuasaannya dgn cara dominasi tadi, yakni mampu melalui bahasa & simbol yg masuk kedalam anggapan rakyat yg dikuasi.
Dengan demikian, rakyat merasa bahwa dirinya itu serpihan dr penguasa atau kekuasaan, yg sedikitpun tak merasa tertindas dgn dominasi para penguasa tersebut.
Itulah doxa yg sudah masuk dlm anggapan rakyat, sehingga mereka mengikuti & hilangnya sikap kritis mereka sebagai rakyat, yg pula mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan.
Nah, itu tadi sekilas pemikiran Bourdieu yg mesti kita pahami bersama, yakni ihwal habitus, ranah/arena, sumber modal/kapital, & doxa.
Ada yg menawan bagi kita untuk melihat fenomena sosial dlm pandemi wabah virus kini ini, yakni perihal pemikiran Bourdieu perihal kekuasaan & kekerasan simbolik yg menindas rakyat lewat bahasa & simbol yg digunakan.
Misalnya dlm penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yg ada saat ini selaku cara untuk memutus & menangkal penyebaran virus tersebut.
Nah, dibawah ini coba kita lihat bagaimana dominasi simbolik itu berjalan & menindas rakyatnya untuk ikut dlm dominasi tersebut.
Masyarakat mengalami kekerasan simbolik disaat pandemi wabah virus C0vid-I9, Benarkah ? Baru-gres ini kita pula memperoleh informasi yg kurang baik untuk kita dengar, yaitu perihal plin plannya pemerintah dlm menerapkan hukum pelarangan transportasi lazim.
Serta banyak sekali pernyataan yg membuat kontroversi dlm lingkung penduduk yg menyimak & membaca kata-kata tersebut. Terbaru selesai-simpulan ini pemerintah ingin melonggarkan hukum PSBB.
Ada empat persyaratan yg katanya akan menjadi cara untuk melaksanakan pelonggaran PSBB, yaitu Prakondisi, waktu, prioritas, & koordinasi.
Kawan mitra mampu membacanya disini ya : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200512140942-20-502528/doni-monardo-beberkan-4-persyaratan-pelonggaran-psbb
Apalagi kini transportasi sudah mulai beroperasi kembali, ya katanya pula pada bulan juli akan diaktifkan lagi sekolah, kampus, & kegiatan yg katanya akan wajar mirip biasa.
Lalu, kita menyaksikan penduduk yg ikut meramaikan penutupan masakan cepat saji M*D yg ada di Jakarta. Masyarakat pastinya akan bertanya kenapa tak ada pembubaran atau perayaan untuk tak datang berkerumun disana ?
Bukankah kita masih menjalankan PSBB saat sekarang ini ? Hal ini memperlihatkan bahwa kita babat pilih dlm menerapan aturan PSBB yg berlaku pada penduduk . Apakah ini yg dikehendaki pemerintah ?
Kamu bisa baca beritanya disini :
https://tirto.id/polri-tak-permasalahkan-kerumunan-mcd-sarinah-di-masa-covid-19-fqdD
https://money.kompas.com/read/2020/05/07/204255126/kajian-awal-pemerintah-mal-dan-pasar-buka-8-juni-sekolah-mulai-15-juni?page=all
Pelaksanaan PSBB seakan menjadi bumerang bagi rakyat, apalagi mereka yg di PHK & masih tinggal di kota tempat mereka kerja. Untuk bertahan hidup saja mereka sulit, dgn pemenuhan kebutuhan makan.
Terus harus membayar uang kontrakan/kos, & pemenuhan kebutuhan yang lain, yg tanpa kita sadari akan menciptakan para pekerja tertindas.
Apa pasalnya, ya mereka tak mampu pulang kampung, sebab adanya peraturan PSBB yg menciptakan para pekerja yg terkena PHK tak bisa pulang kampung. Sementara bantuan untuk mereka bertahan hidup belum optimal.
Menurut Bourdieu, kapital simbolik yaitu yg paling mulia. Kapital simbolik menciptakan kekuasaan simbolik disaat orang tak merasa keberatan untuk masuk dlm dominasi simbolik.
Kekerasan simbolik mampu berjalan alasannya adalah adanya prosedur kekerasan simbolik melalui dua cara yakni, eufimisme & sensorisme.
Eufimisme adalah keadaan dimana kekerasan simbolik tak terlihat , melakukan pekerjaan dengan-cara halus, & tak mampu diketahui, sedangkan sensorisme menjadikan kekerasan simbolik sebagai bentuk pelestarian semua nilai yg dianggap “moral kehormatan”.
Disinilah, Bourdieu menyaksikan letak inti hubungan bahasa & prosedur kekuasaan simbolik. Pada kehidupan sehari-hari kekuasaan simbolik jarang nampak dlm bentuk kekuatan fisik.
Namun, lebih pada bentuk simbolik. Hal itu mencirikan bentuk legitimasi yg tak dimiliki oleh siapa saja. Bourdieu mengekspresikan poin ini dgn menyampaikan bahwa kekuasaan simbolik yaitu “kekuasaan yg tak nampak” (invisible power).
Rakyat tanpa sadar sudah mengalami kekuasaan & kekerasan simbolik, menurut Bourdieu kesadaran itu tak akan terungkap karena mereka (rakyat) sudah mengalami Doxa, mirip yg sudah saya sampaikan diatas perihal doxa.
Beberapa pekerja yg balek kampung bahkan mesti memutar arah lagi, alasannya adanya penerapan PSBB mereka tak menemukan izin untuk melanjutkan perjalannya. Lantas, bagaimana mereka mampu bertahan, sementara pekerjaan tak ada, & mereka harus membayar duit kos.
Untuk kebutuhan makan saja sudah bersyukur mereka masih ada tabungan dr hasil kerja, sebelum terkena dampak PHK. Nah, beberapa yg menjadi irit saya, dlm merespon & pemerintah harus hadir dlm melindungi, menjaga, & memberikan hak-hak rakyat pada ketika pandemi.
Saran saya, biar para pekerja yg masih tinggal di kota agar diberikan kemudahan baik pemberian sosial, ataupun kita pulangkan mereka ke tujuan kampung halaman, dgn tetap mengedapnkan protokorel kesehatan.
Pemerintah hadir untuk hal ini, bukan malah memberikan dampak simboliknya, tanpa ada memperlihatkan kepastian & sumbangan untuk mereka makan, atau untuk membayar duit kosnya.
Dengan demikian mereka pula akan tetap dirumah, & tak nekat untuk pulang kampung, alasannya adalah kalau di kampung mereka kan mampu makan seadanya dulu, sambil menanti pandemi ini rampung.
Jangan menindas rakyat dgn hukum yg membingungkan rakyat disaat pandemi mirip kini ini, sebab rakyat butuh kepastian, butuh perlindungan, supaya mampu bertahan disaat suasana wabah virus.
Jangan kedepankan simbolik power sebagai cara penguasa untuk menunjukkan pengaruhnya, serta dominasi simbolik yg merugikan rakyatnya sendiri.
Begitulah, berdasarkan Bourdieu, bahwa bentuk kekerasan simbolik itu ‘lembut’, ‘kekerasan yg tak terikat’, ‘kekerasan yg dibatinkan dlm sikap-sikap keyakinan, kewajiban, loyalitas pribadi, kado, utang, kesalehan, yg semua itu merupakan bentuk kebaikan dlm etika kehormatan.
Dari beberapa paparan diatas, berdasarkan ananda apakah benar penduduk mengalami kekuasaaan & kekerasan simbolik ketika pandemi mirip kini ini ?
Apa alasan kau, yuk bicara, saling mengingatkan & menyadarkan para penguasa untuk tunduk pada rakyatnya, bukan malah menindas rakyatnya sendiri, mari menawarkan penyelesaian bukan malah menjadi pembenar & tak mampu mendapatkan kritik.
Sumber Referensi Bacaan yg bisa ananda baca :
https://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosiologi-reflektif-pemikiran-pierre-bourdieu/
https://journal.ugm.ac.id/poetika/article/viewFile/10437/7881
file:///E:/download%20oktober%202018/Download%20opera%20mini%20file/2649-5237-1-SM.pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/poetika/article/view/10420/7866
https://id.wikipedia.org/wiki/Pierre_Bourdieu
https://international.sindonews.com/read/23865/42/covid-19-dunia-11-mei-41-juta-positif-283850-meninggal-14-juta-sembuh-1589159147
https://health.detik.com/isu-detikhealth/d-5004466/kapan-wabah-corona-di-indonesia-berakhir-ini-6-prediksi-yang-pernah-dibentuk
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200510080505-4-157369/lebaran-kelabu-thr-buruh-dicicil-7-juta-pegawai-kena-phk
Sumber Foto Pierre Bourdieu :
guim.co.uk