Pontianak – Kehidupan para sampah (perkampungan) berbeda di masyarakat suku Batak, & hidup pada tembok agama Kristen guna bertahan hidup di Pontianak, & Perbatasan sesuai dgn resistensi & penyingkiran, tata cara hewan yg dipraktekkan oleh nenek moyang sendiri di Jakarta.
Kehidupan sosial terhadap ketidakmampuan orang tua dlm membiayai pendidikan anak – anaknya, maka dapat diketahui dgn adanya moralitas & rendahnya ekonomi – bisnis di penduduk , sesuai dgn sampah di hasilkan di kota Pontianak – dramatis.
Tionghoa Hakka kepercayaan Budha – Nasrani Pontianak, Lai (di Malaysia – Pontianak) – notaris. Untuk menyadari metode ekonomi politik, & media massa yg diragukan dlm budaya masyarakat. Di perbatasan (kristiani) sebagai perusak akan tampak dgn kebualan mereka hidup sebagai orang biasa, & pekerja rendahan, buruh agresif, baik selaku ajukan.
Hal ini menjadi catatan kepada keberadaan mereka di Pontianak, terhadap pembangunan birokrasi Golkar & PDI Perjuangan 1960an – Oevang Oeray, guna mengali lubangnya sendiri, & perlawanan mereka terhadap ekonomi politik di Pontianak – Jakarta 1980an.
Perlindungan kepada budaya makan orang pada masa kolonial Belanda – Dayak, untuk menjadi catatan kepada keyakinan kristiani mereka selama di Pontianak, sebagai kebiadaban mereka selaku orang lokal – di Indonesia, yg bukan siapa – siapa, Sihombing, Silaban – Marpaung (sampah di penduduk , & makan orang) – Siregar.
Pekerjaan biologis cuma tukang ngentot (Jawa – Batak – Tionghoa Indonesia) – dlm bahasa medis – bertani tak bisa dialihkan – spritualitas MRPD paroki, ialah pandangan awal terhadap negative para suku itu hidup di masyarakat Pontianak – Kabupaten. Dengan sistem pendidikan yg rendah sampai ketika ini, selama berkehidupan sebagai sampah di Pontianak – Perbatasan.
Hal ini menjelaskan bagaimana bantuan mereka selama di Pontianak, yg cuma numpang hidup pada sistem ekonomi – bisnis penduduk perkotaan, melalui perangkat Desa & kota. Yang menyatakan banyak sekali hal terkait moralitas & etika orang tua mereka, baik itu sebagai pendidik, & ibu rumah tangga (atau preman dapur) 2007 Sutarmidji M.Hum – Walikota – Cornelis MH – Kab. Landak 1990an.
Orang yg tak taat pada Tuhan & kehidupan sosial, karena sebelumnya beragama Islam – Protestan (Marpaung), sebagai awal kehidupan sosial mereka – tercatat di HKBP Pontianak – Jakarta. Hal ini memiliki dampak pada tak adanya moralitas & etika para suku, sesuai dgn pekerjaan yg sesuai dgn moralitas orang renta mereka bangkit pada sumber daya insan mulanya.
Sementara, yg numpang hidup & kenyang di persekolahan Gembala Baik – Santo Petrus – Paulus, K. Agung Pontianak, Birokrasi, & Politik identitas, serta penggunaan teknologi & transportasi yg hingga ketika ini digunakan pada kepentingan ekonomi budaya.
Catatan awal dr kehidupan pribumi terutama para suku atau Orang Batak – Protestan – Islam, sesuai dgn kejelekan kehidupan sosial budaya mereka di masyarakat, Tionghoa pada pembangunan ekonomi perkotaan & politik Batak – Dayak pada masa Orde Baru, sebagai RT 003 di Pontianak, menjadi catatan kehidupan sosial – kriminalitas disini.
Berani untuk menjalin cinta pada cinta dlm kehidupan seksualitas, spritualitas terhadap kedudukan orang bau tanah mereka yg rendah di penduduk , terlihat pada sosial budaya & agama. Pembentukan kota Pontianak selaku orang Tionghoa Indonesia – Dayak terjadi ketidaksenangan & kriminalitas.
Pada suatu perkampungan (memaksa tanpa mempunyai moralitas & etika dlm kedudukan orang tua di penduduk dengan-cara lazim) sudah ditemui, alasannya adalah sebelumnya ketidakmampuan ekonomi atau sebaliknya, malas bekerja – atau.