Sejarah Dpr (Dewan Perwakilan Rakyat) Ri

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yg kita kenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945. Maka mulai dikala itu, penyelenggaraan negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Sesuai Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui selaku calon badan Legislatif di Indonesia. Tanggal 29 Agustus 1945 lalu ditetapkan selaku hari jadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Artikel Terkait:

Masa awal kemerdekaan (1945-1949)

Pada awal kemerdekaan, forum-lembaga negara yg diamanatkan UUD 1945 belum dibuat. Maka, sesuai pasal 4 aturan peralihan dlm UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini yakni bakal kandidat parlemen di Indonesia.

Anggota KNIP berjumlah 60 orang. Sumber lain ada yg menyebutkan jumlahnya 103 anggota. Dalam melakukan kerjanya, DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Badan tersebut sukses menyepakati 133 RUU di samping pengajuan mosi, resolusi, seruan & lain-lain.

Dalam Sidang KNIP yg pertama telah ditentukan susunan pimpinan selaku berikut:

  1. Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua.
  2. Mr. Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua.
  3. Mr. J. Latuharhary sebagai wakil ketua II.
  4. Adam Malik selaku wakil ketua III.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)

Pada masa Republik Indonesia Serikat, dewan legislatif terbagi menjadi dua majelis, yakni Senat dgn jumlah anggota 32 orang, & Dewan Perwakilan Rakyat yg anggotanya berjumlah 146 orang (49 orang dr anggota tersebut yakni perwakilan Republik Indonesia dr Yogyakarta).

Hak yg dimiliki DPR yaitu hak budget, inisiatif, & amendemen, serta wewenang untuk menyusun Rancangan Undang Undang (RUU) bersama pemerintah. Selain itu DPR pula mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak interpelasi & hak angket, namun tak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet. Dalam masa kerja kurang lebih setahun, berhasil diselesaikan 7 buah Undang Undang, yg di antaranya yakni UU No. 7 tahun 1950 ihwal perubahan Konstitusi Sementara RIS (Republik Indonesia Serikat) menjadi Undang Undang Dasar Sementara Republik Indonesia; diajukan 16 mosi, & 1 interpelasi, baik oleh Senat maupun DPR.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)

Pada 14 Agustus 1950, DPR & Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR & Senat RIS mengadakan rapat. Pada rapat itu dibacakan piagam pernyataan tujuan terbentuknya NKRI:

  1. Pembubaran dengan-cara resmi negara RIS yg berbentuk federasi.
  2. Pembentukan NKRI yg mencakup seluruh tempat Indonesia dgn UUDS yg mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS yakni 236 orang, yaitu 148 anggota dr DPR-RIS, 29 anggota dr Senat RIS, 46 anggota dr Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, & 13 anggota dr DPA RI Yogyakarta.

Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)

DPR hasil pemilu 1956 menciptakan jumlah anggota yg dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 pula memilih 542 orang anggota konstituante. Tugas & wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dgn posisi DPRS dengan-cara keseluruhan, sebab landasan hukum yg berlaku ialah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tak adanya satu dua partai yg berpengaruh, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yakni kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, & kabinet Djuanda.

Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 menurut UUD 1945 (1959-1965)

Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif sehabis mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, & PKI.

Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR cuma menyetujui 36 miliar rupiah APBN dr 44 miliar yg diajukan. Presiden lalu mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yg isinya mengontrol Susunan DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong).

DPR-GR mempunyai jumlah anggota sebanyak 283 orang. Semua anggota DPR-GR itu diangkat oleh Presiden dgn Keppres No. 156 tahun 1960. Salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah menawarkan laporan pada Presiden pada waktu-waktu tertentu. Sesuai keadaannya, hal ini menyimpang dr pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Mulai tahun 1960 hingga 1965, DPR-GR telah menciptakan 117 UU & 26 undangan pernyataan pertimbangan .

Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)

Setelah insiden G.30.S/PKI, DPR-GR melaksanakan pemurnian & melakukan pembekuan sementara kepada 62 orang anggota DPR-GR yg berbau PKI & ormas-ormasnya. Masa kerja DPR-GR tanpa PKI ialah 1 tahun. Sepanjang itu DPR-GR tanpa PKI telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yakni:

  1. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.
  2. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966.
  3. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966.
  4. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966.

Secara aturan, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus selaku pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

Dalam rangka menyikapi suasana masa transisi, DPR-GR membuat keputusan untuk membentuk 2 buah panitia:

  1. Panitia politik, berfungsi mengikuti kemajuan dlm banyak sekali problem bidang politik.
  2. Panitia ekonomi, keuangan & pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi & keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok fatwa ke arah pemecahannya.

Artikel Terkait:

Masa Orde Baru (1966-1999)

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikukuhkan dlm UU No. 10/1966), DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya dgn beradaptasi dr Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, peran & wewenang DPR-GR 1966-1971 ialah selaku berikut:

  1. Bersama-sama dgn pemerintah memutuskan APBN sesuai dgn pasal 23 ayat 1 UUD 1945 beserta penjelasannya.
  2. Bersama-sama dgn pemerintah membentuk UU sesuai dgn pasal 5 ayat 1, pasal 20, pasal 21 ayat 1 & pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
  3. Melakukan pengawasan atas langkah-langkah-tindakan pemerintah sesuai dgn Undang-Undang Dasar 1945 & penjelasannya, utamanya penjelasan bab 7. 

Masa reformasi (1999-kini)

Korupsi menjadi cap yg amat dekat bagi DPR. Ini merupakan bentuk positif bahwa DPR tak lebih baik dibandingkan dgn yg sebelumnya. Cerminan lain mengenai buruknya kinerja DPR yakni ketidakmampuan DPR dlm mengkritisi kebijakan pemerintah yg terbilang tak pro rakyat seperti peningkatan BBM, masalah lumpur Lapindo, & banyak masalah lagi.

DPR masih menyisihkan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa UU. Kinerja DPR pada kala reformasi menciptakan rakyat sangat tak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut mampu dilihat dr banyaknya aksi demonstrasi yg menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yg tak dikritisi oleh DPR.

Priode DPR RI

Nr. Nama Periode
1 Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 29 Aug 1945 – 15 Feb 1950
2 DPR & Senat Republik Indonesia Serikat (RIS)) 15 Feb 1950 – 16 Aug 1950
3 Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) 16 Aug 1950 – 26 Mar 1956
4 DPR hasil Pemilu Pertama 26 Mar 1956 – 22 Jul 1959
5 DPR sesudah Dekrit Presiden 22 Jul 1959 – 26 Jun 1960
6 Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) 26 Jun 1960 – 15 Nov 1965
7 DPR GR minus Partai Komunis Indonesia (PKI) 15 Nov 1965 – 19 Nov 1966
8 DPR GR Orde Baru 19 Nov 1966 – 28 Okt 1971
9 DPR hasil Pemilu ke-2 28 Okt 1971 – 1 Okt 1977
10 DPR hasil Pemilu ke-3 1 Okt 1977 – 1 Okt 1982
11 DPR hasil Pemilu ke-4 1 Okt 1982 – 1 Okt 1987
12 DPR hasil Pemilu ke-5 1 Okt 1987 – 1 Okt 1992
13 DPR hasil Pemilu ke-6 1 Okt 1992 – 1 Okt 1997
14 DPR hasil Pemilu ke-7 1 Okt 1997 – 1 Okt 1999
15 DPR hasil Pemilu ke-8 1 Okt 1999 – 1 Okt 2004
16 DPR hasil Pemilu ke-9 1 Okt 2004 – 1 Okt 2009
17 DPR hasil Pemilu ke-10 1 Okt 2009 – 1 Okt 2014
18 DPR hasil Pemilu ke-11 1 Okt 2014 – 1 Okt 2019

  Aksi Militer Belanda 2 Latar Belakang Dan Maksudnya