Pada Pertemuan Rutin Diarea Paling Kecil, Pameran/bazar Atau Media Sosial Dapat Menjadi Saluran….. Untuk Pemasaran Produk

pada konferensi rutin diarea paling kecil, pameran/bazar atau media sosial dapat menjadi kanal….. untuk pemasaran produk

progam/penjualan/promosi untuk penjualan produk.

Pamer ibadah atau menunjukkan amal kebaikan di media umum tergolong tindakan riya’ disebut
juga ….

Jawaban:

pamer

maaf kalo salah

Contoh pameran selaku media pendidikan,sosial & kemanusiaan,komersial?

peninggalan sejarah

smoga mmbntu

Afirmasi ihwal sosial media sebagai ajang pamer & pansos

Saya sudah merasa kadar muak saya melalui batas pada para pengguna sosial media. Hal ini disebabkan oleh orang orang yg sering kali menyalahgunakan fungsi bergotong-royong dr social media dr wadah untuk saling memberi info & berjaringan menjadi arena ajang pamer & laga huruf.

tadinya saya biasa saja menyikapi pergeseran makna ini, tapi beberapa hal yg terjadi di social media lambat laun menciptakan saya jengah. coba tengok sejenak di timeline twitter, status facebook ataupun path pula foto foto di instagram yg isinya status mirip lagi bingung, murka, seneng, cemburu ataupun ganjalan keluhan unek-unek yg seharusnya (berdasarkan saya) lebih baik “just keep it to yourself.” alias bukan konsumsi lazim, lalu pula kadang saling sindir menyindir yg akibatnya jadi fitnah memfitnah. Wow i just amazed karena tanpa mereka sadari, mereka membuka aib nya sendiri.

  Amanat Ing Sajroning Cerkak Yaiku

Tidak hanya berhenti di situ, sosial media pun berkembang menjadi arena pamer. baik itu pamer sedang berada di pusat perbelanjaan mewah, pamer baru beli barang-barang baru, pamer muka, pamer kendaraan, pamer pacar, pamer sedang makan makanan mewah, pamer kemesraan, pamer kebaikan hati, pamer mulut, pamer foto liburan di luar negeri (padahal jalan-jalan luar negerinya cuma seputaran mall di malaysia & singapore & foto di depan studio universal, ga tau deh beneran masuk ke universalnya apa numpang melalui doang.) dgn pose laiknya selebritis Hollywood lengkap dgn tentengan belanjaan.

Lalu ada pula yg paling konyol yg saya jumpai di social media, tatkala seorang sahabat hampir setiap 15 menit mempost semua kegiatannya di Path. Mulai dr announcement baru berdiri tidur, nulis status mau mandi, foto sarapan, foto kemacetan dikala berangkat kerja, foto sudah sampai kantor, cek in di kantor, cek in di kawasan makan siang bareng teman-temannya sambil foto bareng, nulis status lagi ngemil di waktu senggang kantor, posting foto/quote sambil tag berjamaah di path (dengan maksud menerima heart banyak), memposting pulang kantor, foto lagi kongkow sama temen-temennya seusai jam kantor di klub paling hits di Jakarta, kemudian posting perjalanan pulang dr hedonnya, posting quote sebelum tidur, posting listening to sebelum tidur sampai jadinya ia memberitahu ke seluruh timeline bahwa ia akan tidur. (ok, can I say that this is too much?) well ya it’s happen everyday!

Dan semua ajang pamer pula pencitraan di social media itu hanya untuk sekedar menjadi ajang pembuktian “eh, eh gue kaya loh, duit gue banyak, gue mampu beli ini itu & nongkrong disana sini. Makara jangan sembarangan ma gue yah.”. Menurut observasi saya biasanya yg mirip itu yaitu orang-orang yg kerap mengalami culture shock mirip seorang sahabat yg baru keterima kerja dgn gaji selangit sehingga jadi petantang petentengatau seorang yg menikahi laki-laki/perempuan kaya atau OKB (orang kaya baru).

  Sebutkan Proses Sosial Yang Asosiatif Dan Proses Sosial Yang Disosiatif

pertanyaan saya adalah: apa yg ananda peroleh dgn pamer mirip itu?mengharapkan legalisasi status sosial bahwa ananda lebih dlm segala hal kah? mengharapkan legalisasi bahwa ananda gaul banget? lalu setelah mendaptkan akreditasi sosial bahwa ananda lebih dlm segala hal & gaul banget lantas terlebih yg ananda cari?

Merasakah bahwa social media menyebabkan jiwa kita tak sehat? sudah berapa sering kita cuekin keluarga/suami/pacar/sahabat/teman dekat yg berada disamping kita lantaran mata kita tertuju terus pada ponsel pintar atau tablet kita? sudah berapa kali kita berkelahi dgn suami/istri/pacar hanya lantaran diri kita sendiri/mereka terlalu sibuk dgn social media nya? & apakah kita sadar bahwa kita menjadi stalker yg membisu diam senantiasa mengevaluasi/memantau social media pasangan kita setiap dikala cuma untuk memastikan ia menulis apa atau sedang dimana? sungguh tak sehat untuk jiwa kita.

Entah apa yg salah, apakah diri saya yg mengganggap mereka terlalu berlebihan ataukah memang mereka yg berlebihan? Sebenarnya semua sah sah saja asalkan tak berlebihan. Saya sendiri lebih menggemari akun social media seseorang yg lebih banyak memberi info perihal suatu event ataupun posting foto piknik keliling Indonesia (yang terang lebih indah dr luar negeri) lengkap dgn informasinya & akhir selesai ini saya pun memakai social media selaku wadah untuk memperluas jaringan pula saling menyapa teman yg sudah usang tak berjumpa .

Tidak munafik, sayapun pernah ada di posisi seperti yg saya sebutkan diatas, namun sehabis kejadian sahabat yg kerap posting ini itu dengan-cara berlebihan di path & saya merasa muak lalu saya pun sadar bahwa jika saya melaksanakan hal yg sama maka orang lain yg melihat pun akan muak & ini sudah kian tak sehat. Maka dr itulah saya memulai langkah dgn mengganti smartphone saya menjadi handphone biasa yg fitur canggihnya hanya sebatas sms & telpon. Jika ingin bersosial media maka saya pun diharuskan untuk meminjam handphone suami atau menggunakan

  Suku Aztec : Pertumbuhan Tanaman Kakao Oleh Van Houten

media umum pada umumnya yaitu sebuah media yg digunakan untuk…
a. pamer
b. eksis
c. bersosialisasi
d. galeri foto ​

Jawaban:

c. sosialisasi

Penjelasan: