Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 ialah suatu peristiwa politik penting dlm rangkaian Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Pemberontakan PKI Madiun merupakan upaya memproklamirkan Negara Soviet Indonesia oleh Musso & Amir Sjarifudin di Madiun, Jawa Timur. Hal ini tentu dipersepsikan sebagai pemberontakan oleh Republik Indonesia, sehingga pemerintah mengantarkan operasi militer untuk menumpas pemberontakan ini. Front Demokrasi Rakyat (FDR) mengambil peluang pasca Perjanjian Renville yg menciptakan wilayah kekuasaan RI makin kecil & melemahkan pengaruhnya.
Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun
Jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin berkat kegagalannya dlm negosiasi Renville menimbulkan kekecewaan di golongan kiri. Amir Sjarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) untuk melancarkan oposisi terhadap Kabinet Hatta. Pemerintah berusaha meredam agresi oposisi ini dengan-cara persuasif. Penjajakan dilaksanakan dgn FDR mengenai kemungkinan dilakukannya reshuffle kabinet. Pertemuan tersebut menciptakan persetujuan membentuk program nasional yg panitianya diketuai oleh Mr. Tambunan dr Parkindo.
Keadaan yg mulai membaik tersebut datang-tiba dirusak oleh siaran radio Moskow tanggal 28 Mei 1948, dlm siaran tersebut dinyatakan bahwa pemerintah Uni Sovyet sudah meratifikasi perjanjian mengenai pertukaran konsul dgn pemerintah RI. Hatta menganggap bahwa siaran tersebut adalah perjuangan Uni Sovyet dlm memperkuat posisi tawar FDR serta merusak perjanjian RI-Belanda. Pemerintah menyatakan bahwa ratifikasi ditangguhkan , sehingga FDR menganggap bahwa kabinet Hatta telah tunduk pada Belanda, Akibat perilaku tersebut rencana pertemuan tanggal 31 Mei 1948 terkait reshuffle kabinet menjadi gagal
Musso, salah satu tokoh komunis Indonesia yg lama berkedudukan di Soviet, turut serta dlm sidang Politbiro PKI pada Agustus 1948. Mengemukakan pandangan baru “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”, Musso menekankan perlunya kerjasama dgn blok timur untuk menangani blokade Belanda. Ditambah lagi dgn fusi organ-organ Marxisme-Leninisme untuk melancarkan pergerakan yg lebih besar, & revolusi proletariat. Hal ini dilakukan dgn merebut wilayah-wilayah strategis dgn propaganda & demonstrasi yg dijalankan untuk memupuk pemberian terhadap pemerintahan baru yg akan diproklamirkan.
Proses Terjadinya Pemberontakan PKI Madiun
Menjelang pertengahan September 1948, FDR semakin mematangkan persiapannya di Madiun. Pasukan tempur diposisikan antara lain di Saradan, Ponorogo, & Ngawi. Kekuatan FDR diperkirakan mencapai dua belas batalion. Pada tanggal 13 September 1948 meletuslah kejadian Solo. Pecah pertempuran antara pasukan-pasukan TNI-Siliwangi dgn beberapa pasukan TNI-Panembahan Senopati yg berhasil diinfiltrasi FDR. Kota Solo hendak dijadikan tempat batas untuk melindungi segala kesibukan yg berlangsung di Madiun.
Seminggu kemudian, pada tanggal 18 September 1948, FDR bergerak melancarkan pemberontakan di Madiun. Pasukan bersenjata menguasai kantor-kantor pemerintahan, bank, & kantor telepon. Mereka pula menduduki markas Tentara Nasional Indonesia & kantor polisi, serta menarik beberapa perwira TNI yg dipimpin Letnan Kolonel Marhadi, Di Balaikota Madiun, Soemarsono selaku Gubernur Militer menyatakan bahwa FDR memproklamirkan berdirinya “Sovyet Republik Indonesia”. Wali Kota Madiun, Supardi, diangkat menjadi residen, Kolonel Djokosujono sebagai gubernur militer, & Letnan Kolonel Dahlan, Komandan Brigade XXIX, sebagai komandan komando peperangan.
Melalui Radio Gelora Pemuda, tokoh-tokoh FDR mendiskreditkan pemerintah & berupaya mempengaruhi rakyat untuk mendukung mereka. Hatta dikatakan selaku antek fasis yg menindas buruh & petani. Musso menyatakan Soekarno-Hatta sudah mengerjakan politik kapitulasi terhadap Belanda & Inggris & hendak menuual tanah air pada kaum kapitalis.
Operasi Penumpasan
Sebagian besar satuan tempur dr Tentara Nasional Indonesia di Jawa Timur & Jawa Tengah digelar di garis batas “status quo”. Praktis, kekuatan TNI yg tersedia ialah Siliwangi dibawah Letnan Kolonel Sadikin, & satu Brigade di bawah Letnan Kolonel Soerachmad. Dengan demikian, Panglima Besar dapat mengarahkan penyerangannya merebut sasaran utama Madiun dr dua arah:
- Poros Solo-Sragen-Walikukun-Ngawi.
- Poros Solo-Sukohardjo-Wonogiri-Pacitan,
Sementara itu, operasi dr arah timur tak dapat dilangsungkan secepat operasi dr barat. Antara lain disebabkan karena komando yg mempunyai wewenang untuk menggerakkan pasukan dengan-cara operasional dr Jawa Timur, yakni KPDT Madiun lumpuh lantaran diserang & dilucuti dengan-cara mendadak oleh FDR/PKI pada tanggal 19 September 1948. Akhirnya serangan dr timur dipangku oleh Letnan Kolonel Soerachmad yg berada lebih jauh di timur.
Terjepit dr dua arah, Pemerintah Front Nasional RI mulai mengubah sikap garis kerasnya ke garis lunak. FDR menyatakan bahwa tindakan-tindakan di Madiun bukanlah suatu pemberontakan terhadap pemerintah, melainkan suatu agresi revolusioner. Pengecaman terhadap politik ReRa TNI yg menempatkan mereka yg beraliran reaksioner & borjuis pada pucuk kepemimpinan prajurit, mirip Nasution, Simatupang, & Djatikusumo. Amir Sjarifuddin berpidato pada tanggal 23 September 1948 yg menyatakan bahwa apa yg terjadi di Madiun hanyalah sebatas koreksi dr revolusi Indonesia. Soemarsono menyertakan bahwa sama sekali tak ada harapan untuk mendirikan suatu pemerintah komunis. Sikap yg bertentangan dgn pernyataaan revolusionernya tatkala merebut kekuasaan di Madiun.
Akan namun kata-kata baru tersebut tak menenteng pertumbuhan baru, tak dapat mengubah keadaan, utamanya menerima tunjangan massa. Segala upaya memobilisasi kekuatan rakyat untuk mendukungnya kurang sukses. 30 September 1948, TNI berhasil memasuki Madiun & mengibarkan kembali Merah Putih. Dua hari sebelumnya, 28 September 1948, pasukan FDR pimpinan Djoko Sujono mundur dgn seluruh kekuatannya ke Dungus, lereng Gunung Wilis. Madiun ditinggalkan FDR sehabis dikuasai selama sebelas hari. Tanggal 30 September pukul 16.00, RRI Madiun memberitahukan bahwa Pasukan Siliwangi sudah sukses merebut Madiun.
Gerak mundur pasukan FDR dibawah Djoko Sujono beralih kearah utara, bareng Amir Sjarifuddin & Soemarsono. Namun Musso ternyata memisahkan diri dr pasukan besar bareng dua pengawalnya. Terlibat tembak-menembak dgn Kompi Sumadi di desa Semanding, dua kilometer sebelah selatan Sumoroto, pada tanggal 31 Oktober 1948. Meskipun dlm kondisi terjepit, Musso tidak mau menyerahkan diri & akhirnya ditembak mati. Sementara Amir menyerah pada Kompi Pasopati di Solo dlm keadaan kurus lantaran menderita disentri. Pada tanggal 19 Desember 1948, Amir Sjarifuddin bareng sebelas pimpinan FDR/PKI lainnya menjalani hukuman mati di Desa Ngalihan, Karanganyar, Solo atas perintah Gubernur Militer Jawa Tengah, Kolonel Gatot Subroto.
Dampak Pemberontakan PKI Madiun pada Politik Nasional
Pemberontakan PKI Madiun merupakan salah satu gangguan yg muncul di tengah geliat Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Meski begitu, upaya penumpasan ini menciptakan Republik Indonesia memperoleh potensi membuktikan eksistensinya serta menggalang pinjaman rakyat. Adapun dilihat dr sisi diplomatik, Pemberontakan PKI Madiun memaksa sekutu mengganti perspektifnya. Memaksa Belanda secepat mungkin berdamai dgn Indonesia untuk menangkal kembali hadirnya potensi revolusi komunis. Kurang dr setahun kemudian, Perjanjian Roem-Roijen dilaksanakan untuk merealisasikan gencatan senjata. Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia selaku Republik Indonesia Serikat dlm Konferensi Meja Bundar.
Artikel: Pemberontakan PKI Madiun
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI
Lihat pula materi Sejarah lainnya di Sosiologiku.com: