Pasca pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 & digantikan oleh B.J. Habbie, ia turut memperlihatkan perhatian pada dilema Timor Timur. Presiden Habibie menciptakan aneka macam pernyataan publik di mana ia menyebutkan bahwa ongkos mempertahankan subsidi moneter untuk mendukung provinsi tak diimbangi oleh manfaat terukur bagi Indonesia.
Karena analisis untung-rugi yg tak menguntungkan ini, keputusan yg paling rasional adalah untuk provinsi yg bukan bab dr batas asli sejak kemerdekaan 1945 di Indonesia, untuk diberikan pilihan demokratis apakah mereka ingin tetap berada di Indonesia atau tidak. Pilihan ini pula sejalan dgn acara demokratisasi lazim Habibie sehabis era Presiden Soeharto.
Krisis moneter pun berlangsung & mempunyai pengaruh pada setiap kesibukan ekonomi politik di Ibu Kota Jakarta, dgn adanya krisis pangan yg menjadi penduduk tatkala itu mesti antri dgn ruang public dlm pemenuhan sembako yg ingin dimiliki pada krisis kelaparan melanda.
Ketika itu, mahasiswa selaku pengerak reformasi dgn adanya citra terhadap sistem politik di Tanah Air. Sebagai langkah tindak lanjut atas permintaan Habibie, PBB menyelenggarakan konferensi antara pemerintah Indonesia & pemerintah Portugal (sebagai otoritas kolonial sebelumnya atas Timor Timur).
Pada tanggal 5 Mei 1999, obrolan ini menghasilkan “Persetujuan antara Republik Indonesia & Republik Portugis ihwal Masalah Timor Timur” yg menjabarkan detail dr referendum yg diminta. Referendum mesti diadakan untuk memastikan apakah Timor Timur akan tetap menjadi bab dr Indonesia, selaku Daerah Otonomi Khusus, atau terpisah dr Indonesia.
Referendum itu diorganisir & dipantau oleh misi penjaga perdamaian yg dibuat PBB berjulukan UNAMET dan 450.000 orang terdaftar untuk menentukan tergolong 13.000 orang di luar Timor Timur.
Kesepakatan antara pemerintah Indonesia & Portugal termasuk “Kerangka Konstitusi untuk otonomi khusus bagi Timor Timur” sebagai sebuah aneksasi. Kerangka ini akan membentuk “Daerah Otonomi Khusus Timor Timur” (DOK Timor Timur) dlm negara kesatuan Republik Indonesia.
Lembaga-forum Daerah Otonomi Khusus Timor-Timur akan meliputi cabang eksekutif yg terdiri dr seorang gubernur (dipilih oleh parlemen) & dewan penasehat, cabang legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, peradilan independen tergolong Pengadilan negeri,
Pengadilan banding, Pengadilan banding selesai & Kantor jaksa penuntut umum, & kepolisian daerah. Pemerintah Indonesia tetap memegang kontrol atas pertahanan, hukum ketenagakerjaan, kebijakan ekonomi & fiskal serta relasi mancanegara, sementara aturan Indonesia akan memiliki kesinambungan di wilayah itu.
Pemerintah otonom akan mempunyai kompetensi atas semua hal yg tak disediakan untuk Pemerintah Indonesia, tergolong hak untuk mengadopsi lambang sebagai simbol identitas. Pemerintah otonom dapat menunjuk orang-orang sebagai “identitas Timor” & dapat menghalangi hak kepemilikan tanah bagi orang-orang tanpa identitas ini.
Kode sipil tradisional pula mampu diadopsi. DOK Timor Timur dapat mengadakan perjanjian dgn pemerintah kota & pemerintah kawasan untuk tujuan ekonomi, budaya & pendidikan. DOK Timor Timur akan berhak ikut serta dlm organisasi budaya & olahraga di mana entitas non-negara lain berpartisipasi.
Maka, dgn adanya badan pemerintahan sipil yg dibuat oleh PBB dlm rangka memelihara misi perdamaian di Timor Timur hingga kemerdekaannya dengan-cara resmi pada tanggal 20 Mei 2002.