Perang Padri

Perang Padri ialah salah satu perlawanan rakyat pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia pada periode ke-19. Di mana perang ini berawal dr adanya dua kalangan yg berkonflik, yg lalu berkobar menjadi pertempuran melawan kolonial Belanda. Kekacauan ini berjalan mulai dr tahun 1803 dgn pulangnya tiga orang haji dr Mekkah, gres berakhir pada tahun 1838.

Bersama dgn Perang Jawa (1825-1830), Perang Padri menjadi salah satu pertempuran yg menghabiskan budget pemerintah balasan sangat berlarut-larut. Sampai dgn tahun 1833, konflik ini dianggap hanya kekacauan antara dua kalangan masyarakat. Namun sesudah itu kedua pihak berbalik melawan Belanda, meskipun pada alhasil mengalami kekalahan.

Lihat pula materi Sosiologiku.com yang lain:

Kerajaan Tarumanagara

Perang Diponegoro

Latar Belakang

Ketika orang-orang Minangkabau mulai memeluk agama Islam sekitar kala ke-16, tumbuh dua budpekerti yg berdampingan. Adat lama Minang serta budpekerti Syara’ atau adab gres yg kental dgn aliran agama Islam. Tidak pernah ada permasalahan dlm kehidupan mereka, lantaran mampu saling hidup dgn satu sama lain. Masyarakat Minangkabau dipimpin oleh raja yg berkedudukan di Pagarruyung. Meski begitu, pemimpin di Pagarruyung tak termasuk dr dua belas suku Minangkabau. Sehingga apabila terjadi pergantian sikap masyarakat Minang, para pemimpin ini tak mampu banyak mengetahui & berbuat apapun. Pada perkembangannya, perubahan kebiasaan penduduk Minangkabau mengarah pada kebiasaan yg berlainan dgn ajaran Islam mirip judi, sabung ayam, & mabuk-mabukan. Para ulama atau Padri merasa mesti berbuat untuk menghilangkan kebiasaan buruk penduduk ini.

Penyebab Terjadinya Perang Padri

Perang Padri disebabkan antara lain adanya ulama-ulama yg ingin memberantas kebiasaan buruk. Upaya itu harus direalisasikan walaupun dgn jalan kekerasan. Pada tahun 1803, tiga orang haji pulang dr Mekkah. Haji Miskin, Haji Sumanik, & Haji Piobang yg telah menyaksikan gerakan Wahhabisme di Arab berupaya untuk membersihkan kebiasaan-kebiasaan yg berlawanan dgn Islam di Minangkabau. Haji Miskin membakar tempat sabung ayam di Pandai Sikat, hal ini mengakibatkan kemarahan masyarakat. Ia melarikan diri ke Kota Lawas & dilindungi Tuanku Mensiangan. Haji Miskin lalu mengunjungi Tuanku nan Renceh & membentuk Harimau Salapan atau delapan ulama untuk melawan kaum akhlak.

  5 Latar Belakang Peperangan Medan Area Singkat Pada 13 Oktober 1945

Kronologi Perang

1. Periode Pertama (1815-1825)

Pembentukan Harimau Salapan mendapatkan tanggapandr kaum akhlak yg makin keras menolak untuk mendapatkan ide Islam & mempertahankan apa yg menjadi kebiasaan mereka. Sementara tak sedikit pula pembesar-pembesar yg mendapatkan ide-wangsit Padri, sehingga eskalasi gerakan menjadi semakin besar & tak terkendali. Puncaknya, Kaum Padri dipimpin Tuanku Pasaman menyerbu Pagarruyung pada tahun 1815 & menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah mesti menyingkir dr wilayah tersebut. Pada tahun 1821, kaum budpekerti meminta derma pada Inggris namun pada ketika itu Stamford Raffles sudah mengincar pembukaan pelabuhan di Tumasik yg dikuasai Belanda. Sehingga arah sumbangan ini diubah pada Belanda. Tanggal 10 Februari 1821, Residen Du Puy & Tuanku Saruaso meminta pinjaman pada Belanda dgn ganti konsesi beberapa wilayah di Minangkabau.

Letkol Raaf datang pada Maret 1822 & sukses menduduki Batusangkar & Luhak Ahgam. Namun serangan terus-menerus dr Tuanku Nan Renceh menciptakan Belanda harus kembali ke Batusangkar. Benteng Van der Capellen didirikan sebagai posisi baru Belanda di Pagaruyung, tetapi kematian secara tiba-tiba Raaf pada April 1824 menciptakan gerakan Belanda terhambat. Sementara itu pada September 1824, Mayor Laemlin menguasai  beberapa wilayah di Luhak Agam. Laemlin yg kemudian gugur pada bulan desember sehingga pergerakan Belanda kembali terhenti.

2. Periode Kedua (1825-1830)

Meletusnya Perang Jawa pada tahun 1825 menciptakan Belanda mesti mempertimbangkan ulang berlarut-larutnya perang Padri. Kolonel Stuers berhasil menciptakan kontak dgn kaum Padri yg dipimpin oleh Tuanku Keramat. Perjanjian dilaksanakan di Ujung Karang & ditandatangani di Padang pada 15 November 1825. Menyatakan bahwa Belanda mengakui kedudukan para Tuanku di beberapa wilayah & meminta untuk menghormati kepentingan satu sama lain di wilayah tersebut. Perjanjian ini memberikan kelegaan terhadap Belanda untuk dapat menenteng sebagian besar pasukannya ke Jawa. Di sisi lain, Kaum Padri mempergunakan ini untuk mengonsolidasikan kekuatan & memperbesar pengaruh ke banyak sekali wilayah. Menjelang tahun 1830, ketegangan kembali memuncak.

3. Periode Ketiga (1830-1838)

Pada periode ketiga, Belanda sekarang mampu memusatkan seluruh kekuatannya untuk menaklukkan Minangkabau. Belanda berhasil menduduki Pandai Sikek & Lintau yg merupakan posisi kuat Padri. Belanda kemudian mendirikan Fort de Kock di Bukittinggi. Tuanku Lintau & Tuanku Rao menjadi tokoh Harimau Salapan berikutnya yg dikalahkan Belanda pada Januari 1833. Pada bulan yg sama, garnisun Belanda diserang & menewaskan 139 serdadu. Hal ini menandai kompromi antara kaum budpekerti & kaum Padri, sehingga Belanda kemudian menangkap Raja Pagaruyung Sultan Tangkal Alam Bagagar. Menghadapi seluruh masyarakat Minangkabau, Belanda melunakkan sedikit konfrontasinya dgn mengeluarkan Plakat Panjang. Pernyataan bahwa Belanda tiba cuma untuk berjualan

Gubernur Jenderal Dominique Jacques de Eerens mengirim Mayor Jenderal Cochius pada 1837 untuk menggempur Bonjol. Bonjol belum berhasil ditaklukkan sejak permulaan tahun 1833. Belanda mengepung benteng Bonjol selama enam bulan semenjak Maret sampai Agustus 1837. Pada bulan Agustus benteng berhasil dijatuhkan & Imam Bonjol melarikan diri. Kekuatan terakhir Kaum Padri berhasil runtuh & tak dapat berdiri kembali setelahnya.

Tokoh-Tokoh Perang

1. Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol yaitu salah satu dr ulama besar yg memimpin gerakan Padri. Ia dianggap selaku tokoh yg berpengaruh lantaran memiliki kedudukan yg besar lengan berkuasa berupa benteng di atas bukit wilayah Bonjol. Setelah Tuanku nan Renceh wafat, ia menggantikannya sebagai panglima perang. Imam Bonjol menyerah pada Belanda pada 1837 sehabis kesusahan menyatukan pasukan yg tercerai-berai. Ia menyesalkan kekerasan yg dilakukan oleh kaum Padri pada kaum Adat dlm rangkaian perang tersebut. Imam Bonjol wafat pada 8 November 1864 di Lotta, Minahasa kawasan pengasingan terakhirnya.

tuanku imam bonjol tokoh perang padri

Tuanku Imam Bonjol Sumber gambar: wikipedia.org

Yuk mencar ilmu materi ini juga:

Pendapatan Nasional

Keanekaragaman Budaya Indonesia

  Stratifikasi Masyarakat Tradisional Relatif Stabil

Kelompok Sosial

2. Tuanku Pasaman

Tuanku Pasaman yakni salah satu dr Harimau Selapan yg memimpin gerakan Padri. Ia bertanggungjawab atas serbuan Padri ke istana Pagarruyung yg menyebabkan Sultan harus menghindardr Minangkabau. Serangan ini menjadi rangkaian permulaan dr pertentangan Padri-Adat sebelum terlibatnya Belanda.

3. Tuanku Nan Renceh

Tuanku Nan Renceh yakni salah satu ulama yg besar lengan berkuasa pendiriannya kepada penggunaan jalan kekerasan dlm gerakan Padri. Ia bertugas menjadi pimpinan gerakan sekaligus panglima perang. Setelah wafat, digantikan oleh Tuanku Imam Bonjol selaku panglima perang Padri. Tuanku Nan Renceh berjasa dlm menyebarkan ide-pandangan baru gerakan Padri pada pembesar Minangkabau.

4. Mayor Jenderal Cochius

Mayor Jenderal Cochius yakni perwira tinggi Belanda yg ahli dlm penerapan seni manajemen Benteng Stelsel. Ia dikirim ke Minangkabau pada tahun 1837 untuk menyerbu Bonjol & menuntaskan pertempuran. Cochius memerintahkan penyerangan besar-besaran kepada benteng Bonjol selama enam bulan (Maret-Agustus 1837). Pada awal Agustus gres Belanda mampu menguasai kondisi, Benteng Bonjol jatuh pada 16 Agustus 1837 & Imam Bonjol melarikan diri.

5. Letnan Kolonel Raaf

Letkol Raaf adalah salah satu perwira yg didatangkan ke Minangkabau sehabis kesepakatanantara kaum akhlak & Belanda disepakati. Ia datang pada Desember 1821. Pada maret 1822, ia berhasil menghantam mundur Padri dr Pagarruyung & mendirikan Benteng Van der Capellen di Batusangkar. Ia terus memimpin pasukan menekan gerakan Padri yg tadinya tak terbendung, meskipun risikonya wafat pada April 1824.

6. Letkol Elout

Letnan Kolonel Elout memasuki peperangan pada tahun 1831 dgn menenteng Sentot Prawirodirjo yg membelot dlm rangkaian Perang Jawa. Ia menjadi salah satu perwira yg bertugas menangkap pimpinan kaum budbahasa tatkala mereka berkompromi dgn Padri untuk tolong-menolong menggempur Belanda. Ia menangkap Sultan Tanah Alam Bagagar yg disangka bertanggungjawab atas serangan pada garnisun belanda yg menewaskan 139 tentara.

Akhir Perang Padri

Akhir dr Perang Padri sudah mampu dilihat tatkala Benteng Bonjol jatuh pada Agustus 1837. Bonjol yaitu posisi besar lengan berkuasa terakhir yg dimiliki oleh kaum Padri di Minangkabau. Sehingga kejatuhannya mengakibatkan pasukan tercerai-berai, Imam Bonjol kesulitan untuk menyatukannya kembali. Pada Oktober 1837, Belanda berhasil menangkap Imam Bonjol yg lalu diasingkan ke Cianjur pada Januari 1838. Perang masih berkobar sampai Belanda berhasil menduduki Rokan Hulu yg diduduku oleh Tuanku Tambusai. Kerajaan Pagarruyung serta wilayah Minangkabau kemudian masuk ke potongan Pax Netherlandica.

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.

Alumni Sejarah FIB UI